Di tengah memanasnya situasi politik di
Suriah, dan meningkatnya upaya menggalang “dunia internasional”
untuk melayangkan kondemnasi terhadap Bashar al-Assad, presiden Suriah
– sebagai alasan aksi militer mencontohi kasus Libya – dunia
justru melihat penderitaan dari masyarakat sipil yang akan menanggung
konsekuensi paling tragis dari sebuah perang, belum disebut mereka
yang telah menjadi korban dan yang dikorbankan untuk memancing
suatu resolusi militer. Liputan berikut ini adalah terjemahan
independen dari artikel Damascus terror bombing: Made in the USA yang
dipublikasikan di SOTT.com pada 13 Mei 2012 lalu. MP tidak mempunyai
afiliasi dengan media ini dan pemuatan artikel ini tidak
menunjukkan persetujuan MP terhadap isi artikel. Sisi
lain dari pemberitaan tentang konflik di Suriah dapat dilihat di media
lainnya. Tulisan ini menunjukkan adanya perspektif alternatif
terhadap masalah di Suriah dan kami bawa dengan harapan agar suatu
resolusi yang berpihak pada rakyat Suriah dapat tercapai dan masa
depan mereka terlindungi.
Artikel terkait di SOTT (MP tidak bertanggung jawab atas isinya):
The Syrian opposition: who's doing the talking?
Turut membahas mengenai orang-orang di belakang SNC.
NATO preparing vast disinformation campaign against Syria
Mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk membingungkan masyarakat.
NATO's 'Civil War' Machine Rolls Into Syria
Turut membahas tentang pembantaian anak-anak di Hula.
Tulisan-tulisan ini kami harapkan menjadi bahan refleksi bersama tulisan-tulisan bersifat informatif yang kita terima di saluran TV, atau baca di koran dan Internet, dari berbagai sudut pandang, dan dengan demikian dapat mengambil sikap kritis terhadap situasi yang ada. Apapun pendapat kita, marilah kita mendoakan dan mengharapkan supaya situasi di Suriah dapat mereda, dan masyarakat tidak bersalah terhindar dari penderitaan yang lebih besar dan kemungkinan terjadinya perang saudara berkepanjangan.
Bom di Suriah (foto: Sott) |
Ditulis oleh Bill Van Auken, 13 Mei 2012.
“Kebijakan kami adalah untuk
mempercepat datangnya titik jungkit” di mana pemimpin Suriah
digulingkan, demikian penjelasan Asisten Sekretaris Negara AS,
Jeffrey Feltman, kepada komite hubungan luar negeri Senat AS pada
Maret lalu.
Perwujudannya adalah hari Kamis baru-baru. Bom mematikan yang membunuh 55 orang dan mengakibatkan 400 orang luka-luka di Damaskus menandakan babak baru dalam kampanye imperialis untuk mengubah pemerintahan di Suriah.
Setelah membajak gerakan protes yang dimulai pada Maret tahun lalu di Suriah, pertaruhan berlanjut dengan menjadikannya sebagai alat untuk menempatkan pemerintah klien di Damaskus. Washington melangkah maju mendukung “Friends of Syria” (sahabat-sahabat Suriah) yang modelnya mirip dengan formasi internasional yang menjadi wadah persiapan perang di Libya.
Grup ini mendeklarasikan Syrian National Council (SNC [Dewan Nasional Rakyat Suriah]), gabungan dari politikus Islamist dari Muslim Brotherhood dan berbagai badan intelijen Barat sebagai “perwakilan sah” dari rakyat Suriah dan mendukung pembentukan Free Syrian Army (FSA) untuk melangsungkan serangan terhadap pasukan keamanan Suriah.
Perwujudannya adalah hari Kamis baru-baru. Bom mematikan yang membunuh 55 orang dan mengakibatkan 400 orang luka-luka di Damaskus menandakan babak baru dalam kampanye imperialis untuk mengubah pemerintahan di Suriah.
Setelah membajak gerakan protes yang dimulai pada Maret tahun lalu di Suriah, pertaruhan berlanjut dengan menjadikannya sebagai alat untuk menempatkan pemerintah klien di Damaskus. Washington melangkah maju mendukung “Friends of Syria” (sahabat-sahabat Suriah) yang modelnya mirip dengan formasi internasional yang menjadi wadah persiapan perang di Libya.
