Jangan lagi: Puing-puing dari konflik di Poso sebelumnya. |
INDONESIA, Poso (22 Oktober 2012).
Kepala Polres Poso Ajun Komisaris Besar Eko Santoso
mengatakan, bom yang meledak di pos polisi lalu lintas di Poso,
Senin (22/10/2012) pagi, mengakibatkan seorang anggota polisi lalu
lintas, Bripda Rusliadi; dan seorang satpam Bank Rakyat
Indonesia, Muhammad Akbar, terluka. Eko mengatakan, bom
tersebut meledak dua kali.
"Kejadian sekitar pukul
06.15, bertempat di pos lalu lintas. Ledakan bom terjadi sebanyak dua
kali," ujar Eko saat dihubungi dari Jakarta, Senin pagi,
demikian kutipan berita Kompas.com
(22/10/12).
Mabes Polri
"Indikasi
ada provokasi atas penyerangan ini, diduga petugas polisi
menjadi target," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo
Penmas) Mabes
Polri
Brigjen Boy
Rafli
Amar
kepada wartawan.
Ia
menghimbau agar warga Poso
tidak terprovokasi dengan peristiwa yang terjadi.
Peristiwa-peristiwa
yang terjadi di Poso akhir-akhir ini mengangkat pertanyaan penting:
Apakah
Poso masih belum aman?
Ibarat Api
Pembunuhan
dua anggota kepolisian dan beberapa teror bom belakangan ini
menjadi tolok ukur jawaban. Namun pertanyaan penting di sini adalah:
Siapa
yang berkepentingan?
Ibarat
api, siapa yang menjaganya supaya dapat dipakai untuk membakar
sewaktu-waktu diperlukan? Banyak yang perlu api untuk memasak, tapi
api ini dijaga untuk merusak.
Dan
bahan bakarnya adalah masyarakat yang polos, lugu, dan yang mempunyai
ikatan emosional yang tulus dengan agama junjungannya.
Apakah
masyarakat Poso punya niat untuk belajar dari sejarah? Semoga saja
demikian.
Coba
baca tulisan blog
Fadli Pinokio. Tidak netral memang, tapi cukup menunjukkan betapa
menyedihkan ketika
masyarakat tak bersalah diadu domba.
Adu domba
Dari
dua orang yang bertikai, dikatakan satu Kristen dan yang lain Islam,
masyarakat dipecah menjadi dua kelompok, berhadap-hadapan. Ada yang
melihat iparnya di kelompok sebelah, ipar itu melihat di kelompok
sebelah ada sahabat satu tim sepak bola, kedua pihak masih menahan
diri, hanya mengacung-acungkan kepalan dan benda-benda tajam.
Sampai
satu ketika seorang tak dikenal dari belakang melempar batu ke
“kelompok Islam” dan seorang di antara kerumunan itu berteriak
“kelompok Kristen” melempar batu, dan sebuah kisah Saur Sepuh
tanpa kamera pun terjadi.
Darah
tercurah...bisa jadi dari seorang ayah yang sedang membesarkan tiga
anak kecil, seorang kakek yang selalu menjadi tempat mencari
pembelaan dari cucu-cucu. Atau siapa saja: seorang anak, seorang
suami, seorang buruh bangunan yang selalu bekerja keras untuk
keluarga, untuk membangun rumah dan tempat tinggal dengan susah payah
bertahun-tahun, yang kemudian dalam sekejap dirusak, dibakar dan
dimusnahkan.
Siapa
mereka yang tega duduk tersenyum menyaksikan api membakar masyarakat
yang polos dan lugu, menunggu masakannya siap dicicipi dengan senyum
setan yang masih sama sejak dari mulanya.
Apa sebutannya, "kolak konflik antar-agama"? "Kari pemiskinan dan pembodohan sistematis masyarakat"?
Masyarakat harus waspada. Siapapun
kelompok ini, apakah dari luar atau dari dalam, mereka harus
dilawan!***
0 komentar :
Posting Komentar