Presiden Mahmud Abbas (tengah depan) merayakan keputusan PBB bersama anggota delegasinya (foto: U.N. Photo/Rick Bajornas) |
Menara Penjaga,
1 Desember 2012.
Vatikan memberi
sambutan positif terhadap hasil keputusan PBB untuk menerima
Palestina sebagai negara pengamat non-anggota (non-member
Observer State), dan mendesak ke arah
lahirnya two-state solution
(solusi dua negara) secara permanen.1
"Pemungutan
suara itu menunjukkan sentimen dari mayoritas masyarakat
internasional dan secara signifikan mengakui kehadiran warga
Palestina di PBB," demikian pernyataan dari Tahta Suci.
Pernyataan ini
menyusul sehari setelah Majelis Umum PBB memutuskan berdasarkan
dukungan suara yang meyakinkan terhadap perubahan itu pada 29
November lalu. 138 negara menyatakan mendukung, 41 abstain, dan 9
menolak.
"Tapi ini tidak merupakan solusi yang memadai untuk masalah yang ada di kawasan itu," demikian bunyi siaran pers 30 November dari Vatikan itu.
"Respon yang memadai hanya dapat ditemui melalui komitmen yang efektif dari mereka untuk membangun perdamaian dan stabilitas dalam keadilan dan penghormatan terhadap aspirasi yang sah, baik dari rakyat Israel maupun rakyat Palestina."
"Tapi ini tidak merupakan solusi yang memadai untuk masalah yang ada di kawasan itu," demikian bunyi siaran pers 30 November dari Vatikan itu.
"Respon yang memadai hanya dapat ditemui melalui komitmen yang efektif dari mereka untuk membangun perdamaian dan stabilitas dalam keadilan dan penghormatan terhadap aspirasi yang sah, baik dari rakyat Israel maupun rakyat Palestina."
Tanggapan Dewan
Gereja-Gereja se-Dunia
Mewakil Dewan
Gereja-Gereja se-Dunia (WCC), Jumat lalu (30/11) Sekjen Rev Dr Olav
Fykse Tveit mengungkapkan sambutan positif terhadap perubahan status
itu, dan melihatnya sebagai langkah maju menuju perdamaian.2
"Sekarang
terserah kepada kedua belah pihak, Israel dan Palestina, untuk
memajukan proses ini ke depan," ungkap Dr Tveit. "Pemungutan
suara di PBB menegaskan bahwa solusi dua negara adalah cara terbaik
untuk perdamaian di wilayah tersebut. Tanpa itu, masa depan akan
tetap diwarnai lebih banyak kekerasan dan ketidakamanan, dan tragedi
yang berkelanjutan bagi kedua bangsa."
"WCC
telah secara konsisten menyuarakan dukungan terhadap solusi
dua-negara," kenang Dr Tveit. Sejak pertemuan Majelis Pertama
pada tahun 1948, WCC telah memperjuangkan hak-hak Israel dan
Palestina untuk masing-masing menjadi negara bebas dan merdeka.
Dengan lahirnya keputusan itu berarti Palestina akan dapat berpartisipasi dalam perdebatan di PBB dan mungkin bergabung dengan beberapa badan yang ada seperti Mahkamah Kejahatan Internasional.
Sembilan negara
yang tidak mendukung
Dengan jumlah suara
mendukung negara Palestina yang melebihi persyaratan dua-pertiga,
pertanyaan tentang negara mana yang tidak mendukung menjadi menarik.
Amerika Serikat
adalah yang paling menentang kebijakan ini. Menurut Max Fisher, The
Washington Post, AS melihat langkah ini sebagai langkah
kontra-produktif terhadap upaya perdamaian yang dipimpinnya.3
Senada dengan ungkapan juru bicara PM Israel Benjamin Netenyahu, Mark
Regev.4
Selain kedua negara
ini, yang menolak adalah Kanada, pendukung kebijakan AS di Timur
Tengah, Republik Ceko, yang dikatakan “lebih dekat dengan AS
daripada Uni Eropa.” Kemudian, Panama, yang punya hubungan ekonomi
yang dekat dengan AS, dan negara-negara kecil di Pasifik, yang
sebelumnya berada di bawah administrasi AS, yaitu Nauru, Palau,
Micronesia, dan Marshall Islands.
Tanggapan Patriarkat
Latin Yerusalem terhadap Vatikan
Kantor pers Tahta Suci menyebut keputusan PBB ini sebagai sebuah "keputusan penting" dan mengatakan telah "secara aktif mengikuti langkah-langkah yang mengarah ke situ, sambil berjuang untuk tetap netral dan bertindak sesuai dengan hakikat khusus keagamaan dan misi universalnya, dan dalam pertimbangan juga perhatian khususnya terhadap dimensi etis dari masalah-masalah internasional."5
Paus Benediktus XVI mengunjungi wilayah Timur Tengah pada tahun 2009 dan menyerukan solusi dua-negara dan penghentian kekerasan.
"Tidak ada lagi pertumpahan darah! Tidak ada lagi pertempuran! Tidak ada lagi terorisme! Tidak ada lagi perang! Sebaliknya mari kita hancurkan lingkaran setan kekerasan," ungkapnya pada akhir perjalanannya.
Patriarkat Latin Yerusalem berterima kasih kepada Tahta Suci untuk pernyataan pada 30 November itu, dan mengucapkan selamat kepada rakyat Palestina dan presiden mereka, Mahmoud Abbas, yang disebutnya sebagai moderat dan "orang yang cinta damai."***
Kantor pers Tahta Suci menyebut keputusan PBB ini sebagai sebuah "keputusan penting" dan mengatakan telah "secara aktif mengikuti langkah-langkah yang mengarah ke situ, sambil berjuang untuk tetap netral dan bertindak sesuai dengan hakikat khusus keagamaan dan misi universalnya, dan dalam pertimbangan juga perhatian khususnya terhadap dimensi etis dari masalah-masalah internasional."5
Paus Benediktus XVI mengunjungi wilayah Timur Tengah pada tahun 2009 dan menyerukan solusi dua-negara dan penghentian kekerasan.
"Tidak ada lagi pertumpahan darah! Tidak ada lagi pertempuran! Tidak ada lagi terorisme! Tidak ada lagi perang! Sebaliknya mari kita hancurkan lingkaran setan kekerasan," ungkapnya pada akhir perjalanannya.
Patriarkat Latin Yerusalem berterima kasih kepada Tahta Suci untuk pernyataan pada 30 November itu, dan mengucapkan selamat kepada rakyat Palestina dan presiden mereka, Mahmoud Abbas, yang disebutnya sebagai moderat dan "orang yang cinta damai."***
1 Holy
See welcomes UN recognition of Palestine, CNA (link).
2 WCC
sees positive step in Palestine upgrade at the UN, Oikumene (link).
3 Coalition
of the opposing: Why these 9 countries voted against Palestine at
the U.N., The Washington Post (link).
2 komentar :
Selamat bergabung untuk Palestina.
Trims Bobby untuk komenx.
Posting Komentar