Beberapa waktu lalu saya menulis
tentang pengalaman saya bersama isteri dan ipar saya, menonton salah
satu dari The Twilight series.1
Dari pengalaman itu saya telah mencoba memperingatkan para pencari
hiburan supaya berhati-hati dan bersikap kritis jika memilih untuk
menonton serial terbaru The Twilight, atau film apa saja.
Ada hal yang menarik pada waktu itu.
Baru saja saya mempost tulisan bernada “peringatan” itu di blog
Menara Penjaga dan berniat membagikannya buat teman-teman di
Facebook, di feeds reader Fb saya muncul status salah seorang
teman di kampung halaman, “Twilight, beking tagantong eh”
(Melayu Manado, aduh Twilight membuat tergantung). Saya garuk-garuk
kepala sambil senyum sendiri. Agak terlambat? Tanya saya dalam hati.
Kalau Anda sudah membaca tulisan saya
itu, maka saya perlu menginformasikan kepada Anda bahwa ipar saya
tidak datang, karena itu saya tidak menonton seri 2. Tapi dari
membaca berbagai komentar kalangan Kristen mengenai film yang mempesona para remaja
perempuan dan ibu-ibu ini (kalau beritanya betul), saya merasa cukup
yakin bahwa keputusan saya benar (yaitu tidak menggunakan uang saya
untuk mendukung produsernya). Nah buat mereka yang telah menontonnya,
tolong diperbaiki kalau saya keliru menilai film ini dari mengikuti
berita media informasi.
Tanggapan Vatikan
Vatikan adalah pusat gereja terbesar di
dunia, yaitu Gereja Roma Katolik. Dari kota-negara ini (Vatikan
adalah sebuah negara), gereja yang beranggotakan lebih dari satu
milyar anggota di seluruh dunia ini memberikan masukan-masukan dan
penilaian terhadap hal-hal yang dibuat manusia, termasuk film yang
bersentuhan langsung dengan budaya.
Penilaian Vatikan terhadap film ini
tidak akan menyenangkan hati para penggemar The Twilight (untunglah
kebanyakan fansnya lebih tertarik pada cerita cintanya, yang memang
mengundang emosi dan bisa menutup intelek).
Menurut
komentar dari Dewan Kebudayaan Kepausan “[f]ilm
ini tidak lebih dari sebuah kekosongan moral dengan pesan yang
menyimpang dan dengan demikian harus menjadi keprihatinan."2
Pernyataan lainnya dari Vatikan adalah
bahwa film ini diarahkan pada “orang muda” (hal yang sejalan
dengan penilaian saya waktu lalu), namun siapa juga yang tak tahu
itu. Tapi Msgr Franco Perazzolo yang menjadi jurubicaranya juga
menyebutkan bahwa tema vampir dalam film ini menggabungkan berbagai
campuran dari hal-hal yang kelewatan dan mengandung elemen kebatinan
yang kuat. Silahkan menafsirkannya sendiri.
Tanggapan seorang pemimpin megachurch di Amerika Serikat
Tanggapan seorang pemimpin megachurch di Amerika Serikat
Nilai kurang yang diberikan Vatikan di
atas mengandung tingkat moderasi yang tinggi dibanding dengan
komentar Pdt Mark Driscoll yang dikenal sebagai seorang pemimpin
megachurch di AS. Ia menulis di blognya bahwa serial The Twilight
“bagi remaja perempuan sama seperti pornografi bagi remaja
laki-laki: sakit, menyimpang, jahat, berbahaya, menyesatkan, dan
populer.” Judul blog postnya adalah “A Father's Fright of
Twilight” [ketakutan seorang ayah mengenai Twilight].3
(Pdt Mark mempunyai seorang anak remaja perempuan berusia 13 tahun).
Pernyataannya itu terang mengundang
kontroversi, dan Pdt Mark Driscoll memang seorang yang kontroversial.
Ia sendiri adalah seorang yang telah menunjukkan diri sebagai seorang
pemimpin gereja yang sering bersikap kritis terhadap budaya, dan
sebelumnya ia juga sudah memperingatkan tentang the Twilight dalam
sebuah khotbahnya yang dimuat di You Tube.4
Di situ ia mendesak supaya hadirin berhati-hati dengan budaya yang
dimanipulasi oleh Setan untuk tujuannya. Menurutnya “sebuah film
adalah khotbah bergambar.” Saya setuju itu, tapi ada juga yang
dikatakan Pdt Mark (dalam konteks lain) yang saya tidak setuju.
