Oleh Elias Munshya wa Munshya
Jumat, 22 Januari 2010 Sumber: Lusakatimes.com
Artikel ini ditujukan untuk menanggapi tulisan Henry Kyambalesa “Zambia: deklarasi Zambia sebagai Negara Kristen” yang dipublikasikan di website Anda yang saya akses pada 20 Januari 2010. Saya akan menanggapi beberapa point utama dalam tulisannya tersebut.
Pertama, ungkapan Kyambalesa bahwa Deklarasi tersebut adalah merupakan pemaksaan agama terhadap masyarakat Zambia adalah kurang tepat. Masyarakat Zambia merupakan masyarakat religius. Dan dalam etos kami dualisme agama dan politik yang merupakan inovasi Barat tidak ada sama sekali. Bagi masyarakat Zambia, agama dan politik berdampingan. Khususnya mengenai agama Kristen, bukan Chiluba yang membuat Kekristenan sebagai agama untuk Zambia. Sejak dari ketika para missionari menjejakkan kaki di Zambia, masyarakat Zambia secara en-mass menjadikan Kekristenan sebagai agama mereka. Kenyataan ini yang dilihat oleh pemerintahan Kaunda dan juga para pemimpin kemerdekaan yang lain sebelum dan sesudah kemerdekaan. Kekristenan memainkan peran yang besar dalam pemerintahan Kaunda dan dalam beberapa kesempatan ia menunjukkan Zambia sebagai negara Kristen. Di sisi lain, kejatuhan Kaunda dalam spektrum politik Zambia tahun 1990 sebagiannya bisa dikaitkan dengan ia meninggalkan iman Kristen. Penerimaannya akan agama dari Dr. M. A. Ranganathan tidak bisa di terima oleh banyak masyarakat Zambia yang merasa bahwa pemimpin Zambia haruslah seorang Kristen.
Kedua, Kyambalesa menuduh bahwa Deklarasi itu tidak konstitusional dan sepertinya akan berakhir dengan intoleransi beragama. Dalam mengungkapkan hal ini ia mengutip Dr. Seshamani. Akan tetapi Dr. Seshamani sendiri mendukung deklarasi ini dan mengatakan bahwa, agama Hindu tidak mempunyai masalah dengan deklarasi ini karena agama Hindu sendiri adalah politeistik. Dewan Islam Zambia juga menyatakan, walaupun pada saat yang sama mengambil sikap hati-hati, mendukung Deklarasi. Konstitusi Zambia seperti adanya sekarang ini nyata mendukung kebebasan nurani bagi semua orang. Semua agama yang ada dan hak warga negara untuk memraktekkan agama tersebut dijamin tanpa terkecuali. Bahkan, pengadilan-pengadilan hukum telah menegaskan berkali-kali prinsip konstitusi ini. Dalam kasus Universal Church of the Kingdom of God (UCKG [Gereja Universal dari Kerajaan Allah]), Pengadilan Tinggi Zambia bahkan Mahkamah Agung telah melindungi gereja ini dari penutupan. Sejauh ini tidak ada kerusuhan berlatar belakang agama di Zambia. Ketika masyarakat Zambia menimbulkan keributan melawan UCGK dan Kuil Hindu di Livingstone, itu bukan karena maslah agama per se, melainkan karena rumor keliru yang beredar bahwa institusi-institusi ini melakukan ritual pembunuhan [manusia] – hal yang sangat sensitif berhubung dengan kesadaran masyarakat Zambia akan penggunaan ilmu sihir.
Ketiga, Kyambalesa merasa bahwa Deklarasi telah menarik agama ke politik. Sekali lagi seperti yang telah saya sebutkan di atas, Kyambalesa ingin menciptakan dualisme yang tidak ada dalam masyarakat Zambia. Kami adalah masyarakat religius, dan kami tidak bisa mengesampingkan agama dalam apapun yang kami lakukan. Kami telah menggunakan keyakinan agama kami untuk mendukung pemimpin, dan juga kami telah menggunakan keyakinan agama kami untuk memberontak terhadap pemimpin. Kaunda menggunakan Alkitab untuk melawan kolonialisme, dan ketika ia menjadi pemimpin ia, untuk beberapa waktu lamanya, bersandar pada Alkitab untuk menuntun bangsa ini. Sekalipun tanpa deklarasi, agama akan selalu memainkan peran dalam politik Zambia – itu [agama] adalah siapa diri kami!
