Rimsha Masih dan ayahnya (foto: AsiaNews) |
PAKISTAN,
Islamabad (Agenzia Fides, 2/10/12).
Sidang kasus Rimsha Masih - gadis Kristen yang ditangkap karena
tuduhan penghujatan dan kemudian dibebaskan dengan jaminan –
ditunda hingga 17 Oktober, karena ketidak-hadiran jaksa penuntut
(alasan kesehatan). Paul Bhatti, pemimpin "Gabungan Kelompok
Minoritas Pakistan" serta Menteri Keharmonisan Nasional
menjelaskan kepada Agenzia
Fides bahwa ini semata-mata merupakan taktik untuk “mencegah
terjadinya sebuah resolusi lengkap" terhadap kasus itu. Tapi
Bhatti mengingatkan bahwa "kasus ini ada di tangan Pengadilan
Tinggi, dan bukti-bukti yang disajikan oleh pembela begitu banyak."
Bhatti optimis pembebasan penuh kemungkinan sudah akan diketuk pada
17 Oktober nanti.
Seperti diberitakan
waktu lalu polisi Pakistan telah mengakui
bahwa tidak ada bukti melawan Rimsha Masih. Penyidik telah menegaskan
Imam Mohammad Khalid Jadoon Chishti, saat ini telah dipenjara,
sebagai orang yang bertanggung jawab memanipulasi kasus ini dengan
menaruh halaman bertuliskan ayat Al-Quran yang telah dibakar ke dalam
tas gadis itu.
Selain dukungan pemuka agama Islam, gadis Kristen
ini juga telah menerima dukungan dari perempuan Muslim di Pakistan. Agenzia Fides
(24/9/12) merangkum pandangan-pandangan dari beberapa wakil
masyarakat, politik dan budaya di Pakistan.
Amna Ulfat, seorang
anggota parlemen di Punjab, yakin bahwa Rimsha tidak bersalah karena
"dia masih di bawah umur dan tidak dapat membaca." Ia pula,
merujuk pada sang imam, mengutuk "orang-orang yang melakukan
kejahatan tersebut, yang ingin menggunakan pengadilan untuk
kepentingan pribadi." "Saya tahu bahwa orang Kristen
menghormati Al-Quran sebanyak mereka menghormati Alkitab,"
tutupnya.
Naveed Anjum,
presiden "Yayasan untuk Perempuan SAF," menilai penangkapan
Rimsha itu "tidak manusiawi" dan menyerukan "yang
bersalah harus dihukum berat."
Faiza Malik, anggota
parlemen dan pimpinan sebuah seksi dari "Partai Rakyat Pakistan"
Punjab mengatakan kepada Fides: "Tidak seorang pun harus
diizinkan untuk bermain dengan hukum negara. Menyakiti seorang anak
cacat mental adalah sebuah tindakan yang memalukan, kebebasannya dan
ketidakbersalahannya adalah kemenangan keadilan."
Tahira Abdullah,
seorang aktivis Muslim dan hak asasi manusia, menyoroti titik yang
kabur dari kasus ini: "Tidak boleh seorang anak dimasukkan ke
dalam penjara untuk orang dewasa dan ditahan selama tiga minggu
bersama para tahanan yang berbahaya. Apa yang dilakukan terhadap
Rimsha adalah ilegal. Selain itu, hukum yang mengatur perkara
penghujatan menetapkan bahwa polisi melakukan penyelidikan sebelum
penangkapan dan pendaftaran keluhan: hal ini dihilangkan."
Abdullah meminta
supaya "Rimsha dan keluarganya ditempatkan di bawah perlindungan
negara, bahwa orang Kristen di Mehrabadi dibantu oleh negara agar
dapat bermukim kembali di rumah mereka." Perempuan Muslim
Pakistan akhirnya, meminta supaya Komite Parlemen untuk perevisian
undang-undang penghujatan diaktivkan kembali. (AF/MP)
0 komentar :
Posting Komentar