GLASGOW/STRASSBURG, 27 Maret 2012
Mengadakan “pernikahan gay,” adalah usaha untuk mengubah hukum alam dan “merubah [tatanan] masyarakat,” ungkap Mario Conti, Uskup Agung Glasgow seperti dilansir LifeSiteNews.
Ia mengatakan bahwa rencana untuk mengganti definisi pernikahan yang diprakarsai oleh pemerintah Conservatif Inggris pimpinan David Cameron dengan alasan untuk memperkokoh pernikahan pada kenyataannya adalah hanya langkah berikut dari “memarginalisasi” Kekristenan dan semua suara yang menentang aktivitas homoseks.
“Suara-suara itu bahkan sekarang semakin keras di negara kami,” ungkap Conti, “sehingga percobaan marginalisasi kelihatan semakin parah dan kami menyaksikan perubahan dalam hal toleransi menjadi semacam tirani di mana pandangan religius sepertinya tidak bisa lagi dihargai dan diterima.”
“Semakin mereka yang duduk di pemerintahan dan pengadilan menjauhkan tambatan masyarakat dari jangkar kebajikan, masyarakat kita akan semakin terjerumus ke dalam kebingungan etika dan kehancuran moral.”
Dikatakan bahwa rencana Perdana Mentri Cameron untuk mengubah definisi pernikahan hanya akan berlaku di Inggris dan Wales, namun pemerintah lokal di Skotlandia dilaporkan “cenderung beranggapan” bahwa perubahan itu akan juga dimasukkan ke dalam hukum Skotlandia.
Sementara itu, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (European Court of Human Rights [ECHR]) memutuskan bahwa konsep “pernikahan gay” bukan sebuah hak asasi manusia yang dilindungi di bawah Konvesi HAM Eropa. Pengadilan mengungkapkan pada tanggal 18 Maret lalu bahwa penulisan dalam Konvensi itu sendiri menyatakan bahwa pernikahan adalah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah “jelas.” Keputusan ini menetapkan keputusan sebelumnya yang diambil oleh pengadilan tinggi Prancis yang melarang 'pernikahan' homoseks dan adopsi.
Tidak ada “diskriminasi tidak langsung (…) mengenai larangan pernikahan,” terungkap dalam Pengadilan. Pasal 12 dari Konvensi “tidak mensyaratkan pemerintah negara untuk menerima pernikahan antara pasangan homoseks.”
Rencana administrasi pemerintahan Inggris tampak tidak populer di kalangan publiknya sendiri. Sebuah poll yang diadakan oleh ComRes menunjukkan bahwa 70 persen responden menghendaki pernikahan tetap didefinisikan sebagai “komitmen ekslusif seumur hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.” Di Skotlandia sebuah poll menunjukkan bahwa 53 persen masyarakat menganggap bahwa “kaum homoseks tidak boleh dibiarkan mengubah definisi pernikahan untuk berlaku bagi semua orang.”
Selengkapnya lihat di sini.
Mengadakan “pernikahan gay,” adalah usaha untuk mengubah hukum alam dan “merubah [tatanan] masyarakat,” ungkap Mario Conti, Uskup Agung Glasgow seperti dilansir LifeSiteNews.
Ia mengatakan bahwa rencana untuk mengganti definisi pernikahan yang diprakarsai oleh pemerintah Conservatif Inggris pimpinan David Cameron dengan alasan untuk memperkokoh pernikahan pada kenyataannya adalah hanya langkah berikut dari “memarginalisasi” Kekristenan dan semua suara yang menentang aktivitas homoseks.
“Suara-suara itu bahkan sekarang semakin keras di negara kami,” ungkap Conti, “sehingga percobaan marginalisasi kelihatan semakin parah dan kami menyaksikan perubahan dalam hal toleransi menjadi semacam tirani di mana pandangan religius sepertinya tidak bisa lagi dihargai dan diterima.”
“Semakin mereka yang duduk di pemerintahan dan pengadilan menjauhkan tambatan masyarakat dari jangkar kebajikan, masyarakat kita akan semakin terjerumus ke dalam kebingungan etika dan kehancuran moral.”
Dikatakan bahwa rencana Perdana Mentri Cameron untuk mengubah definisi pernikahan hanya akan berlaku di Inggris dan Wales, namun pemerintah lokal di Skotlandia dilaporkan “cenderung beranggapan” bahwa perubahan itu akan juga dimasukkan ke dalam hukum Skotlandia.
Sementara itu, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (European Court of Human Rights [ECHR]) memutuskan bahwa konsep “pernikahan gay” bukan sebuah hak asasi manusia yang dilindungi di bawah Konvesi HAM Eropa. Pengadilan mengungkapkan pada tanggal 18 Maret lalu bahwa penulisan dalam Konvensi itu sendiri menyatakan bahwa pernikahan adalah antara seorang laki-laki dan seorang perempuan adalah “jelas.” Keputusan ini menetapkan keputusan sebelumnya yang diambil oleh pengadilan tinggi Prancis yang melarang 'pernikahan' homoseks dan adopsi.
Tidak ada “diskriminasi tidak langsung (…) mengenai larangan pernikahan,” terungkap dalam Pengadilan. Pasal 12 dari Konvensi “tidak mensyaratkan pemerintah negara untuk menerima pernikahan antara pasangan homoseks.”
Rencana administrasi pemerintahan Inggris tampak tidak populer di kalangan publiknya sendiri. Sebuah poll yang diadakan oleh ComRes menunjukkan bahwa 70 persen responden menghendaki pernikahan tetap didefinisikan sebagai “komitmen ekslusif seumur hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan.” Di Skotlandia sebuah poll menunjukkan bahwa 53 persen masyarakat menganggap bahwa “kaum homoseks tidak boleh dibiarkan mengubah definisi pernikahan untuk berlaku bagi semua orang.”
Selengkapnya lihat di sini.
0 komentar :
Posting Komentar