10 Oktober 2013 pagi waktu setempat, sebuah pengadilan banding di Malaysia memutuskan bahwa non-Muslim tidak boleh menggunakan kata "Allah."
Keputusan ini menganulir keluasan yang diberikan pengadilan lebih rendah kepada The Malaysia Herald (MH), sebuah koran Gereja Katolik di Malaysia, pada 2009 lalu, untuk menggunakan kata serapan Arabik untuk God (bhs. Inggris) tersebut dalam terbitan mereka.
Menurut hakim, penggunakan kata "Allah" oleh non-Muslim akan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Di Malaysia sendiri isu ini baru muncul tahun 2008. Selama berabad-abad umat Kristen di Malaysia telah menggunakan kata itu tanpa masalah.
Fr. Lawrence Andrew, SJ, pemimpin redaksi koran mingguan tersebut, menyesalkan keputusan itu, dan akan membawa kasus ini ke pengadilan federal Malaysia.
Ia meminta umat Kristen untuk "terus berdoa untuk keadilan."
Keputusan pengadilan itu mendapat reaksi negatif dari sejumlah masyarakat Malaysia di Borneo (Kalimantan). Kata "Allah" digunakan dalam Alkitab bahasa Malaysia dan bahasa-bahasa daerah di Sabah dan Sarawak, di mana umat Islam dan Kristen hidup berdampingan dengan harmonis.
Pejabat Kementrian Dalam Negeri Malaysia, Datuk Wan Junaidi Tuanku Jaafar, mengungkapkan bahwa pelarangan itu hanya berlaku untuk mingguan MH.
Federasi Kristen Malaysia mengeluarkan pernyataan bahwa pelarangan penggunaan istilah itu mempunyai konsekuensi yang lebih luas, dan akan secara langsung mempengaruhi penerbitan Kristen dalam bahasa Malaysia.
Sumber: The Malaysian Insider via The Malaysia Herald
http://www.heraldmalaysia.com/news/Allah-not-exclusive-to-Muslims,-government-declares-ban-only-applies-to-Herald-17277-2-1.html
Asia News
http://www.asianews.it/news-en/Malaysia-,-Christians-banned-from-using-Allah-.-Catholics-announce-appeal-29266.html
-------
MP – Bagaimana penilaian umat Kristen terhadap umat Islam di Malaysia?
Keputusan ini menganulir keluasan yang diberikan pengadilan lebih rendah kepada The Malaysia Herald (MH), sebuah koran Gereja Katolik di Malaysia, pada 2009 lalu, untuk menggunakan kata serapan Arabik untuk God (bhs. Inggris) tersebut dalam terbitan mereka.
Menurut hakim, penggunakan kata "Allah" oleh non-Muslim akan menimbulkan kebingungan di masyarakat.
Di Malaysia sendiri isu ini baru muncul tahun 2008. Selama berabad-abad umat Kristen di Malaysia telah menggunakan kata itu tanpa masalah.
Fr. Lawrence Andrew, SJ, pemimpin redaksi koran mingguan tersebut, menyesalkan keputusan itu, dan akan membawa kasus ini ke pengadilan federal Malaysia.
Ia meminta umat Kristen untuk "terus berdoa untuk keadilan."
Keputusan pengadilan itu mendapat reaksi negatif dari sejumlah masyarakat Malaysia di Borneo (Kalimantan). Kata "Allah" digunakan dalam Alkitab bahasa Malaysia dan bahasa-bahasa daerah di Sabah dan Sarawak, di mana umat Islam dan Kristen hidup berdampingan dengan harmonis.
Pejabat Kementrian Dalam Negeri Malaysia, Datuk Wan Junaidi Tuanku Jaafar, mengungkapkan bahwa pelarangan itu hanya berlaku untuk mingguan MH.
Federasi Kristen Malaysia mengeluarkan pernyataan bahwa pelarangan penggunaan istilah itu mempunyai konsekuensi yang lebih luas, dan akan secara langsung mempengaruhi penerbitan Kristen dalam bahasa Malaysia.
Sumber: The Malaysian Insider via The Malaysia Herald
http://www.heraldmalaysia.com/news/Allah-not-exclusive-to-Muslims,-government-declares-ban-only-applies-to-Herald-17277-2-1.html
Asia News
http://www.asianews.it/news-en/Malaysia-,-Christians-banned-from-using-Allah-.-Catholics-announce-appeal-29266.html
-------
MP – Bagaimana penilaian umat Kristen terhadap umat Islam di Malaysia?
