Pemerintah menerapkan jam malam di kota terbesar kedua di Nigeria (foto AP). |
GUINEA, N'Zerekore (MP) – Sekurangnya 54 orang tewas di Guinea,
sebuah negara Afrika, akibat konflik yang terjadi antara etnik Guerze
dan Konianke. Para korban dilaporkan tewas akibat dibakar hidup-hidup
atau diparang, demikian dilaporkan oleh Aljazeera.
Konflik kekerasan berawal hari Senin di
Koule ketika seorang penjaga pompa bensin berlatarbelakang etnik
Guerze memukuli sampai mati seorang remaja berlatar belakang etnik
Konianke yang dituduh mencuri.
Tindakan kriminal ini menyulut
perkelahian di sebuah ibukota provinsi dekat wilayah kejadian,
N'Zerekore yang berpenduduk sekitar 300.000 orang. Dilaporkan bahwa
80 orang terluka dan sejumlah rumah dihancurkan.
Sejumlah saksi mengatakan kepada AFP
bahwa kedua pihak saling menyerang dengan menggunakan parang, kapak,
tongkat, batu, senjata api, dan membakar rumah dan kendaraan.
Konflik komunal sudah sering terjadi di
wilayah itu, dipicu oleh masalah agama atau ketidak senangan lainnya.
Etnik Guerze kebanyakan adalah penganut
agama Kristen sedangkan Konianke, yang dilihat sebagai pendatang
baru, adalah Muslim dan dianggap dekat dengan etnik Mandingo di
Liberia yang berbatasan dengan Guinea. Yang terakhir juga mempunyai
sejarah berseberangan dengan Etnik Guerze dalam perang saudara yang
terjadi di Liberia.
Faktor-faktor yang menyebabkan konflik
etnik dan agama
Komunitas etnik dan agama yang
mempunyai sejarah permusuhan cenderung mengabadikan retorika
kebencian antara kedua kelompok, sehingga sewaktu-waktu konflik dapat
muncul dengan konsekuensi yang mengerikan.
Hilangnya fungsi adat dan kurangnya
peran tokoh agama dalam memfasilitasi [penyelesaian] konflik-konflik antara-suku dan
agama juga berperan dalam mudah tersulutnya konflik komunal yang
menelan korban jiwa dan harta.
Agama dan etnik adalah dua hal yang
masih mendominasi terjadinya tragedi kemanusiaan, dan kelihatannya
menjadi titik lemah sebuah pertahanan negara. Hal ini memunculkan
pertanyaan apakah lebih baik orang tak beragama dan tak beretnik?
Orang bisa mengatakan tak
beragama atau tak beretnik, namun dengan demikian pun ia masih
mengkategorikan dirinya pada suatu kelompok, dan kelompok yang satu
tetap berpotensi untuk terlibat konflik dengan kelompok yang lain.
Kebanggaan dan solidaritas etnik dapat
menjadi berkat jika kesadaran etnis secara sengaja dibawa ke positive
ethnicity (etnisitas positif), menjauh dari sikap etnosentrism (etnisitas negatif) yang membawa kutuk terhadap masyarakat etnik dan agama. (+)
0 komentar :
Posting Komentar