Keempat, perlu dicari tahu apa yang dimaksud oleh Kyambalesa dengan masyarakat sekuler. Sekularisme menuntut suatu definisi yang serius supaya kami semua bisa tahu apa dengan apa kami diperhadapkan. Sebuah negara sekuler tidak pernah merupakan jaminan untuk kebebasan nurani. Inggris punya lembaga gereja, tapi masih menjamin kebebasan beragama. Amerika Serikat punya banyak simbol agama dalam politiknya, tapi masih menjamin kebebasan beragama. Sekularisme mempunyai potensi untuk mengusir agama dari masyarakat. Dan pada kenyataannya, sekularisme tidak bisa berakar di Zambia, karena masyarakat Zambia secara alami adalah masyarakat beragama. Baik penganut Hindu maupun Islam akan sangat menentang pendirian sebuah masyarakat sekuler!
Kelima, Kyambalesa tidak bisa mendapatkan dua-duanya. Anda tidak bisa mencegah gereja masuk dalam politik, dan mencegah politik dari gereja sementara itu mengharapkan supaya gereja terus memberi tuntunan moral dan rohani bagi bangsa ini. Peran untuk memberikan “tuntunan rohani dan moral” bagi bangsa ini seperti yang telah Anda tulis pada hakikatnya adalah politik. Kalau Anda memilih sekularisme, maka Anda tidak bisa mengharapkan institusi keagamaan memainkan peranan yang Anda katakan harus dimainkan oleh gereja. Anda tidak bisa memperoleh dua-duanya!
Jumat, 22 Januari 2010 Sumber: Lusakatimes.com
Artikel ini ditujukan untuk menanggapi tulisan Henry Kyambalesa “Zambia: deklarasi Zambia sebagai Negara Kristen” yang dipublikasikan di website Anda yang saya akses pada 20 Januari 2010. Saya akan menanggapi beberapa point utama dalam tulisannya tersebut.
Pertama, ungkapan Kyambalesa bahwa Deklarasi tersebut adalah merupakan pemaksaan agama terhadap masyarakat Zambia adalah kurang tepat. Masyarakat Zambia merupakan masyarakat religius. Dan dalam etos kami dualisme agama dan politik yang merupakan inovasi Barat tidak ada sama sekali. Bagi masyarakat Zambia, agama dan politik berdampingan. Khususnya mengenai agama Kristen, bukan Chiluba yang membuat Kekristenan sebagai agama untuk Zambia. Sejak dari ketika para missionari menjejakkan kaki di Zambia, masyarakat Zambia secara en-mass menjadikan Kekristenan sebagai agama mereka. Kenyataan ini yang dilihat oleh pemerintahan Kaunda dan juga para pemimpin kemerdekaan yang lain sebelum dan sesudah kemerdekaan. Kekristenan memainkan peran yang besar dalam pemerintahan Kaunda dan dalam beberapa kesempatan ia menunjukkan Zambia sebagai negara Kristen. Di sisi lain, kejatuhan Kaunda dalam spektrum politik Zambia tahun 1990 sebagiannya bisa dikaitkan dengan ia meninggalkan iman Kristen. Penerimaannya akan agama dari Dr. M. A. Ranganathan tidak bisa di terima oleh banyak masyarakat Zambia yang merasa bahwa pemimpin Zambia haruslah seorang Kristen.