Mungkin arah pemikiran banyak orang
Kristen akan merasa kesal, sekaligus prihatin, karena bagaimana bisa
penggunaan bahasa itu menjadi sebuah masalah nasional.
Tapi adalah penting untuk selalu
menganalisa pertanyaan.
Kategori “umat Islam” dalam masalah
ini adalah sebuah generalisasi yang kurang bijaksana.
Bahwa ada sejumlah masyarakat Muslim
Malaysia yang mendukung bahwa penulisan “Allah” tidak
boleh digunakan oleh non-Muslim, itu tidak berarti bahwa
seluruh “umat Islam” di Malaysia berpikir demikian.
Mereka yang mendukung hal itu pun tidak
semata-mata karena mereka menganut Islam. Ada juga faktor-faktor
lain, misalnya ekonomi, politik, budaya, latar belakang pendidikan,
dsb; bisa juga karena tidak punya pilihan lain.
Motif agama
Itulah mengapa orang Kristen perlu
bijaksana dalam menyikapi masalah ini.
Itu juga berarti bahwa kemungkinan ada
umat Kristen yang bereaksi dengan tidak bijaksana. Dan itu bukan
semata-mata karena ia adalah seorang Kristen. Ia juga punya latar
belakang, sejarah, pendidikan, kepentingan, dsb.
Semua orang, baik secara pribadi maupun
kelompok, bertindak menurut dorongan kepentingan, pengabdian,
dan/atau motivasi ibadah.
Yang menjadi pertanyaan adalah motif
yang melatar-belakanginya:
Apakah demi keadilan, kebenaran, dan belas kasih bagi sesama manusia
termasuk lingkungan hidup? Bukankah itu adalah makna agama secara
universal, sekalipun dasar keyakinannya berbeda-beda?
Kepentingan politik
Kepentingan politik di balik isu agama
di antara umat Muslim Malaysia sudah bukan rahasia lagi.
Dan jika apa yang diinformasikan oleh The Christian Federation of Malaysia (Federasi Kristen Malaysia [FKM])
adalah benar, bahwa politisasi penggunaan kata “Allah” di
Malaysia telah disertai dengan seruan untuk mengibarkan “perjuangan
suci,” yang di dalamnya termasuk meningkatkan ketegangan dan
manas-manasi umat dengan potensi kekerasan, maka kepentingan politik
ini adalah pembajakan sebuah agama.
Orang-orang yang akan terprovokasi
tentunya adalah orang-orang dengan pemikiran sederhana yang mencintai
agama dan negaranya (jika bukan mereka yang rela melakukan apa saja
demi sepiring nasi bagi keluarga).
Mereka tidak melihat kenyataan bahwa
kata “Allah” telah digunakan oleh umat Kristen Arab sebelum
kelahiran Islam, demikian tulis Proarte dalam bahasa Inggris di
Malaysiakini.com.
Ia melanjutkan bahwa melarang umat Kristen menggunakan kata 'Allah' menunjukkan ketidak-pahaman umat Muslim Malaysia akan Quran.
Ayat Quran
Tanggapan Imraz Ikhbal memperkuat
hal itu. Dengan mantap ia mengajak umat Muslim Malaysia untuk
berefleksi dari ayat Quran yang ditulisnya dalam bahasa Inggris:
"And
dispute ye not with the people of the earlier scriptures (the Jews
and the Christians) except in a manner that is best, save for those
who inflict harm upon you, but say to them, "We believe in the
revelation which has come down to us and in that which came down to
you; Our Allah and your Allah is one and it is to Him that we
submit." Sura
29:46
Dan jangan kamu berdebat dengan orang-orang dari kitab suci sebelumnya [Yahudi dan Kristen] kecuali dengan cara yang terbaik, simpanlah itu untuk mereka yang menimbulkan kerugian atas kamu, tetapi katakanlah kepada mereka [Yahudi dan Kristen], “Kami percaya pada pewahyuan yang telah turun kepada kami dan pada yang telah turun kepada kamu; Allah kami dan Allahmu adalah esa dan kepada-Nya kami tunduk.”
