Uskup Agung Abuja, Nigeria, Kardinal John O. Onaiyekan (foto: CNA/Lauren Cater) |
Pertemuan tersebut membahas bagaimana meningkatkan hubungan Kristen Katolik dan Muslim
serta masalah pertumbuhan sekularisme global dan ekstremisme.
Para pembicara berasal dari berbagai negara,
termasuk Irak, Iran, Yordania, Maroko, Lebanon, Suriah, Mesir,
Tunisia, Arab Saudi, Indonesia, Pakistan, Amerika Serikat, Prancis
dan Italia. (CNA)
Situasi Nigeria
Human Rights Watch
melaporkan bahwa sejak 2009 sebanyak 2.800 nyawa telah menjadi korban
tindakan terorisme di Nigeria.
Kebanyakan di antara
mereka merupakan masyarakat berlatar belakang agama Kristen.
“Jama'atul
Alhul Sunnah Lidda'wati wal jihad”
atau yang sering disebut “Boko Haram” dianggap bertanggung jawab
atas berbagai tindakan tidak berprikemanusiaan yang telah menciptakan
kekacauan di beberapa negara bagian di Nigeria.
Menurut Kardinal
Onaiyekan, Jama'atul
Alhul Sunnah (JAS)
awalnya bukan merupakan sebuah kelompok teroris. Awalnya kelompok ini
menolak untuk bekerja dengan non-Muslim, tetapi tidak pernah
melakukan kekerasan.
"Masalahnya
adalah masukan apa yang mereka dapatkan dari link luar mereka,”
ungkap Kardinal Onaiyekan menunjuk bahwa masalah yang terjadi di
Nigeria adalah akibat pengaruh dari kelompok-kelompok dari luar. Ia
juga menyentil tentang pasokan dana dari luar.
"Tidak bahkan
lima persen dari Muslim di Nigeria setuju dengan Boko Haram, dan
mereka [umat Muslim] khawatir karena mereka [JAS] membunuh Muslim
juga, dan memberikan Islam nama yang buruk," katanya.
Di Nigeria umat Kristen
dan Muslim secara umum telah hidup berdampingan secara damai. Namun
sampai beberapa tahun yang lalu, berbagai tindak kekerasan dan
pemboman dilakukan oleh sekelompok orang yang digambarkan
sebagai kelompok Islam garis keras yang ingin menerapkan hukum Islam
di Nigeria, dan telah menargetkan gedung-gedung pemerintah, pasar,
gereja dan masjid dalam serangan-serangannya.
Ada dugaan bahwa
Nigeria “secara
sistematis digiring ke dalam kekacauan dan keadaan perang saudara.”
Situasi Suriah
Kardinal Onaiyekan
juga turut menyoroti perang sipil di Suriah dan berharap supaya
kekerasan di sana tidak menyebar ke tanah airnya.
Perang di Suriah
telah berlangsung selama 27 bulan, dan merenggut nyawa sedikitnya
93.000 orang,
dan setidaknya 1,5 juta orang menjadi pengungsi di negara-negara
terdekat.
Berawal dari aksi
demonstrasi melawan pemerintah yang kemudian diikuti oleh tindakan
represif dari pemerintah, perang ini dimulai pada April 2011.
Rusia dan Iran telah mendukung pemerintah resmi Suriah, sementara negara-negara Barat (a.l., Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris) lebih menyukai kelompok pemberontak yang terdiri dari sejumlah kelompok berbeda, termasuk nasionalis dan Islamis.
Pada tanggal 14 Juni, Presiden AS, Barrack Obama, mengatakan siap untuk memberikan bantuan militer langsung ke oposisi, setelah menetapkan bahwa rezim menggunakan senjata kimia pada rakyatnya sendiri. Tuduhan itu ditolak oleh pemerintah Suriah.
Rusia dan Iran telah mendukung pemerintah resmi Suriah, sementara negara-negara Barat (a.l., Amerika Serikat, Perancis, dan Inggris) lebih menyukai kelompok pemberontak yang terdiri dari sejumlah kelompok berbeda, termasuk nasionalis dan Islamis.
Pada tanggal 14 Juni, Presiden AS, Barrack Obama, mengatakan siap untuk memberikan bantuan militer langsung ke oposisi, setelah menetapkan bahwa rezim menggunakan senjata kimia pada rakyatnya sendiri. Tuduhan itu ditolak oleh pemerintah Suriah.
Berita
terbaru menyebutkan bahwa kelompok pemberontak mengaku sekarang
memiliki senjata yang akan mengubah jalannya pertempuran.
"Siapa yang mendukung apa yang disebut oposisi di Suriah," kata Kardinal Onaiyekan. "Bukankah Barat?"
Menurutnya oposisi Suriah didukung oleh "beberapa orang yang tidak mengerti apa yang terjadi."
"Amerika mengatakan kepada kita bahwa mereka akan mengirim lebih banyak senjata untuk sekelompok orang yang menentang pemerintah mereka," ungkap kardinal.
"Ini adalah dunia gila, mereka mungkin memiliki alasan untuk itu," kata Kardinal Onaiyekan. "Mereka tahu apa yang mereka inginkan, tapi pasti bukan yang baik bagi rakyat Suriah."
"Siapa yang mendukung apa yang disebut oposisi di Suriah," kata Kardinal Onaiyekan. "Bukankah Barat?"
Menurutnya oposisi Suriah didukung oleh "beberapa orang yang tidak mengerti apa yang terjadi."
"Amerika mengatakan kepada kita bahwa mereka akan mengirim lebih banyak senjata untuk sekelompok orang yang menentang pemerintah mereka," ungkap kardinal.
"Ini adalah dunia gila, mereka mungkin memiliki alasan untuk itu," kata Kardinal Onaiyekan. "Mereka tahu apa yang mereka inginkan, tapi pasti bukan yang baik bagi rakyat Suriah."
The Golden
Rule
Meskipun ada ketegangan sektarian di Suriah antara kelompok-kelompok Muslim yang berbeda dan diarahkan terhadap umat Kristen, kardinal mengatakan bahwa "kebanyakan konflik yang digambarkan sebagai konflik agama pada sebenarnya tidak begitu."
Meskipun ada ketegangan sektarian di Suriah antara kelompok-kelompok Muslim yang berbeda dan diarahkan terhadap umat Kristen, kardinal mengatakan bahwa "kebanyakan konflik yang digambarkan sebagai konflik agama pada sebenarnya tidak begitu."
Kardinal Onaiyekan
mengatakan bahwa ia ingin melihat dunia "menikmati buah positif
dari berbagai agama, mengakui bahwa Allah lebih besar daripada kita,
dan supaya orang Kristen untuk bebas mempraktekkan iman mereka."
"Muslim juga harus bebas untuk mempraktekkan iman mereka, mengingat untuk tidak melakukan apa yang tidak mereka inginkan orang-orang Kristen lakukan kepada mereka."
"Muslim juga harus bebas untuk mempraktekkan iman mereka, mengingat untuk tidak melakukan apa yang tidak mereka inginkan orang-orang Kristen lakukan kepada mereka."
"Kita harus
mengubah cara orang melihat agama mereka," katanya. "Kita
harus membuka diri terhadap orang lain, mengakui bahwa ada orang
lain [yang berbeda]. Tidak hanya bersikap toleran terhadap mereka, tetapi juga
menghormati mereka, karena saya tidak ingin orang (hanya) mentolerir
saya." [+] (lih. CNA)
0 komentar :
Posting Komentar