Grup ini mendeklarasikan Syrian National Council (SNC [Dewan Nasional Rakyat Suriah]), gabungan dari politikus Islamist dari Muslim Brotherhood dan berbagai badan intelijen Barat sebagai “perwakilan sah” dari rakyat Suriah dan mendukung pembentukan Free Syrian Army (FSA) untuk melangsungkan serangan terhadap pasukan keamanan Suriah.
Sekutu terdekat Washington di dunia
Arab, feudal-monarki yang bersifat diktator Saudi Arabia dan Qatar,
menyediakan USD 100 juta untuk menggaji anggota FSA, sementara AS
mengumumkan partisipasinya dalam mengirimkan bantuan “non-lethal”
untuk kelompok ini, termasuk alat komunikasi canggih, masker
night-vision, dan intelijen AS.
Namun semua ini tidak dapat mendatangkan hasil yang diharapkan. FSA tidak berhasil menunjukkan adanya keberhasilan dalam sebagian besar serangannya terhadap militer Suriah, dan tidak ada tanda dukungan populer masyarakat terhadap SNC.
Jadi sekarang tiba giliran pemboman teroris. Ledakan pada hari Kamis di Damaskus hanyalah yang terkini dan yang paling mematikan dalam rangkaian serangan bom dalam beberapa minggu belakangan ini. Pada hari Jumat, pemerintah Suriah melaporkan bahwa sebuah upaya bom bunuh diri telah digagalkan, kali ini di pusat perdagangan Aleppo melibatkan sebuah mobil yang dipenuhi satu setengah ton bahan peledak.
Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meneror rakyat Suriah dan, dengan sanksi sepihak dari AS dan Uni Eropa, melumpuhkan ekonomi Suriah, menimbulkan keadaan ledakan politik dan sosial, sekaligus menunjukkan bahwa persetujuan genjatan senjata oleh PBB yang diprakarsai oleh mantan sekretarisnya Kofi Annan tidak berhasil.
Hanya dua hari sebelum serangan ke Damaskus, ibukota Suriah, Susan Rice, dutabesar AS untuk PBB, menolak peringatan Suriah tentang adanya gerakan teroris asing masuk ke Suriah sebagai “pengalihan,” sambil menekankan bahwa Washington akan tetap fokus untuk mengganti pemerintahan dan akan meningkatkan bantuan “non-lethal”-nya untuk mencapai tujuan tersebut.
Seperti ungkapan Rice, merujuk pada rencana Annan, Washington tidak menaruh “semua telur dalam satu keranjang” (maksudnya mempunyai rencana cadangan, red.) Sekarang terlihat bahwa sebagian “telur” itu sebenarnya adalah bom.
Setelah peristiwa bom di Damascus, media seperti memberikan kredensi terhadap klaim gila-gilaan dari SNC bahwa pemerintahan Assad yang merencanakan penyerangan itu, dan menyebabkan kematian dari senjumlah pasukan pengamannya.
Departemen Keamanan [AS] merasa harus mengelurkan pro-forma pengutukan terhadap terorisme, dan mengakui bahwa kemungkinan adanya “perusak” yang terlibat dalam serangan itu, namun tetap bersikukuh bahwa tanggung jawab atas pemboman tersebut berada di pundak pemerintah Suriah.
Namun semua ini tidak dapat mendatangkan hasil yang diharapkan. FSA tidak berhasil menunjukkan adanya keberhasilan dalam sebagian besar serangannya terhadap militer Suriah, dan tidak ada tanda dukungan populer masyarakat terhadap SNC.
Jadi sekarang tiba giliran pemboman teroris. Ledakan pada hari Kamis di Damaskus hanyalah yang terkini dan yang paling mematikan dalam rangkaian serangan bom dalam beberapa minggu belakangan ini. Pada hari Jumat, pemerintah Suriah melaporkan bahwa sebuah upaya bom bunuh diri telah digagalkan, kali ini di pusat perdagangan Aleppo melibatkan sebuah mobil yang dipenuhi satu setengah ton bahan peledak.
Tujuan dari kampanye ini adalah untuk meneror rakyat Suriah dan, dengan sanksi sepihak dari AS dan Uni Eropa, melumpuhkan ekonomi Suriah, menimbulkan keadaan ledakan politik dan sosial, sekaligus menunjukkan bahwa persetujuan genjatan senjata oleh PBB yang diprakarsai oleh mantan sekretarisnya Kofi Annan tidak berhasil.
