Para pendukung dan penentang keputusan Mahkamah Agung AS (foto: blog.zap2it.com). |
AMERIKA SERIKAT, Washington, D. C. (MP) -- Dalam tulisan sebelumnya (lihat
di sini) MP telah menyoroti perkembangan sekitar isu gerakan
revolusi seksual di berbagai belahan dunia, termasuk di Amerika
Serikat (AS). Berikut liputan khusus menyangkut dua
kasus besar terkait masalah 'pernikahan' sejenis yang dibawa ke Mahkamah
Agung (MA) di negara Paman Sam.
Dua kasus penting
Kasus yang pertama adalah mengenai DOMA
(defense of marriage act) yaitu peraturan federal di Amerika
Serikat (AS) yang mendefinisikan pernikahan adalah antara seorang
perempuan dan seorang laki-laki. Peraturan ini ditetapkan oleh
kongres AS pada masa kepresidenan Bill Clinton.
Yang kedua adalah Proposition 8, yaitu
voting (referendum) yang dimenangkan masyarakat California untuk
menetapkan bahwa pernikahan di negara bagian itu adalah antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kemenangan itu kemudian
digugat dan dianulir pengadilan.
Pdt. William Owens (foto CNA). |
Perlu bangkit
Keputusan MA hari
Rabu kemarin yang menyatakan bahwa DOMA “tidak konstitusional”
membawa ratapan di banyak kalangan.
Pdt. William Owens, presiden
Coalition of African-American pastors (kualisi para pendeta
berlatarbelakang Afrika-Amerika), mengungkapkan “MA...mengabaikan
anak-anak kita yang sangat berharga yang membutuhkan seorang ibu dan
seorang ayah yang dipersatukan dalam pernikahan untuk perkembangan
mereka yang sehat.”
Menurut Pdt. Owens komunitas
Afrika-Amerika telah dibanjiri masalah dengan banyaknya anak-anak
yang tumbuh dengan hanya satu orangtua (single-parent).
“Keputusan ini hanya akan mempercepat kerusakan lebih jauh dalam
komunitas dan masyarakat kami,” ujarnya mengingatkan bahwa sudah
saatnya “komunitas Afrika-Amerika dan orang Kristen untuk bangkit
dan membarui upaya mereka untuk melindungi [institusi] pernikahan dan
memperkuat keluarga di dalam komunitas mereka.” (CNA)
Senada dengan itu, Robert Tyler,
penasihat umum organisasi Advocates for Faith and Freedom
(Advokat untuk Iman dan Kebebasan) menanggapi:
“Pernikahan telah lama dan selalu
dipahami lebih dari sekedar 'hubungan sipil'. Pernikahan itu adalah
sebuah lembaga yang dimaksudkan untuk menciptakan lingkungan optimal
untuk membesarkan anak-anak – yaitu di mana ada seorang ibu dan
seorang ayah. Meskipun tidak semua pernikahan antara pria dan wanita
adalah sempurna, dan beberapa mungkin berakhir dengan perceraian,
kebijakan publik selalu mengakui perlunya mendorong pernikahan
sebagai pembentuk suatu masyarakat," demikian dikutip di
Christian
News Wire.
Sebagai pendukung Proposition 8, Mr.
Tyler sangat menyesali keputusan MA yang memutuskan untuk menolak
mengambil keputusan mengenai masalah itu, yang berarti keputusan
pengadilan lebih rendah yang menyatakan bahwa referendum tersebut
“tidak konstitusional” akan tetap berlaku.
Anak-anak siapa?
Sementara ada ratapan di hati
orang-orang seperti Pdt. Owens dan Mr. Tyler, tentunya ada
kegembiraan bagi mereka yang mendukung keputusan MA yang menyatakan
bahwa pemerintah federal harus menerima 'pernikahan' partner sesama
jenis di negara-negara bagian di AS yang telah menerima hubungan
demikian.
Dengan keputusan MA mengenai Proposition 8,
'pernikahan' sejenis diterima di 13 dari 52 negara bagiannya).
