Persembahan janda miskin (Gambar: biblekids.eu) |
Bacaan Alkitab: 2 Korintus 9:6-15
Baru-baru ini ketika menghadiri sebuah
ibadah Minggu pagi di Waverly-Bethel Presbyterian Church, West
Virginia (USA), hatiku merasa kikuk karena tidak ada persembahan di
saku. Ketika nampan persembahan berlalu di depanku rasa itu masih ada
bersama diriku, mengingatkan saat-saat di kampung halaman di Tondano ketika
hati ingin ke gereja, tapi ada keengganan karena tidak ada uang untuk
persembahan. Tapi pengalaman itulah yang justru telah membuat aku
mengerti. Belajar dari kisah janda miskin (Lukas 21:1-4), aku
memahami bahwa ada waktunya aku harus ikhlas memberi seratus uang
logam, atau hanya membawa diriku, pujian dan doaku ke
gereja/persekutuan ibadah. Dan itu tidak apa-apa.
Bacaan Alkitab di atas berbicara juga
tentang persembahan. Kali ini rasul Paulus menulis untuk mengingatkan
jemaat di Korintus tentang pentingnya memberi persembahan untuk
menopang jemaat di Yerusalem.
Jika kita membaca 1 Korintus 11, kita
dapat memahami bahwa di antara jemaat Korintus terdapat perbedaan
tingkat ekonomi; dari yang punya sampai pada yang tak ada apa-apa.
Namun seperti umumnya jemaat-jemaat Kristen mula-mula, kebanyakan
anggota jemaat dapat dikategorikan pada ekonomi lemah.
Rasul Paulus memahami benar keadaan
ini, namun ia mengingatkan mereka tentang prinsip menabur. “Orang
yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan orang yang
menabur banyak, akan menuai banyak juga.” Penting untuk
digarisbawahi adalah motivasi memberi persembahan bukanlah ketamakan
atau ketakutan, melainkan rasa syukur. Hanya dengan demikian kita
bisa memahami ungkapan rasul Paulus: “Hendaklah masing-masing
memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih
hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang
memberi dengan sukacita.”
“Dan Allah sanggup melimpahkan
segala kasih karunia kepada kamu, supaya kamu senantiasa berkecukupan
di dalam segala sesuatu dan malah berkelebihan di dalam
pelbagai kebajikan.
“Seperti ada tertulis: 'Ia
membagi-bagikan, Ia memberikan kepada orang miskin,
kebenaran-Nya tetap untuk selamanya.'
“Ia yang menyediakan benih bagi
penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan
menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan
buah-buah kebenaranmu; kamu akan diperkaya dalam
segala macam kemurahan hati, yang membangkitkan
syukur kepada Allah oleh karena kami.
“Sebab pelayanan kasih yang berisi
pemberian ini bukan hanya mencukupkan keperluan-keperluan
orang-orang kudus, tetapi juga melimpahkan ucapan syukur kepada
Allah.”
Dari ungkapan surat ini kita dapat
belajar bahwa orang Kristen mempunyai tanggung jawab untuk menopang
pelayanan. Hal ini tidak hanya dipahami dari segi materi, melainkan juga
tenaga, waktu, dan pikiran kreatif anggota jemaat.
Namun pada saat yang sama
pelayanan adalah untuk membangun dan menopang jemaat sendiri, baik secara internal maupun eksternal. Sebagai
salah satu contoh, jemaat-jemaat di lingkungan Gereja Masehi Injili di Minahasa mempunyai program diakonia
karitatif, di mana keluarga yang sakit atau berduka mendapat bantuan
dana dari gereja. Dalam konteks yang lebih luas, persembahan uang
adalah juga untuk menopang pendidikan Kristen, sekolah teologi,
penyiaran gereja, dan kehidupan para pelayan (pendeta) dan
keluarganya, termasuk program-program pemberdayaan masyarakat.
Namun sempitlah pemahaman gereja jika
semata-mata tertumpu pada uang yang hanyalah alat pelayanan. Yesus
Kristuslah inti pelayanan, persembahan dan pemberitaan jemaat. Karena
itu, jadilah keluarga Kristen yang bersyukur, bukan bersungut-sungut;
sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.***
0 komentar :
Posting Komentar