Catherine dan Abby Pelicano, pendiri Dignitas Magazine (foto: LSN) |
AMERIKA SERIKAT, New
York (25 Oktober 2012).
Sebuah majalah
perempuan baru dengan platform keanggunan yang berpusat pada Kristus,
Dignitas Magazine,
diterbitkan oleh kakak-beradik Abby
Pelicano dan Catherine
Pelicano, demikian dilaporkan LSN
(19/10/12).
Menurut keduanya,
majalah ini mengembangkan apa yang mereka sebut "pendekatan
holistik" terhadap martabat perempuan, menampilkan keindahan
kewanitaan yang otentik, dari luar dan dari dalam.
"Kami membaca
tentang nilai manusia di mata Tuhan," kata Abby yang berprofesi
sebagai graphic designer dan fotografer. "Tapi melihat budaya di
sekeliling, kami tidak melihat bahwa nilai ini ditunjukkan.”
"Jika kita
memiliki martabat yang datang dari Tuhan, maka itu seharusnyalah
berdampak pada bagaimana kita berpakaian, cara kita berbicara,
bagaimana kita menampilkan diri kepada dunia."
Dalam edisi perdana
yang diterbitkan April lalu, majalah ini mengungkapkan:
"Kebenaran
tentang martabat kita yang berasal dari Tuhan memberi kita dasar yang
kuat untuk mengatakan "tidak" terhadap tren fashion yang mengekspos
tubuh kita. Pada saat yang sama keindahan panggilan Kristus kepada
kekudusan memotivasi kita untuk meninggalkan provokasi buruk tentang
'kewanitaan yang ideal' dalam budaya kita. Di situ kita menemukan
tantangan yang memberi sukacita tentang bagaimana berpakaian menarik
namun sederhana sehingga menegaskan nilai tubuh kita, serta
memberikan pemenuhan atas kerinduan untuk memperoleh kebajikan hidup yang
otentik, terutama dalam hal kekudusan.”
“Pornofikasi” perempuan
Di pihak lain,
sebuah penelitian yang dilakukan dua orang sosiolog dari Universitas
Buffalo, Erin Hatton dan
Mary Nell Trautner berjudul
“Equal Opportunity Objectification?
The Sexualization of Men and Women on the Cover of Rolling Stone”
menunjukkan peningkatan dalam penggunaan gambar perempuan yang
“dipornofikasi” dalam media populer. Para peneliti ini
memperingatkan bahwa temuan ini mengawatirkan karena penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan gambar perempuan demikian
memiliki konsekuensi negatif bagi
pria dan perempuan.
Hasil penelitian mereka yang mempelajari majalah Rolling Stone tahun 1967-2009 dimuat dalam jurnal “Sekualitas dan Budaya.”(lihat di sini)
Hatton dan Trautner memeriksa lebih dari 1.000 gambar pria dan perempuan di majalah tersebut antara 1967-2009. Menurut Hatton, majalah ini dipilih karena "merupakan outlet media budaya pop yang sudah mapan.” Tujuannya adalah melihat “bagaimana perempuan dan laki-laki pada umumnya digambarkan dalam budaya populer."
Keduanya mengukur intensitas representasi seksual dengan membuat "skala seksualisasi." Hatton dan Trautner menemukan bahwa pada tahun 1960, 11% pria dan 44% perempuan di sampul "Rolling Stone" yang diseksualisasi. Pada tahun 2000-an, persentase pria yang seksualisasi meningkat 55% menjadi 17% dan persentase perempuan 89% menjadi 83%.
"Telah ditunjukkan bahwa penggambaran perempuan secara seksual mendorong legitimasi atau memperburuk kekerasan terhadap perempuan dan anak gadis, termasuk pelecehan seksual dan sikap anti-perempuan pada pria dan anak laki-laki," ungkap Hatton. "Penggambaran demikian juga telah terbukti meningkatkan tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh dan/atau eating disorder di kalangan laki-laki, perempuan dan anak gadis; dan telah terbukti bahwa [penggambaran demikian] menurunkan kepuasan seksual antara laki-laki dan perempuan."
“Kami ingin menyerukan: Teman-teman, kita punya martabat yang berasal dari Allah!” Ungkapan Pelicano Bersaudara ini memang mempunyai implikasi yang luas. (LSN/MP)
Hasil penelitian mereka yang mempelajari majalah Rolling Stone tahun 1967-2009 dimuat dalam jurnal “Sekualitas dan Budaya.”(lihat di sini)
Hatton dan Trautner memeriksa lebih dari 1.000 gambar pria dan perempuan di majalah tersebut antara 1967-2009. Menurut Hatton, majalah ini dipilih karena "merupakan outlet media budaya pop yang sudah mapan.” Tujuannya adalah melihat “bagaimana perempuan dan laki-laki pada umumnya digambarkan dalam budaya populer."
Keduanya mengukur intensitas representasi seksual dengan membuat "skala seksualisasi." Hatton dan Trautner menemukan bahwa pada tahun 1960, 11% pria dan 44% perempuan di sampul "Rolling Stone" yang diseksualisasi. Pada tahun 2000-an, persentase pria yang seksualisasi meningkat 55% menjadi 17% dan persentase perempuan 89% menjadi 83%.
"Telah ditunjukkan bahwa penggambaran perempuan secara seksual mendorong legitimasi atau memperburuk kekerasan terhadap perempuan dan anak gadis, termasuk pelecehan seksual dan sikap anti-perempuan pada pria dan anak laki-laki," ungkap Hatton. "Penggambaran demikian juga telah terbukti meningkatkan tingkat ketidakpuasan terhadap tubuh dan/atau eating disorder di kalangan laki-laki, perempuan dan anak gadis; dan telah terbukti bahwa [penggambaran demikian] menurunkan kepuasan seksual antara laki-laki dan perempuan."
“Kami ingin menyerukan: Teman-teman, kita punya martabat yang berasal dari Allah!” Ungkapan Pelicano Bersaudara ini memang mempunyai implikasi yang luas. (LSN/MP)
0 komentar :
Posting Komentar