Dr. Angela McCaskill |
INGGRIS, London.
Dalam sebuah artikel berjudul The Gay Bullies are Being Exposed (intimidasi gay dinampakkan) Michael Brown, penulis The Real Kosher Jesus, menyorot kasus Adrian Smith yang baru-baru ini menulis di halaman Facebooknya, "Jika negara ingin menawarkan pernikahan sipil terhadap pasangan sesama jenis, itu terserah kepada negara, tetapi negara tidak harus memaksakan aturan itu di tempat iman dan hati nurani."
Dalam sebuah artikel berjudul The Gay Bullies are Being Exposed (intimidasi gay dinampakkan) Michael Brown, penulis The Real Kosher Jesus, menyorot kasus Adrian Smith yang baru-baru ini menulis di halaman Facebooknya, "Jika negara ingin menawarkan pernikahan sipil terhadap pasangan sesama jenis, itu terserah kepada negara, tetapi negara tidak harus memaksakan aturan itu di tempat iman dan hati nurani."
(Dari
ungkapannya ini muncullah kenyataan yang sebenarnya, nilai-nilai
agama tak terpisah dari moralitas negara).
Oleh sebuah keluhan
'teman' Facebooknya yang mengatakan bahwa itu “jelas-jelas
homofobik,” perusahaan tempat Adrian bekerja memotong gajinya
sebesar 40%.
Susanne
dan
Mike
Wilkinson,
pasangan Kristen yang taat pemilik tempat penginapan dan sarapan,
menolak menyewakan kamar bagi dua orang laki-laki pelaku hubungan
sejenis pada tahun 2010 lalu, sebelumnya mereka telah menolak untuk
menyewakan kamar kepada dua orang kekasih yang belum menikah. Namun,
mereka kemudian diajukan ke pengadilan oleh kedua laki-laki itu dan,
dua minggu lalu, Susanne dan Mike dinyatakan bersalah menyakiti
perasaan pasangan sejenis itu, dan didenda hampir USD 6.000.
Menurut
Michael, Susanne dan Mike menerima ratusan teror email termasuk
menyebut “Aku akan datang membakar rumahmu rata tanah.”
Itimidasi
serupa terjadi terhadap Rhys
dan
Esther
Curnow,
dua orang kekasih yang baru menikah dan berpartisipasi dalam
menyerahkan petisi dari Coalition
for Marriage
ke Gedung Parlemen Inggris. Halaman Facebook mereka dibanjiri dengan
kutukan dan sikap intoleransi yang ekstrim dari para homoseksualis.
(Lihat di sini)
Menyeberang
ke Amerika Serikat, Dr.
Angela McCaskill,
pemimpin bidang urusan kemajemukan yang berlatar belakang
Afrika-Amerika di Gallaudet University, Washington, DC, secara tak
adil dicutikan karena menanda-tangani petisi yang menuntut
diadakannya referendum tentang definisi pernikahan di Maryland, AS.
Ia diadukan oleh dua orang pelaku hubungan sejenis di administrasi
sekolah itu. (Lihat di sini)
Tapi
Dr. McCaskill, tidak tunduk pada bentuk
intimidasi seperti ini, sekalipun ia adalah seorang yang tidak
bisa mendengar (tuli). Ia mengadakan konferensi press di mana ia
mengatakan, “Saya kecewa karena Gallaudet University masih
merupakan universitas intoleran, yang dikelola dengan menggunakan
intimidasi, dan bullying di
antara dosen, staf, dan mahasiswa.”
Kurang
lebih 25 tahun yang lalu, dua orang pengatur
strategi gerakan homoseksualisme menyatakan bahwa adalah hal yang
esensial untuk “menggambarkan pelaku hubungan sejenis sebagai
korban, bukan sebagai penantang yang agresif.” Mereka menjelaskan
bahwa dalam upaya memenangkan masyarakat untuk mendukung mereka,
“para pelaku hubungan sejenis harus digambarkan sebagai korban yang
perlu mendapat perlindungan supaya mereka yang bukan pelaku hubungan
sejenis secara refleks akan cenderung mengambil peran sebagai
pelindung.” Tampaknya strategi ini sudah mulai berubah.
Dalam
artikelnya, Michael mengakui kenyataan bahwa cukup banyak perempuan
dan laki-laki pelaku hubungan sejenis yang telah menjadi korban
kebencian dan kekerasan, dan mereka ini layak mendapat perlindungan
masyarakat sama seperti anggota masyarakat lainnya. “Tapi saat ini,
semakin banyak pelaku hubungan sejenis yang menjadi pelaku [kebencian
dan kekerasan],” dan orang lain yang sopan dan berkeadaban dalam
masyarakat menjadi korban.(MP)
0 komentar :
Posting Komentar