"Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah."

“Allah:” Menganalisa Malaysia dan sikap umat Kristen (UP-DATED)

Written By Menara Penjaga on Rabu, 18 September 2013 | 00:08

10 Oktober 2013 pagi waktu setempat, sebuah pengadilan banding di Malaysia memutuskan bahwa non-Muslim tidak boleh menggunakan kata "Allah." 

Keputusan ini menganulir keluasan yang diberikan pengadilan lebih rendah kepada The Malaysia Herald (MH), sebuah koran Gereja Katolik di Malaysia, pada 2009 lalu, untuk menggunakan kata serapan Arabik untuk God (bhs. Inggris) tersebut dalam terbitan mereka. 

Menurut hakim, penggunakan kata "Allah" oleh non-Muslim akan menimbulkan kebingungan di masyarakat. 

Di Malaysia sendiri isu ini baru muncul tahun 2008. Selama berabad-abad umat Kristen di Malaysia telah menggunakan kata itu tanpa masalah. 

Fr. Lawrence Andrew, SJ, pemimpin redaksi koran mingguan tersebut, menyesalkan keputusan itu, dan akan membawa kasus ini ke pengadilan federal Malaysia. 

Ia meminta umat Kristen untuk "terus berdoa untuk keadilan." 

Keputusan pengadilan itu mendapat reaksi negatif dari sejumlah masyarakat Malaysia di Borneo (Kalimantan). Kata "Allah" digunakan dalam Alkitab bahasa Malaysia dan bahasa-bahasa daerah di Sabah dan Sarawak, di mana umat Islam dan Kristen hidup berdampingan dengan harmonis.

Pejabat Kementrian Dalam Negeri Malaysia, Datuk Wan Junaidi Tuanku Jaafar, mengungkapkan bahwa pelarangan itu hanya berlaku untuk mingguan MH. 

Federasi Kristen Malaysia mengeluarkan pernyataan bahwa pelarangan penggunaan istilah itu mempunyai konsekuensi yang lebih luas, dan akan secara langsung mempengaruhi penerbitan Kristen dalam bahasa Malaysia. 


Sumber: 
The Malaysian Insider via The Malaysia Herald 
http://www.heraldmalaysia.com/news/Allah-not-exclusive-to-Muslims,-government-declares-ban-only-applies-to-Herald-17277-2-1.html

Asia News
http://www.asianews.it/news-en/Malaysia-,-Christians-banned-from-using-Allah-.-Catholics-announce-appeal-29266.html


-------

MP – Bagaimana penilaian umat Kristen terhadap umat Islam di Malaysia?

Mungkin arah pemikiran banyak orang Kristen akan merasa kesal, sekaligus prihatin, karena bagaimana bisa penggunaan bahasa itu menjadi sebuah masalah nasional.

Tapi adalah penting untuk selalu menganalisa pertanyaan.

Kategori “umat Islam” dalam masalah ini adalah sebuah generalisasi yang kurang bijaksana.

Bahwa ada sejumlah masyarakat Muslim Malaysia yang mendukung bahwa penulisan “Allah” tidak boleh digunakan oleh non-Muslim, itu tidak berarti bahwa seluruh “umat Islam” di Malaysia berpikir demikian.

Mereka yang mendukung hal itu pun tidak semata-mata karena mereka menganut Islam. Ada juga faktor-faktor lain, misalnya ekonomi, politik, budaya, latar belakang pendidikan, dsb; bisa juga karena tidak punya pilihan lain. 


Motif agama

Itulah mengapa orang Kristen perlu bijaksana dalam menyikapi masalah ini.

Itu juga berarti bahwa kemungkinan ada umat Kristen yang bereaksi dengan tidak bijaksana. Dan itu bukan semata-mata karena ia adalah seorang Kristen. Ia juga punya latar belakang, sejarah, pendidikan, kepentingan, dsb.

Semua orang, baik secara pribadi maupun kelompok, bertindak menurut dorongan kepentingan, pengabdian, dan/atau motivasi ibadah.

Yang menjadi pertanyaan adalah motif yang melatar-belakanginya: Apakah demi keadilan, kebenaran, dan belas kasih bagi sesama manusia termasuk lingkungan hidup? Bukankah itu adalah makna agama secara universal, sekalipun dasar keyakinannya berbeda-beda?


Kepentingan politik

Kepentingan politik di balik isu agama di antara umat Muslim Malaysia sudah bukan rahasia lagi. 

Dan jika apa yang diinformasikan oleh The Christian Federation of Malaysia (Federasi Kristen Malaysia [FKM]) adalah benar, bahwa politisasi penggunaan kata “Allah” di Malaysia telah disertai dengan seruan untuk mengibarkan “perjuangan suci,” yang di dalamnya termasuk meningkatkan ketegangan dan manas-manasi umat dengan potensi kekerasan, maka kepentingan politik ini adalah pembajakan sebuah agama.

Orang-orang yang akan terprovokasi tentunya adalah orang-orang dengan pemikiran sederhana yang mencintai agama dan negaranya (jika bukan mereka yang rela melakukan apa saja demi sepiring nasi bagi keluarga).

Mereka tidak melihat kenyataan bahwa kata “Allah” telah digunakan oleh umat Kristen Arab sebelum kelahiran Islam, demikian tulis Proarte dalam bahasa Inggris di Malaysiakini.com. Ia melanjutkan bahwa melarang umat Kristen menggunakan kata 'Allah' menunjukkan ketidak-pahaman umat Muslim Malaysia akan Quran.