"The word of thy Lord doth find its fulfillment in truth and in justice: None can change His words: for He is the one who heareth and knoweth all." Sura 6:115
Firman Tuhanmu menemukan pemenuhannya dalam kebenaran dan keadilan: Tidak ada yang bisa mengubah firmanNya: karena Ia adalah Dia yang telah mendengar dan mengetahui semua.”
Perbedaan mendasar antara iman
Kristen dan Islam
Dalam kenyataannya, sekalipun umat
Yahudi, Kristen, dan Islam (agama-agama Abrahamik) mengimani Allah
yang Esa itu, ketiganya mempunyai ajaran agama (teologi dan praktek)
yang di satu sisi mengandung kesamaan, namun di sisi lain mempunyai
perbedaan yang fundamental.
“Quran, yang diklaim umat Muslim
sebagai firman Allah, secara eksplisit menyatakan bahwa Allah
mewahyukan pesan-[N]ya kepada manusia lewat kitab-kitab sebelumnya,
yaitu Taurat dan Alkitab,” tulis Proarte.
Namun, menurutnya ada perbedaan
pendapat antara pemahaman Kristen dan apa yang ditulis dalam Quran. Contohnya, seperti yang disebutnya, adalah peristiwa kebangkitan Yesus dan konsep Tri-tunggal.
(Perbedaan yang bukan tanpa dasar, melainkan memiliki sejarahnya masing-masing.)
Sekalipun demikian, menurut Proarte, hal ini tidak
mengurangi kenyataan bahwa umat Kristen mengimani Pencipta alam
semesta, yang dalam bahasa Arab disebut Allah (Ibrani: Elohim;
Yunani: Theos; Indonesia: Allah), sekalipun ada pemahaman yang berbeda dengan umat
Muslim.
Upaya dialog
FKM dalam
pernyataannya yang dimuat 9 September lalu itu “mengundang
saudara-saudari Muslim di Malaysia untuk berefleksi, memahami, dan
menghargai konteks bagaimana, kapan dan mengapa umat Kristen
menggunakan kata 'Allah'. Penggunaannya sudah berabad-abad dalam
sejarah kita bersama tanpa masalah dan kita telah hidup relatif aman
dan harmonis sepanjang isu tentang hal ini berlangsung.”
Pada tahun 2009
Pengadilan Tinggi Malaysia memutuskan bahwa kata “Allah” bisa
digunakan oleh umat Katolik dalam penerbitannya, jadi tidak eksklusif untuk umat Muslim. Hal
ini diikuti oleh sejumlah aksi kekerasan dan serangan terhadap
gereja-gereja dan tempat ibadah lainnya. Atas tekanan dari
kelompok-kelompok yang menentang keputusan itu, 10 September ini
pemerintah Malaysia melakukan banding terhadap keputusan pengadilan itu.
Di tengah situasi ini, upaya untuk sebuah
dialog damai pun mendapat halangan dari kelompok-kelompok yang
bersikukuh. Salah satu acara dialog baru-baru ini diprakarsai oleh Dr. Mujahid Yusof Rawa. Menurutnya dialog yang tetap berlangsung sekalipun mendapat halangan itu adalah untuk memperkuat persatuan dan perdamaian antara umat
beragama.
Uskup Gereja
Katolik Paul Tan Chee Ing menyebut Dr. Mujahid sebagai seorang duta
perdamaian: “truly, a plenipotentiary of peace,” seperti dikutip
Malaysiakini.
“Mari kita semua
memahami bahwa dialog yang sejati membuat kita menjadi manusia yang
sejati,” tambah uskup Paul Tan.
Dalam doa dan kebijaksanaan
Menurut Asianews.com pengadilan banding akan mengeluarkan keputusan pada Oktober nanti. Mari kita nantikan dalam doa dan kebijaksanaan, dengan mengingat:
Ada orang pintar yang punya kepentingan
politik tak jujur, dan ada masyarakat sederhana yang menjunjung
tinggi nilai-nilai agamanya.
Ada pula mereka yang mempunyai
kebutuhan sehari-hari, namun hak-haknya telah dirampas oleh sistem di
mana yang kaya mengeksploitasi yang miskin. Belum disebut mereka yang
berkepentingan untuk mengadu domba umat beragama. [+]
0 komentar :
Posting Komentar