Hanya dua hari sebelum serangan ke Damaskus, ibukota Suriah, Susan Rice, dutabesar AS untuk PBB, menolak peringatan Suriah tentang adanya gerakan teroris asing masuk ke Suriah sebagai “pengalihan,” sambil menekankan bahwa Washington akan tetap fokus untuk mengganti pemerintahan dan akan meningkatkan bantuan “non-lethal”-nya untuk mencapai tujuan tersebut.
Seperti ungkapan Rice, merujuk pada rencana Annan, Washington tidak menaruh “semua telur dalam satu keranjang” (maksudnya mempunyai rencana cadangan, red.) Sekarang terlihat bahwa sebagian “telur” itu sebenarnya adalah bom.
Setelah peristiwa bom di Damascus, media seperti memberikan kredensi terhadap klaim gila-gilaan dari SNC bahwa pemerintahan Assad yang merencanakan penyerangan itu, dan menyebabkan kematian dari senjumlah pasukan pengamannya.
Departemen Keamanan [AS] merasa harus mengelurkan pro-forma pengutukan terhadap terorisme, dan mengakui bahwa kemungkinan adanya “perusak” yang terlibat dalam serangan itu, namun tetap bersikukuh bahwa tanggung jawab atas pemboman tersebut berada di pundak pemerintah Suriah.
Sekretaris Pertahanan Leon Panetta
hari Kamis mengakui “adanya Al Qaeda di Suriah,” dan menekankan
bahwa Pentagon telah ditunjuk “untuk membuat berbagai rencana
tentang kemungkinan pendekatan terhadap Suriah. Dan jika presiden AS
meminta kami untuk merespon dengan jalan tertentu kami sudah siap
melakukannya.”
Rencana ini, menurut Washington Post, termasuk “perlindungan militer sesuai koridor untuk bantuan kemanusiaan bagi masyarakat sipil Suriah atau sebuah 'wilayah aman' di mana oposisi dapat mengorganisir [diri], sekaligus serangan udara terhadap Suriah.”
Jika elemen dari Al Qaeda sedang berkolaborasi dengan imperialisme AS dalam meningkatkan kampanye terorisme di Suriah, maka itu bukanlah yang pertama kali. Komandan tertinggi dari milisi yang didukung oleh AS dan NATO dalam perang menggantikan pemerintah Libya, Abdel Hakim Belhadj, sebelumnya telah diculik, dibawa dan disiksa oleh CIA karena perannya dalam kelompok teroris Islam.
Elemen Libya ini yang sekarang ini sedang memainkan peranan penting dalam mempersenjatai dan melatih kelompok “oposisi” yang dibeking AS di Suriah termasuk mengirim pejuangnya ke dalam negeri Suriah.
Rencana ini, menurut Washington Post, termasuk “perlindungan militer sesuai koridor untuk bantuan kemanusiaan bagi masyarakat sipil Suriah atau sebuah 'wilayah aman' di mana oposisi dapat mengorganisir [diri], sekaligus serangan udara terhadap Suriah.”
Jika elemen dari Al Qaeda sedang berkolaborasi dengan imperialisme AS dalam meningkatkan kampanye terorisme di Suriah, maka itu bukanlah yang pertama kali. Komandan tertinggi dari milisi yang didukung oleh AS dan NATO dalam perang menggantikan pemerintah Libya, Abdel Hakim Belhadj, sebelumnya telah diculik, dibawa dan disiksa oleh CIA karena perannya dalam kelompok teroris Islam.
Elemen Libya ini yang sekarang ini sedang memainkan peranan penting dalam mempersenjatai dan melatih kelompok “oposisi” yang dibeking AS di Suriah termasuk mengirim pejuangnya ke dalam negeri Suriah.
Sebuah ungkapan klise perang dingin
mengatakan “teroris bagi satu orang adalah penjuang pembebasan bagi
orang lain” tidak dapat mewakili peran AS di Suriah, di mana kedua
peran itu terjadi bersamaan. Pada satu sisi, Washington mendukung
kelompok terkait Al Qaeda dalam kampanye menggulingkan pemerintahan
Assad, sementara di sisi lain, mempersiapkan diri untuk menggunakan
kehadiran mereka [teroris] di negara itu sebagai alasan untuk sebuah
intervensi militer.
