Konon, ketika si ular menggoda Hawa, ia
menyodorkan I-pad 5 dari Apple yang menunjukkan sebuah klip seorang
perempuan yang sangat bahagia karena memiliki pengetahuan yang baik
dan yang jahat, dan karena yakin bahwa apa yang ia lihat dalam klip
itu adalah kenyataan, ia pun makan I-pad 5 itu
(he...he...he...bercanda).
Tapi bukankah benar bahwa tawaran
imaginasi kita sangat berpengaruh dalam berbagai keputusan yang kita
buat, dan bahwa film mempunyai daya yang kuat dalam membentuk
imaginasi dan persepsi dalam pikiran kita? Karena itu, hati-hati
dengan apa yang Anda pilih untuk ditonton. Mata adalah gerbang hati.
Pengalaman saya menonton Twilight
adalah ketika ipar saya datang bekunjung di tempat tinggal kami di
West Virginia. Menurut pengakuannya, ia adalah salah seorang
penggemar film Twilight. Kebetulan film The Twilight Saga:
Breaking Dawn Part 1 sedang diputar di bioskop, sehingga kami
bertiga sepakat untuk pergi menonton, sekalipun saya dengan berat
hati.
Saya memang bukan tipe orang yang
menyukai film dengan karakter vampir, apalagi akhir-akhir ini saya
merasa alergi dengan film-film Barat karena kurang nilai positifnya
sementara juga yang ditonjolkan adalah keglamouran, tapi memang tak
bisa dipukul rata. Ada juga film-film Barat yang memberi cerminan
hidup dan pesan kebajikan yang mendalam.
Kadang saya bertanya, apakah banyaknya
film yang kurang berbobot (kurang pemaknaan hidup) sekarang ini
menunjukkan sikap meremehkan dari para produser film di Hollywood
terhadap konsumennya atau selera konsumen yang mendorong dibuatnya
lebih banyak film seperti ini? Saya belum punya jawabannya.
Demi menyenangkan istri dan menghargai
ipar saya ikut menonton. Pikiran saya: sebuah buku yang makan waktu
untuk dibaca, dapat dilihat dalam sebuah film dalam waktu satu jam.
Inilah potensi film yang tak boleh dianggap remeh.
Jujur saja, film itu cukup membuat saya
ngeri. Istri dan terutama ipar saya sepertinya menikmatinya,
sekalipun akhirnya istri saya mengaku ia juga tak suka film vampir.
Saya merasa 'trauma' menonton film itu
:-) Apakah itu karena perbedaan budaya atau pemikiran? Saya tidak
tahu. Di Indonesia pasti ada juga orang yang biasa saja setelah
menontonnya.
Memang waktu itu di Manado, Indonesia,
surat kabar lokal menyoroti gerakan kultis yang dalam ritualnya
memakan janin bayi hasil aborsi dan meminum darah. Mungkin karena hal
itu, perut saya muak karena beberapa adegan dalam film itu.
Yang sangat memprihatinkan bagi saya adalah ketika
ketika kurang lebih lima menit ditunjukkan adegan seks dari dua tokoh
utama dalam film ini (mengapa adegan itu diberi durasi yang
panjang?). Banyak orang menganggap itu karena budaya Barat yang
demikian, dan hal ini hanya menunjukkan bagaimana film membentuk
persepsi (karena sebenarnya tidak benar demikian, namun bisa jadi
demikian).
Yang saya maksud bukan hanya adegan itu
sendiri, tapi film yang diarahkan pada anak muda ini (apa ada yang
tahu untuk tujuan apa?) diberi rating PG-13 (Parental Guidance –
Bimbingan Orangtua untuk anak-anak umur 13 tahun ke bawah), maksudnya
anak-anak boleh nonton tapi dengan pendampingan orang tua, supaya
orang tua dapat menjelaskan pada anak-anak bahwa… (sementara
bingung).
Tapi memang saya hanya sedih karena
ketika film itu 'selesai' (karena masih ada sambungannya), saya juga
melihat anak-anak keluar dari bioskop itu, dan tentu saja di bioskop
tidak boleh ada yang bercakap-cakap. Saya hanya menarik nafas dengan
harapan semoga saja orang dewasa yang mendampingi mereka akan ingat
untuk mengambil waktu membicarakan beberapa adegan dalam film itu,
sekaligus menuntun mereka untuk mengambil pesan yang baik dari film
itu (kita dapat belajar dari contoh yang baik dan yang buruk).
Saya belum melihat seri Twilight yang
baru (dan memang tidak ada niat untuk itu, kecuali ipar datang lagi), tapi tulisan ini sekedar mengingatkan saja supaya jangan sampai
Anda sudah mengeluarkan uang untuk menopang industri perfilman
(Amerika), Anda masih juga dirugikan jika tidak bersikap kritis.***
0 komentar :
Posting Komentar