Kedua, Kyambalesa menuduh bahwa Deklarasi itu tidak konstitusional dan sepertinya akan berakhir dengan intoleransi beragama. Dalam mengungkapkan hal ini ia mengutip Dr. Seshamani. Akan tetapi Dr. Seshamani sendiri mendukung deklarasi ini dan mengatakan bahwa, agama Hindu tidak mempunyai masalah dengan deklarasi ini karena agama Hindu sendiri adalah politeistik. Dewan Islam Zambia juga menyatakan, walaupun pada saat yang sama mengambil sikap hati-hati, mendukung Deklarasi. Konstitusi Zambia seperti adanya sekarang ini nyata mendukung kebebasan nurani bagi semua orang. Semua agama yang ada dan hak warga negara untuk memraktekkan agama tersebut dijamin tanpa terkecuali. Bahkan, pengadilan-pengadilan hukum telah menegaskan berkali-kali prinsip konstitusi ini. Dalam kasus Universal Church of the Kingdom of God (UCKG [Gereja Universal dari Kerajaan Allah]), Pengadilan Tinggi Zambia bahkan Mahkamah Agung telah melindungi gereja ini dari penutupan. Sejauh ini tidak ada kerusuhan berlatar belakang agama di Zambia. Ketika masyarakat Zambia menimbulkan keributan melawan UCGK dan Kuil Hindu di Livingstone, itu bukan karena maslah agama per se, melainkan karena rumor keliru yang beredar bahwa institusi-institusi ini melakukan ritual pembunuhan [manusia] – hal yang sangat sensitif berhubung dengan kesadaran masyarakat Zambia akan penggunaan ilmu sihir.
Ketiga, Kyambalesa merasa bahwa Deklarasi telah menarik agama ke politik. Sekali lagi seperti yang telah saya sebutkan di atas, Kyambalesa ingin menciptakan dualisme yang tidak ada dalam masyarakat Zambia. Kami adalah masyarakat religius, dan kami tidak bisa mengesampingkan agama dalam apapun yang kami lakukan. Kami telah menggunakan keyakinan agama kami untuk mendukung pemimpin, dan juga kami telah menggunakan keyakinan agama kami untuk memberontak terhadap pemimpin. Kaunda menggunakan Alkitab untuk melawan kolonialisme, dan ketika ia menjadi pemimpin ia, untuk beberapa waktu lamanya, bersandar pada Alkitab untuk menuntun bangsa ini. Sekalipun tanpa deklarasi, agama akan selalu memainkan peran dalam politik Zambia – itu [agama] adalah siapa diri kami!
Keempat, perlu dicari tahu apa yang dimaksud oleh Kyambalesa dengan masyarakat sekuler. Sekularisme menuntut suatu definisi yang serius supaya kami semua bisa tahu apa dengan apa kami diperhadapkan. Sebuah negara sekuler tidak pernah merupakan jaminan untuk kebebasan nurani. Inggris punya lembaga gereja, tapi masih menjamin kebebasan beragama. Amerika Serikat punya banyak simbol agama dalam politiknya, tapi masih menjamin kebebasan beragama. Sekularisme mempunyai potensi untuk mengusir agama dari masyarakat. Dan pada kenyataannya, sekularisme tidak bisa berakar di Zambia, karena masyarakat Zambia secara alami adalah masyarakat beragama. Baik penganut Hindu maupun Islam akan sangat menentang pendirian sebuah masyarakat sekuler!
Kelima, Kyambalesa tidak bisa mendapatkan dua-duanya. Anda tidak bisa mencegah gereja masuk dalam politik, dan mencegah politik dari gereja sementara itu mengharapkan supaya gereja terus memberi tuntunan moral dan rohani bagi bangsa ini. Peran untuk memberikan “tuntunan rohani dan moral” bagi bangsa ini seperti yang telah Anda tulis pada hakikatnya adalah politik. Kalau Anda memilih sekularisme, maka Anda tidak bisa mengharapkan institusi keagamaan memainkan peranan yang Anda katakan harus dimainkan oleh gereja. Anda tidak bisa memperoleh dua-duanya!
0 komentar :
Posting Komentar