Menurut hakim Anthony Kennedy
yang menulis hasil keputusan mayoritas (5-4) bahwa keputusan MA ini
sesuai dengan Amandemen ke-5 yang menjamin persamaan perlindungan di
bawah hukum federal.
Ini berarti tunjangan tertentu atau
perlakuan khusus perpajakan yang diatur hukum federal AS untuk
mendorong pernikahan (antara seorang laki-laki dan seorang perempuan)
sebagai dasar suatu masyarakat dan sarana untuk menumbuh-kembangkan
anak-anak turut juga diberikan bagi parner sejenis yang 'menikah' di
13 negara bagian tadi.
Dan terlihat bahwa partner sejenis
memang bisa 'punya' anak. NY
Times menyebut “puluhan ribu anak yang sekarang ini
dibesarkan oleh pasangan sejenis.”
Ada kebenaran di balik pernyataan
Robert O. Lopez waktu lalu: “Panti
asuhan di Asia atau di sebuah kota di Amerika [Serikat] dipercayakan
dengan kewenangan adopsi untuk membuat keputusan yang terbaik bagi
kehidupan anak, bukan untuk memenuhi permintaan pasar bagi pasangan
sesama jenis yang menginginkan anak-anak.”
Bukannya menyudutkan partner sejenis
yang mungkin bermaksud baik mengadopsi, tapi tampaknya kita semua
perlu berusaha lebih keras supaya yang terbaik untuk anak itu yang
diperolehnya, dan itu bukan sekedar materi.
Peringatan keras
NY Times bukan satu-satunya
media cetak yang memberi liputan positif terhadap keputusan MA ini.
Bahkan penelitian
Pew's Project menunjukkan bahwa setiap liputan berita TV
di AS menunjukkan dukungan terhadap keputusan itu, lebih jauh
melebihi yang tidak mendukung. Media memang berpengaruh.
Tak dapat disalahkan jika situasi ini
telah membuat pengamat dan aktivis pembela keluarga seperti Dr.
Scott Lively muncul dengan peringatan keras.
Dr. Lively adalah presiden organisasi
Defend the Family International (membela keluarga
internasional) yang saat ini harus menghadapi dakwaan atas tuduhan
“Kejahatan Melawan Kemanusiaan” karena berkhotbah di Uganda,
Afrika, menentang praktek yang seperti diungkapkan
oleh Lopez sebelumnya dikategorikan “kelainan mental.”
Dalam tulisannya berjudul A
Warning to the Church in America (peringatan untuk gereja di
Amerika) Dr. Lively memperingatkan Gereja di Amerika tentang “perang
rohani dan budaya” yang belum pernah ada sebelumnya. Di dalamnya
gereja-gereja, jemaat, bahkan keluarga Kristen akan terpecah. Bahkan
ia memprediksikan bahwa para penentang praktek hubungan sejenis akan
mengalami aniaya.
“Yang pasti, pandangan seseorang
terhadap [praktek] hubungan sejenis tak harus menjadi sebuah masalah
menyangkut keselamatan [seseorang], tetapi kesanggupan seseorang
untuk bersandar pada Yesus melalui penganiayaan bisa menentukan,”
tulisnya.
Sudut pandang positif
Konferensi Keuskupan Katolik AS (United States Bishops conference) mengeluarkan pernyataan yang diawali dengan ungkapan "Hari ini adalah hari yang tragis bagi pernikahan dan bagi bangsa kita." (LSN)
Namun demikian, masih ada yang melihat
perkembangan ini dari segi positif. Tony Perkins, presiden
organisasi Family Research Council (dewan penelitian
keluarga), mengungkapkan bahwa ia merasa “lega” karena MA tidak
memutuskan semua negara bagian di AS untuk merubah arti pernikahan
kodrati “seperti yang diupayakan.” (CNA)
2 komentar :
Sedih juga ya...tapi salut bagi yg terus berjuang!
Trims Kirana utk komenx. Setuju.
Posting Komentar