Hal ini diekpresikan dengan jelas oleh Anne-Marie Slaughter, mantan direktur perencana kebijakan Departemen Luar Negeri yang merupakan penasihat yang dekat dengan Obama. Ia adalah salah satu pendukung utama intervensi imperialis “kemanusiaan.” National Public Radio mengutip ungkapannya “keberadaan kelompok jihad di Suriah tidak boleh menghalangi AS dan sekutunya untuk melakukan intervensi,” sebaliknya, “hal ini seharusnya menyadarkan mereka akan bahaya yang dapat disebabkan oleh konflik berkepanjangan di Suriah.” Seterusnya ia memperingatkan bahwa “ancaman utama” di Suriah adalah jika senjata kimia jatuh ke tangan Al Qaeda.
Karena itu, alasan untuk invasi AS di Irak digunakan lagi dalam bentuknya yang baru. Kehadiran Al Qaeda, didukung oleh Washington, dan dugaan adanya “senjata pemusnah masal” di Suriah harus dijawab dengan intervensi militer AS.
Kampanye untuk menumbangkan Assad, sekutu utama Tehran di wilayah itu, dimaksudkan untuk mengisolasi Iran, yang dilihat oleh Washington sebagai penghalang utama hegemoninya atas wilayah Teluk Persia dan Asia Tengah yang strategis dan kaya minyak. Di balik alasan adanya Al Qaeda, senjata kimia, “demokrasi” dan kemanusiaan, imperialisme AS sedang mempersiapkan perang-perang agresi yang baru yang mengancam dengan akibat yang mengerikan di Timur Tengah dan di luarnya. (SOTT)
Hal ini diekpresikan dengan jelas oleh Anne-Marie Slaughter, mantan direktur perencana kebijakan Departemen Luar Negeri yang merupakan penasihat yang dekat dengan Obama. Ia adalah salah satu pendukung utama intervensi imperialis “kemanusiaan.” National Public Radio mengutip ungkapannya “keberadaan kelompok jihad di Suriah tidak boleh menghalangi AS dan sekutunya untuk melakukan intervensi,” sebaliknya, “hal ini seharusnya menyadarkan mereka akan bahaya yang dapat disebabkan oleh konflik berkepanjangan di Suriah.” Seterusnya ia memperingatkan bahwa “ancaman utama” di Suriah adalah jika senjata kimia jatuh ke tangan Al Qaeda.
Karena itu, alasan untuk invasi AS di Irak digunakan lagi dalam bentuknya yang baru. Kehadiran Al Qaeda, didukung oleh Washington, dan dugaan adanya “senjata pemusnah masal” di Suriah harus dijawab dengan intervensi militer AS.
Kampanye untuk menumbangkan Assad, sekutu utama Tehran di wilayah itu, dimaksudkan untuk mengisolasi Iran, yang dilihat oleh Washington sebagai penghalang utama hegemoninya atas wilayah Teluk Persia dan Asia Tengah yang strategis dan kaya minyak. Di balik alasan adanya Al Qaeda, senjata kimia, “demokrasi” dan kemanusiaan, imperialisme AS sedang mempersiapkan perang-perang agresi yang baru yang mengancam dengan akibat yang mengerikan di Timur Tengah dan di luarnya. (SOTT)
Artikel terkait di SOTT (MP tidak bertanggung jawab atas isinya):
The Syrian opposition: who's doing the talking?
Turut membahas mengenai orang-orang di belakang SNC.
NATO preparing vast disinformation campaign against Syria
Mengenai penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk membingungkan masyarakat.
NATO's 'Civil War' Machine Rolls Into Syria
Turut membahas tentang pembantaian anak-anak di Hula.
Tulisan-tulisan ini kami harapkan menjadi bahan refleksi bersama tulisan-tulisan bersifat informatif yang kita terima di saluran TV, atau baca di koran dan Internet, dari berbagai sudut pandang, dan dengan demikian dapat mengambil sikap kritis terhadap situasi yang ada. Apapun pendapat kita, marilah kita mendoakan dan mengharapkan supaya situasi di Suriah dapat mereda, dan masyarakat tidak bersalah terhindar dari penderitaan yang lebih besar dan kemungkinan terjadinya perang saudara berkepanjangan.
0 komentar :
Posting Komentar