Ayat Quran

Tanggapan Imraz Ikhbal memperkuat hal itu. Dengan mantap ia mengajak umat Muslim Malaysia untuk berefleksi dari ayat Quran yang ditulisnya dalam bahasa Inggris:

"And dispute ye not with the people of the earlier scriptures (the Jews and the Christians) except in a manner that is best, save for those who inflict harm upon you, but say to them, "We believe in the revelation which has come down to us and in that which came down to you; Our Allah and your Allah is one and it is to Him that we submit." Sura 29:46

Dan jangan kamu berdebat dengan orang-orang dari kitab suci sebelumnya [Yahudi dan Kristen] kecuali dengan cara yang terbaik, simpanlah itu untuk mereka yang menimbulkan kerugian atas kamu, tetapi katakanlah kepada mereka [Yahudi dan Kristen], “Kami percaya pada pewahyuan yang telah turun kepada kami dan pada yang telah turun kepada kamu; Allah kami dan Allahmu adalah esa dan kepada-Nya kami tunduk.”

"The word of thy Lord doth find its fulfillment in truth and in justice: None can change His words: for He is the one who heareth and knoweth all."
Sura 6:115

Firman Tuhanmu menemukan pemenuhannya dalam kebenaran dan keadilan: Tidak ada yang bisa mengubah firmanNya: karena Ia adalah Dia yang telah mendengar dan mengetahui semua.”


Perbedaan mendasar antara iman Kristen dan Islam

Dalam kenyataannya, sekalipun umat Yahudi, Kristen, dan Islam (agama-agama Abrahamik) mengimani Allah yang Esa itu, ketiganya mempunyai ajaran agama (teologi dan praktek) yang di satu sisi mengandung kesamaan, namun di sisi lain mempunyai perbedaan yang fundamental.

“Quran, yang diklaim umat Muslim sebagai firman Allah, secara eksplisit menyatakan bahwa Allah mewahyukan pesan-[N]ya kepada manusia lewat kitab-kitab sebelumnya, yaitu Taurat dan Alkitab,” tulis Proarte.

Namun, menurutnya ada perbedaan pendapat antara pemahaman Kristen dan apa yang ditulis dalam Quran. Contohnya, seperti yang disebutnya, adalah peristiwa kebangkitan Yesus dan konsep Tri-tunggal. (Perbedaan yang bukan tanpa dasar, melainkan memiliki sejarahnya masing-masing.) 

Sekalipun demikian, menurut Proarte, hal ini tidak mengurangi kenyataan bahwa umat Kristen mengimani Pencipta alam semesta, yang dalam bahasa Arab disebut Allah (Ibrani: Elohim; Yunani: Theos; Indonesia: Allah), sekalipun ada pemahaman yang berbeda dengan umat Muslim. 


Upaya dialog

FKM dalam pernyataannya yang dimuat 9 September lalu itu “mengundang saudara-saudari Muslim di Malaysia untuk berefleksi, memahami, dan menghargai konteks bagaimana, kapan dan mengapa umat Kristen menggunakan kata 'Allah'. Penggunaannya sudah berabad-abad dalam sejarah kita bersama tanpa masalah dan kita telah hidup relatif aman dan harmonis sepanjang isu tentang hal ini berlangsung.”

Pada tahun 2009 Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan bahwa kata “Allah” bisa digunakan oleh umat Katolik dalam penerbitannya, jadi tidak eksklusif untuk umat Muslim. Hal ini diikuti oleh sejumlah aksi kekerasan dan serangan terhadap gereja-gereja dan tempat ibadah lainnya. Atas tekanan dari kelompok-kelompok yang menentang keputusan itu, 10 September ini pemerintah Malaysia melakukan banding terhadap keputusan pengadilan itu.

Di tengah situasi ini, upaya untuk sebuah dialog damai pun mendapat halangan dari kelompok-kelompok yang bersikukuh. Salah satu acara dialog baru-baru ini diprakarsai oleh Dr. Mujahid Yusof Rawa. Menurutnya dialog yang tetap berlangsung sekalipun mendapat halangan itu adalah untuk memperkuat persatuan dan perdamaian antara umat beragama.

Uskup Gereja Katolik Paul Tan Chee Ing menyebut Dr. Mujahid sebagai seorang duta perdamaian: “truly, a plenipotentiary of peace,” seperti dikutip Malaysiakini.

“Mari kita semua memahami bahwa dialog yang sejati membuat kita menjadi manusia yang sejati,” tambah uskup Paul Tan.


Dalam doa dan kebijaksanaan

Menurut Asianews.com pengadilan banding akan mengeluarkan keputusan pada Oktober nanti. Mari kita nantikan dalam doa dan kebijaksanaan, dengan mengingat:

Ada orang pintar yang punya kepentingan politik tak jujur, dan ada masyarakat sederhana yang menjunjung tinggi nilai-nilai agamanya.

Ada pula mereka yang mempunyai kebutuhan sehari-hari, namun hak-haknya telah dirampas oleh sistem di mana yang kaya mengeksploitasi yang miskin. Belum disebut mereka yang berkepentingan untuk mengadu domba umat beragama. [+]

Share this article :

0 komentar :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. Menara Penjaga - All Rights Reserved
Template Modify by Creating Website
Proudly powered by Blogger