Seorang imam Gereja Ortodoks Rusia sedang memeriksa sebuah salib yang dirobohkan di Arkhangelsk, Rusia (foto: TheMoscowTime/Arkhangelsk Bishopric). |
RUSIA, Moskow.
Sejumlah 4 buah salib dirobohkan
di dua wilayah berbeda di Rusia (25/8). Semakin
meningkatnya sikap anarkis dan anti-agama telah menghadirkan
keprihatinan yang dalam di lingkungan Gereja Ortodoks Rusia.
Bulan April lalu, di hadapan sekitar
40.000 pemeluk Kristen Ortodoks di Moskow yang menghadiri hari doa
nasional, Patriark Kirill mengungkapkan rasa kuatirnya tentang
bagaimana penodaan terhadap hal-hal yang sakral dianggap sebagai
ekspresi kebebasan. Hal itu diungkapkan setelah 3 wanita anggota
group band Pussy Riots melakukan aksi protes terhadap pemerintah dan
Gereja Ortodoks Rusia di altar Katedral Yesus Juruselamat Moskow.
Diperkirakan serangan terhadap simbol
agama Kristen di atas berkaitan dengan Pussy Riots yang baru-baru ini
dijatuhi hukuman 2 tahun penjara ini, sekalipun pemotongan salib juga
sudah terjadi sebelum aksi sembruno mereka itu.
(lih. CP)
Tak menutup kemungkinan tindakan ini berkaitan
dengan politik anti-agama (anti-Tuhan) yang sekarang ini sedang
disebarkan ke mana-mana.
Pemotongan salib itu terjadi di wilayah
Chelyabinsk dan Arkhangelsk pada akhir pekan baru
lalu.
Dua minggu sebelumnya, Femen, sebuah kelompok feminis radikal, menumbangkan sebuah salib peringatan para martir di Kiev, ibukota Ukraina, dalam protes mereka terhadap keputusan pengadilan
atas tiga anggota band Pussy Riots.
Dalam sebuah wawancara dengan radio
Ekho Moskvy (suara Moskow), Anna Shevchenco, anggota Femen, menyatakan mendukung
serangan terhadap simbol-simbol agama di Rusia dan mengajak supaya
para pelaku meneruskan tindakan mereka. Ia tidak mengatakan akan
bertanggung jawab atas nama organisasinya.
Gereja Ortodoks Rusia meminta supaya
siapapun pelaku di belakang pemotongan salib-salib ini supaya di bawa
di hadapan hukum. Vsevolod Chaplin, kepala departemen hubungan negara
dan gereja Patriarkat Ortodoks Rusia mengungkapkan, “Tindakan ini
dengan jelas menunjukkan nilai-nilai moral dari mereka yang menyerang
Gereja [Orthodoks],” demikian dilansir Interfax. “Dengan tindakan
simbolis ini mereka ingin memaksakan kemauan mereka pada mayoritas
masyarakat.”
Tindakan yang dikategorikan sebagai
perusakan itu (vandalisme) diancam hukuman sampai tiga tahun penjara
di Rusia.
Seperti diberitakan waktu lalu, beberapa pimpinan Gereja Ortodoks
menyatakan bahwa mereka telah memaafkan anggota band Pussy Riots dan menyampaikan permohonan pengurangan hukuman bagi mereka.
Sementara itu tindakan anarkis dan
anti-agama di atas mendapat kecaman dari Piotr Verzilov, suami dari
Tolokonnikova, seorang dari tiga anggota band itu. Ia mengatakan
bahwa tindakan pengrusakan simbol agama itu tidak ada kaitannya
dengan group band istrinya tersebut. (TheMoscowTimes/MP)
0 komentar :
Posting Komentar