Presiden AS Barack Obama (foto: csmonitor) |
AMERIKA SERIKAT,
West Virginia (10 November 2012).
Setelah
penandatanganan Deklarasi Kemerdekaan (Declaration
of Independence) dari Kerajaan Inggris
(4 Juli 1776) oleh para pendatang di Dunia Baru di tiga belas koloni
Amerika, Samuel Adams
menyatakan: "Hari ini, saya percaya, pemerintahan politik
Protestan akan dimulai."1
Hampir semua dari 56 penanda-tangan Deklarasi itu berafiliasi dengan
gerakan Protestan.
Dalam artikelnya
“The Middle Colonies as the Birthplace
of American Religious Pluralism”
(Wilayah Koloni Tengah sebagai Tempat Lahir Pluralitas Agama
Amerika), Patricia Bonomi,
profesor emeritus di New York University menulis: "Koloni
[Amerika] terdiri sekitar 98 persen Protestan."2
Menyikapi kesan di
atmosfir negara berpenduduk ketiga terbesar di dunia ini yang semakin
menjauh dari etika moral kekristenan, [dengan tidak mengenyampingkan
pertanyaan keadilan bagi para penduduk asli Amerika Utara], Julio
Severo menulis “Pemerintahan politik
Protestan di Amerika mulai menurun ketika liberalisme menyerang
gereja-gereja...dan ketika pendidikan yang berpusat pada negara
menggantikan pendidikan yang berpusat pada keluarga.” Menurutnya
dalam kedua hal ini gereja dan keluarga melakukan penolakan, namun
“kecil.”3
“Hari ini, untuk
pertama kalinya dalam sejarah, AS tidak memiliki mayoritas Protestan,
seperti laporan AP baru-baru ini. Sementara liberalisme meningkat di
gereja-gereja Protestan, AS melihat penurunan jumlah anggota
[gereja-gereja Protestan], dan banyak dari pemimpin mereka tidak lagi
sejalan dengan Injil itu sendiri,” lanjutnya.
Severo menilai bahwa
gerakan Protestan di AS telah menjauh dari para penggagasnya yang
menentang “kejahatan demi Injil itu sendiri.”
Gerakan Protestan dihubungkan dengan Martin Luther ketika ia menempelkan 95 dalil di pintu Gereja Wittenberg, Jerman, pada tanggal 31 Oktober 1517.
Gerakan Protestan dihubungkan dengan Martin Luther ketika ia menempelkan 95 dalil di pintu Gereja Wittenberg, Jerman, pada tanggal 31 Oktober 1517.
Sekitar 500 tahun yang lalu Luther juga menulis: "Saya sangat takut kalau sekolah-sekolah akan terbukti menjadi gerbang besar menuju neraka, kecuali sekolah-sekolah itu [para pekerjanya] rajin bekerja dalam menjelaskan Kitab Suci, dan mengukirkannya dalam hati kaum muda."4
Sekolah tanpa agama
Di puncak gerakan
Aufklarung
(Pencerahan) yang mengadvokasi pemisahan negara dan agama, namun pada
tataran ideologinya adalah sekularisasi masyarakat, sekolah-sekolah
hendak dibersihkan dari pengaruh agama (sic. kekristenan).
Para penganut
gerakan ini menggunakan berbagai posisinya untuk maksud ini, baik di
Eropa maupun di berbagai koloninya. Ambil contoh di Minahasa. Pada
tahun 1845, Residen A. J. Van Olphen
menginstruksikan bahwa Agama Kristen sudah tidak bisa diajarkan di
sekolah-sekolah pemerintah dan sekolah misi. Atas perjuangan
Nederlandsch Zendeling-gnootschap
(Badan Misi Belanda) peraturan ini tidak diberlakukan di sekolah
misi.5
Agenda Aufklarung di Indonesia tercegal dengan lahirnya Pancasila,
yang sekarang menjadi sebuah target
ideology.
Di AS, dengan
preteks pemisahan antara negara dan agama, maka sekolah-sekolah
negara atau yang ditunjang oleh negara tidak boleh mengajarkan agama
pada murid-muridnya.6
Kelompok-kelompok ateis sangat militan dalam menjaga kebijakan ini.
Menyanyikan sebuah lagu yang menyebut “Allah” atau “Tuhan”
saja tidak luput dari gugatan hukum mereka.7
Hal ini praktis merupakan supresi agama di dalam pikiran anak-anak
dan masyarakat.
Tidak banyak yang
menyadari apa yang ditunjukkan oleh Francis
Fukuyama bahwa gerakan Protestan telah
ditunggangi oleh gerakan Aufklarung sebagai agen sekularisasi,8
atau lebih tepat sekularisasi kebablasan. Karena jika awalnya adalah
untuk tujuan demokratisasi dan toleransi beragama, pada akhirnya
secara ekstrim telah meminggirkan agama-agama dari realitas publik
masyarakat Eropa dan Amerika Utara, dan pada saat yang sama,
mendorong Darwinisme/Naturalisme sebagai spritualitas yang 'valid'.
Pendidikan
Katolik
Pada tahun 1840, di
New York, ketika identitas Protestan masih sangat kuat di antara para
settlers,
dengan ekses yang menyebabkan diskriminasi terhadap murid-murid
berlatar-belakang Katolik, Bishop John
Hughes melayangkan protes.
