Ratusan
orang berkumpul di Gereja St. Francisca Romana di Roma, Italia, untuk
menghadiri Misa pemakaman Chiara Corbella, seorang ibu muda yang
meninggal dunia akibat kanker. Hari itu tanggal 16 Juni 2012.
Pada
usia 28 tahun Chiara bahagia menikah dengan Enrico Petrillo.
Kebahagiaan
itu bukannya tanpa luka, karena dua anak pertama mereka meninggal
karena cacat lahir.
Sekalipun
luka itu tak membuat mereka menyerah atau marah.
Keduanya
justru bersyukur untuk waktu beberapa menit yang mereka lewatkan
bersama anak-anak mereka, David dan Maria, sebelum keduanya
meninggal.
Chiara
dan Enrico pun menjadi pengingat bagi para orangtua betapa mereka
harus bersyukur ketika menggendong bayi mereka dan melihat anak-anak
itu tumbuh dewasa.
Pada
tahun 2010, Chiara hamil untuk ketiga kalinya. Kali ini menurut
dokter anak dalam kandungannya berkembang normal.
Namun
Chiara didiagnosis membawa kanker agresif. Ia disarankan untuk mulai
menerima pengobatan yang berisiko bagi kehamilannya.
Situasi
yang dihadapinya tak memberi banyak pilihan.
Chiara
memutuskan untuk melindungi bayi mereka dan menunda pengobatan sampai
setelah ia melahirkan.
Tanggal
30 Mei 2011 seorang anak laki-laki lahir di dunia. Ia diberi nama
Francisco.
Namun,
kanker telah dengan cepat berkembang dan ibu yang berbahagia ini
harus kehilangan penglihatan di salah satu matanya.
Setelah
setahun berjuang melawan kanker Chiara menghembuskan nafas
terakhirnya pada tanggal 13 Juni. Ia dikelilingi oleh orang-orang
yang dikasihinya, dan berpulang dengan keyakinan bahwa ia akan
bertemu dengan kedua anaknya di surga.
"Saya
akan ke surga untuk mengurus Maria dan David, kau tinggal di sini
dengan ayah. Aku akan berdoa untukmu," tulis Chiara dalam sebuah
surat untuk Francisco seminggu sebelum kepergiannya.
Pengorbanan
dan cinta seorang ibu yang dimiliki Chiara membuatnya disebut sebagai
"Gianna Beretta kedua," orang suci umat Katolik abad ke-20
yang mengorbankan hidupnya dalam kondisi yang sama untuk
menyelamatkan bayi yang belum lahir.
Pastor
Vito, pembimbing rohani Chiara menyebut kisah pengorbanan sang ibu
sebagai, "sebuah kesaksian yang bisa menyelamatkan begitu banyak
orang."
Enrico,
sang suami tercinta, mengatakan ia mengalami "kisah cinta di
kayu salib."
Berbicara
kepada Radio Vatikan, ia mengatakan bahwa mereka belajar dari tiga
anak mereka bahwa tidak ada perbedaan dalam kehidupan yang
berlangsung 30 menit atau 100 tahun.
"Adalah
hal yang indah untuk mendapati cinta ini terus tumbuh di tengah
begitu banyak masalah," katanya.
"Kami
bertumbuh dalam kasih untuk satu dengan yang lain dan Yesus. Kami
tidak pernah kecewa dengan cinta ini, dan untuk alasan ini, kami
tidak pernah kehilangan waktu, meskipun orang-orang di sekitar kami
berkata, 'Tunggu, jangan terburu-buru untuk memiliki anak lagi',"
kata Enrico.
Dunia
saat ini mendorong orang untuk membuat pilihan yang salah tentang
bayi dalam kandungan, orang sakit dan orang tua, "tetapi Tuhan
menjawab dengan cerita seperti kami ini."
"Kita
adalah orang-orang yang suka berfilsafat tentang kehidupan, tentang
siapa yang menciptakannya, dan itu sebabnya, pada akhirnya, kita
membuat bingung diri kita sendiri dengan ingin menjadi pemilik
kehidupan dan lari dari salib yang Tuhan beri kepada kita,"
lanjutnya.
"Yang
benar adalah bahwa salib ini - jika Anda menerimanya bersama Kristus
– tidak seburuk yang kelihatan. Jika Anda percaya kepada-Nya, Anda
akan menemukan bahwa api ini, salib ini, tidak membakar, dan
kedamaian dapat ditemukan dalam penderitaan, dan sukacita didapati
dalam kematian," jelas Enrico.
"Aku
menghabiskan banyak waktu tahun ini merenungkan kalimat dari Injil
yang mengatakan Tuhan memberi kuk yang manis dan beban yang ringan.
Ketika aku melihat Chiara ketika ia mendekati kematian, saya jelas
menjadi sangat marah. Tapi aku mengerahkan semua keberanian dan
beberapa jam sebelumnya - itu sekitar pukul delapan pagi, Chiara
meninggal pada siang hari – aku bertanya.
"Tapi
Chiara, cintaku, apakah benar salib ini benar-benar manis, seperti
firman Tuhan? Dia menatapku dan dia tersenyum, dan dengan suara
lembut ia berkata, 'Ya, Enrico, [salib] ini sangat manis'. Dalam hal
ini, keluarga tidak melihat Chiara meninggal dengan tenang, tapi
bahagia, yang merupakan hal yang benar-benar berbeda," kata
Ernico.
Enrico
menambahkan bahwa ketika Francisco tumbuh, dia akan memberitahu
anaknya itu "betapa indah membiarkan diri dicintai oleh Allah,
karena jika kau merasa dicintai kau dapat melakukan apapun," dan
ini adalah "hal yang paling penting dalam hidup: untuk
membiarkan dirimu dicintai supaya mencintai dan mati berbahagia."
"Saya
akan mengatakan kepadanya bahwa ini adalah apa yang ibunya, Chiara,
lakukan. Dia membiarkan dirinya dicintai, dan dalam arti tertentu,
saya pikir dia mencintai semua orang dengan cara ini. Aku merasa dia
lebih hidup dari sebelumnya. Untuk dapat melihatnya mati berbahagia
menurut saya adalah sebuah tantangan terhadap kematian." (CNA/MP)
0 komentar :
Posting Komentar