Tanggapan seorang profesor dan penulis
buku terhadap Pdt Mark
Beth Felker
Jones adalah seorang profesor teologi di Wheaton College, Illinois,
AS. Ia juga adalah pengarang buku Touched by Vampire (disentuh
oleh vampir) yang menurutnya ditulis dengan harapan “gereja
dapat berpikir secara alkitabiah dan dengan iman mengenai tema-tema
dalam cerita ini.”5
Saya berpikir, kalau sampai ada buku yang ditulis mengenai hal ini
tentunya ada sesuatu yang penting mengenai buku dan film Twilight ini.
Prof Beth dalam sebuah artikel yang
dimuat di Her.meneutics berpendapat bahwa isu gender (jenis
kelamin) yang nampak dari kritik Pdt Mark adalah bagian dari masalah
yang menciptakan fenomena Twilight ini. Hal ini karena Twilight
diarahkan kepada para gadis dan perempuan, sehingga muncul anggapan
bahwa masalah di sini adalah masalah gender.
Tidak demikian menurut Prof Beth.
Baginya masalah di sini adalah menjadikan seseorang sebagai
segala-galanya, sehingga hidup seseorang, apakah perempuan atau
laki-laki, menjadi sekedar satelit yang berorbit pada yang
diidolakannya. Sama seperti Bella yang rela mengorbankan apa saja –
“keluarga, teman, pendidikan, kemungkinan untuk menjadi seorang
ibu, kemanusiaannya, bahkan jiwanya” – untuk bisa bersama-sama
dengan Edward.
Dan hal yang paling menakutkan dalam
film ini menurutnya bukanlah hal yang menyangkut spiritualnya,
melainkan hal-hal yang hakikatnya ada pada kejatuhan, kisah yang
menunjukkan bahwa perempuan dibuat untuk pria, dan bukan untuk Tuhan.
Menyangkut perbandingan Twilight dengan
pornografi, Prof Beth menulis:
“Saya
kuatir bahwa menyamakan Twilight dengan pornografi menyembunyikan
beberapa masalah yang sebenarnya. Saya tidak meragukan bahwa fan
mania film Twilight mempunyai beberapa kemiripan dengan kecanduan
pornografi. Sama seperti pornografi, Twilight menawarkan versi palsu
dari cinta, seks, dan asmara yang dapat menjauhkan kita dari
rancangan baik Allah bagi kita dalam berbagai bidang kehidupan. Tapi
untuk menyebut Twilight sebagai pornografi bagi remaja putri adalah
hal yang memalukan dan menyelubungi masalah pornografi yang
sebenarnya. Twilight bukan pornografi. Pornografi adalah pornografi.”
Ia menambahkan
bagaimana pornografi menghalangi orang untuk melihat bahwa
seksualitas adalah pemberian yang suci dari Tuhan.
“Jika
ada masalah dengan Twilight, maka itu lebih menyangkut penyembahan
berhala daripada pornografi,” lanjut Prof Beth. “[Twilight]
melahirkan fantasi yang besar, yang ternoda, bahwa seorang gadis
dapat menemukan penyelamat dalam diri seorang laki-laki - kalau dia
rela menyerahkan segala-galanya.”
Prof Beth mendorong
supaya impian yang positif seseorang tidak ditaruh dalam pencarian
akan 'si dia', melainkan tentang melayani Kristus sebagai Tuhan
dan menggunakan semua bakat yang Tuhan beri untuk membagikan kasih
dan menjadi saksi bagi Kerajaan Surga.
Bagian itu
mengingatkan saya akan sebuah ayat Alkitab yang mengatakan "Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan
kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu" (Matius 6:33).
Prof Beth terkesan
ingin memberikan dorongan bagi remaja puteri untuk menemukan
kepenuhan dalam Juruselamat mereka. Namun, tentu saja hal ini tidak
hanya untuk remaja puteri, tapi juga remaja putra yang akan
dipertemukan Tuhan pada waktunya, supaya keduanya menjadi teman
sejiwa dan sepenanggungan, untuk saling menghargai dan saling
melindungi, di sepanjang hidup.***
1 Hati-hati
menonton The Twilight Saga: Breaking Dawn Part 2, Menara Penjaga
(link).
2 Vatican
official slams "Twilight" series, Catholic Media
Review (link);
Twilight is a 'deviant moral vacuum': Vatican slams blockbuster
New Moon film,
Mail Online (link).
3 A
father’s fright of Twilight, Resurgence (link).
4 You
Should Be Discerning about Twilight, You Tube (link).
5 Why
Mark Driscoll Is Wrong about Twilight, Her.meneutic (link);
Kutipan dan referensi seterusnya berasal dari artikel ini.
1 komentar :
Thanks tuk info yg bagus ini gan, sukses slalu.
Posting Komentar