“Kami menolak
membayar pajak yang [maksud penggunaannya] adalah menghancurkan agama
kami dalam pikiran anak-anak kami.” Ia menuntut supaya New
York Public School Society juga
menopang sekolah-sekolah Katolik.9
Ketika pada tahun
1850 ia terpilih sebagai Uskup Agung New York, ia menggunakan
wewenangnya untuk menciptakan sebuah sistem pendidikan Katolik
swasta. Sekarang ini, ketika pendidikan Katolik masih merupakan
pendidikan alternatif di AS, pendidikan Protestan telah hampir
menyeluruh menghilang, dan yang masih berfungsi, sedikit yang dapat
dikatakan beroperasi di luar ideologi sekuler.
Keberatan yang
disampaikan oleh Severo adalah bahwa sekolah modern saat ini tidak
berusaha untuk menjelaskan atau “mengukirkan” Alkitab di hati
para generasi muda. “Sebaliknya, sekolah mengukirkan
homoseksualitas dan penyimpangan lainnya” dalam hati mereka. Karena
itu baginya, mengutip Luther, “Sekolah secara efektif telah menjadi
gerbang besar neraka.”
Home Schooling
Situasi ini membuat
banyak orangtua mulai memilih untuk menyekolahkan anak-anak mereka di
rumah. Ini pun bukan tanpa problema. Di AS sekarang ini home
schooling masih merupakan alternatif
pendidikan anak-anak, tapi pertanyaannya adalah sampai berapa lama
kebijakan ini akan bertahan?
Di Kanada,
homoseksualisme telah mulai diajarkan pada anak-anak di tingkat taman
kanak-kanak.10
Di Provinsi Alberta, bahkan para orang tua yang memilih home
schooling sebelumnya telah menerima
tekanan untuk melakukan hal yang sama di sekolah rumah mereka,
sekalipun Pemerintah kemudian mundur dengan mengalirnya komplain dari
orang tua.11
Dalam situasi ini semuanya berargumen dengan mengutip “hak asasi
manusia.”
Menyeberang ke
Eropa, yang dilaporkan sangat senang dengan terpilih kembalinya Mr.
Obama, Norbert Blum,
seorang figur dalam Persatuan Kristen Partai Demokrat, mengatakan,
“Saat ini saya mengamati perampasan total anak-anak oleh negara.”
Mereka meninggalkan rumah pagi-pagi dan pulang sore.
"Saya
menentang monopoli pendidikan negara dan melihat home
schooling oleh
orang tua yang bertanggung jawab
sebagai tanggapan yang sehat terhadap sistem sekolah yang bersifat
mutlak," demikian dikutip Home
School Legal Defence Association.12
Pada
zaman Nazi, home school
dinyatakan ilegal di Jerman. Baru-baru ini pihak berwenang di Jerman
telah menindak sebuah keluarga yang menerapkan home
school, memberi sangsi denda yang
mencekik leher, merampas anak-anak dari rumah mereka, dan
memenjarakan orang tua yang terus mengajar anak-anak mereka di
rumah.
Awal bulan ini, sebuah pengadilan distrik di Darmstadt memisahkan sebuah keluarga, dan menyerahkan anak-anak mereka ke lembaga anak, karena orang tua mereka menyekolahkan mereka di rumah.13
Awal bulan ini, sebuah pengadilan distrik di Darmstadt memisahkan sebuah keluarga, dan menyerahkan anak-anak mereka ke lembaga anak, karena orang tua mereka menyekolahkan mereka di rumah.13
Kita kadang berpikir bahwa negara-negara yang mengagung-agungkan demokrasi ini adalah kebalikan dari retorik “fundamentalisme” yang sering diarahkan pada negara-negara Islam. Tapi kalau kita melihat lebih dekat lagi, apakah kita masih dapat berpikir demikian?
Kembali pada pertanyaan di atas, apakah
pendidikan adalah salah satu faktor dalam
kemenangan Presiden Obama? Saya berharap tulisan ini dapat menjadi
pengantar dalam sebuah diskusi yang membukakan pikiran in
our connected world today.***
-------
1 The
American Minute: October 31, Conservative Action Alerts (link).
2 The
American Minute: October 31, Conservative Action Alerts (link).
3
Julio Severo, A New Reformation to Counter-Attack the Great Gates of Hell?:
Martin Luther warns modern-day parents, Last Day Watchman
(link); Tulisan ini dielaborasi dari artikel Severo.
5 F.
S. Watuseke, Sejarah Minahasa (Manado:
Pertjetakan Negara, 1968), 41.
6 Lihat
tulisan S. Michael Craven, Christian and Public Education (link),
yang memberi sinopsis tentang problematika sekolah negara di AS.
7 Atheistic
FFRF Pledges Legal Battle as NY Public School Refuses to Remove
‘God’ & ‘Lord’ Songs, The Blaze (link).
8 Lih.
Adian Husaini, Wajah peradaban Barat: dari hegemoni Kristen ke
dominasi sekular-liberal (Jakarta: Gema Insani, 2005), 82.
9 http://www.pbs.org/kcet/publicschool/photo_gallery/photo2.html
10 Toronto
school board: Parents can’t opt kids out of pro-homosexual
curriculum, LifeSiteNews (link).
11 Alberta
backtracks: Parents can teach beliefs on homosexuality, but
homeschoolers still concerned, LifeSiteNews (link).
13 German
parents lose custody of their children for homeschooling,
LifeSiteNews (link).
0 komentar :
Posting Komentar