Sebuah pembunuhan keji kembali terjadi
di Nigeria, negara bagian Yobe. 42 pelajar dan seorang guru dilaporkan tewas dalam serangan itu [laporan lainnya mengatakan sekurangnya 30], dan
seperti biasa, yang disebut “Boko Haram” diduga sebagai
pelakunya.
Mengapa para pelajar yang tak bersalah ini dinilai pantas
diperlakukan demikian hanya Tuhan yang tahu. Tapi yang pasti
orangtua, sahabat dan teman para korban harus hidup dengan luka yang
dalam karena perbuatan keji ini.
“Boko Haram” (anti pendidikan
Barat) sebenarnya bukan julukan yang menguntungkan untuk Jama'atul
Alhul Sunnah Lidda'wati wal jihad
(disingkat JAS),
karena pada kenyataannya tidak semua hal yang menyangkut pendidikan
Barat negatif semata-mata. Ada yang negatif, tapi masih banyak juga
hal yang positif.
Itu sebabnya, dengan
pengindentifikasian seperti itu, JAS tidak akan mendapatkan simpati
dari masyarakat yang mengaku anti kekerasan dan pro-pendidikan.
Sekalipun di sisi lain mereka (JAS) mendapat keberpihakan
organisasi-organisasi teroris.
Dari namanya saja JAS telah menunjukkan
bahwa mereka mempunyai keterkaitan dengan agama Islam. Sekalipun
agama Islam tentu tidak berkaitan dengan aksi pemboman dan pembunuhan
keji yang terus melanda masyarakat Nigeria.
Hanya mereka yang telah termakan
propaganda negatif Islam yang akan percaya hal itu. Sebagian di
antara mereka telah mengambil inisiatif untuk memberitakan Injil
perdamaian karena menganggap Islam adalah agama kekerasan. Semoga
ketika mereka belajar sejarah Perang Salib dan Inkuisisi, mereka
dapat melakukan pekerjaan pemberita Injil dengan motivasi yang benar.
Sebenarnya bagian awal judul di atas
lebih tepatnya adalah “Upaya menjatuhkan pemerintah.” [Atau "Bagaimana merebut sumberdaya alam"] Ini lebih
terang menunjukkan bahwa artikel ini bukan sebuah seruan untuk
menjatuhkan pemerintah manapun, terutama yang sah.
Kalau benar pemberitaan media bahwa JAS
ada di belakang berbagai aksi kekerasan dan pembunuhan ribuan orang
Kristen di Nigeria, tak terkecuali Muslim, maka organisasi ini memang
sedang bertujuan menciptakan instabilitas (kekacauan) untuk
menjatuhkan pemerintah Nigeria.
Media menyebut bahwa mereka ingin
menerapkan hukum Islam di Nigeria, tapi perlu diingat bahwa JAS
berkaitan dengan Islam, namun bukan Islam.
Ini karena Islam sekarang ini nampak
efektif digunakan untuk menjatuhkan pemerintah. Maksudnya adalah
ciptakan sebuah kelompok seperti JAS yang kemudian membunuhi penganut
Kristen. Sebagai reaksi adalah munculnya orang-orang Kristen yang
akan membunuhi penganut Islam. Hasilnya adalah kekacauan yang siap
diamankan oleh negara-negara asing yang membutuhkan sumber daya alam
lebih banyak lagi untuk menopang gaya hidup borjuis mereka.
Jadi jelaslah bahwa kasus “Boko
Haram” memang dapat menjatuhkan sebuah pemerintah dan menjadikan
sebuah negara menjadi ladang penjagalan.
Sangat tragis kalau tulisan ini
berakhir di sini.
Karena itu, pertanyaannya adalah apakah
ada pelajaran yang bisa diambil dari tindakan haram membunuhi sesama
manusia yang tak bersalah?
Setiap masalah pada hakikatnya adalah
situasional, dan karena itu jalan keluarnya adalah situasional pula.
Yang dimaksud dengan “situasional” adalah tergantung situasi dan
kondisi setempat.
Jikalau demikian, maka untuk mengatasi
masalah ini diperlukan suatu diskusi, dialog, kerja sama dan rembuk
pikir antara semua elemen yang ada dalam situasi dan kondisi
setempat. Mereka ini yang tahu bagaimana menyikapi masalah dan
mencari jalan keluarnya.
Berbicara dalam kasus seperti di
Nigeria, itu berarti pemerintah, tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh adat
dan masyarakat, tokoh-tokoh pemuda dan perempuan, semua yang
berkepentingan, perlu menyatukan persepsi untuk bisa merumuskan
respon bersama, misalnya dimulai dari peningkatan keamanan lingkungan
bersama, intelijen masyarakat, penyediaan lapangan pekerjaan,
intensifitas ekonomi masyarakat, dsb.
Jikalau ini tak terjadi, maka jarak
antara komunitas-komunitas yang mungkin sedang diadu domba ini akan
semakin jauh; membawa mereka semakin dekat pada saling membinasakan.
Itu sebabnya, sekalipun setiap masalah
dan jalan keluarnya bersifat situasional, pembelajaran dari kasus
“Boko Haram” ini bersifat internasional. Semoga bisa membantu. (+)
0 komentar :
Posting Komentar