Namaku Imelda Saputra, aku seorang penulis. Sebenarnya dulu aku tidak
pernah berpikir akan menjadi seorang penulis, namun inilah cara Tuhan
memakai aku menjadi penanya untuk menyemangati banyak orang sama seperti
Ia menyemangati aku untuk menjalani hidupku.
Aku terlahir sebagai anak normal, namun saat aku masih balita
orangtuaku menemukan sebuah benjolan di punggungku. Ternyata saraf kaki
kusut di benjolan tersebut. Dokter menyarankan untuk operasi, tetapi
ketika operasi dilakukan ternyata ada efek samping yang terjadi. Setelah
operasi kakiku bengkok dan menciut. Akhirnya aku tidak pernah bisa
berjalan, aku lumpuh.
Orangtuaku melakukan berbagai upaya agar aku bisa berjalan lagi,
mulai dengan ke dokter, tukang urut hingga ke dukun. Aku ingat, setiap
kali ke dukun, aku sering disuruh minum air yang telah dijampi-jampi.
Tapi usaha yang dilakukan oleh orangtuaku selama bertahun-tahun sia-sia
belaka, aku pun telah lelah dan hampir putus asa. Tapi setiap kali aku
bilang, “Malas ah…” Orangtuaku kembali bertanya, “Kamu mau sembuh ngga?”
Hal itu membuatku bangkit lagi dan mau mencoba lagi.
Hingga suatu hari, saat kami konsultasi dengan seorang dokter, dia
memberikan sebuah nasihat yang berbeda. Bukan janji kesembuhan yang
diberikan, dia menyatakan dengan jujur bahwa kemungkinan untuk sembuh
itu sudah tidak ada. Dia meminta orangtuaku untuk menyekolahkanku.
Mendengar aku akan sekolah, hatiku bergejolak karena sangat senang.
Karena anugrah Tuhan, aku bisa sekolah di sekolah umum sekalipun aku
cacat dan harus menggunakan kursi roda. Kadang memang ada orang yang
memandangku dengan aneh karena keadaanku, tapi itu hanya di satu dua
hari awal saja, selanjutnya, teman-teman dan guru-guruku bisa menerima
keadaanku.
Sekalipun aku lumpuh dan harus beraktivitas dengan kursi roda, namun
hal itu tidak menghalangiku untuk berprestasi. Bahkan ketika aku duduk
di bangku SMP, aku cukup aktif dalam organisasi di sekolah. Aktivitasku
sangat padat, kadang aku pulang sekolah antara jam dua atau setengah
tiga. Setelah itu, kadang ada les yang ku ikuti. Namun karena aku duduk
terus, dan kadang karena kesibukan aku tidak mengganti pampers, akhirnya
terjadi iritasi dan membuat kesehatanku menurun.
Aku tidak pernah memberitahu orangtuaku tentang apa yang aku rasakan
karena aku takut tidak diijinkan sekolah. Tapi hal itu tidak berlangsung
lama, suatu hari aku jatuh pingsan karena tidak tahan lagi dengan
sakitku. Dokter memvonisku dengan penyakit dekubistus dan juga tipes
akut sehingga aku harus di rawat di rumah sakit. Mulai bulan Mei di
tahun itu, aku berhenti sekolah. Aku sudah tidak bisa bangun lagi, jadi
aku hanya terbaring di tempat tidur tanpa daya.
Aku tertekan dan putus asa karena aku tidak bisa melakukan apa-apa,
padahal biasanya setiap hari aku sibuk dengan aktivitas sekolah. Sering
terbersit di pikiranku, kalau aku lebih baik mati. Tapi suatu hari
seorang perawat datang dan berbincang denganku. Dia menceritakan tentang
kesaksian hidupnya, dulu dia juga pernah sakit, bahkan mamanya pernah
berkata, “Sudahlah Tuhan, ambil saja nyawa anak saya.” Tapi perawat itu
berkata pada mamanya, “Ngga ma, aku pasti sembuh. Aku pasti sehat. Aku
ngga akan mati. Aku akan melayani Tuhan.”
Perawat itu berkata dengan penuh kasih kepadaku, “Kalau aku bisa sembuh, kamu juga pasti bisa sembuh.”
Ketika perawat itu keluar dari ruanganku, aku langsung berdoa. “Tuhan
terima kasih karena Engkau masih sayang sama aku. Aku mengasihimu
Tuhan..” Kata-kata itu sudah lama tidak pernah ku ucapkan kepada Tuhan.
Hari itu, aku merasakan sesuatu yang berbeda di hidupku. Aku merasakan
Tuhan melembutkan hatiku kembali.
Semangat hidupku pun bangkit, bahkan kesehatanku juga berangsung
membaik. Suatu saat aku diingatkan kepada seorang kakak rohaniku. Hari
itu juga aku menghubunginya. Di telephone itu dia berkata, “Mel,
beberapa bulan lagi kita ada konser doa. Yuk ikut gabung melayani.”
Hal itu menjadi jawaban doa bagiku, aku ingin melupakan apa yang
telah lalu dan memulai sesuatu yang baru. Hingga tiba di perayaan natal
di tahun 2005, saat itu hamba Tuhan yang melayani memintaku untuk maju
ke tengah.
“Saya mau berdoa buat kamu,” demikian ucap pendeta tersebut.
“Saya minta seorang perempuan untuk peluk dia.”
Aku berpikir, aku akan diapakan nih? Seorang teman datang memelukku dan
hamba Tuhan itu berdoa untukku, saat itu Tuhan menyampaikan isi hati-Nya
kepadaku melalui hamba Tuhan itu. Salah satunya adalah:
“Kamu akan nulis buku, kamu akan Tuhan pakai jadi penanya Tuhan.”
Sempat aku merasakan keraguan, “Bener nih Tuhan?”
Tapi saat itu juga Tuhan berbicara, “Aku yang akan melakukannya, bukan kamu.”
Waktu berlalu, karena kondisiku, aku lebih banyak menghabiskan waktu
di rumah. Akupun mulai banyak membaca, mulai dari buku, hingga berbagai
majalah. Saat membaca sebuah majalah anak-anak, aku berpikir aku juga
bisa menulis seperti itu. Akupun mulai mencoba menulis, ketika ada lomba
menulis, aku kirim karyaku. Tapi saat itu, semua yang ku kirimkan di
tolak dan dikembalikan semua.
Waktu berbagai karyaku di tolak, aku sempat merasa, “Udahlah Tuhan,
memang aku ngga berbakat.” Beberapa lama aku sempat berhenti menulis,
tapi perkataan hamba Tuhan yang berdoa bagiku terus teringat olehku. Aku
ingat janji Tuhan itu, aku tahu kalau aku perlu bekerja sama dengan
Tuhan. Jika aku mau janji Tuhan itu terwujud, aku harus terus menulis.
Aku tidak tahu darimana datangnya inspirasi itu, terkadang seperti
Tuhan sedang berbicara atau mendiktekan sesuatu kepadaku. “Nanti
nulisnya seperti ini.. awalnya seperti ini..” Tuhan hanya memberi tahu
aku sedikit, kemudian aku harus mengembangkannya sendiri.
Selama beberapa tahun aku hanya menulis, tanpa ada tanda-tanda janji
Tuhan itu terwujud. Hingga tiba di tahun 2008, sebuah penerbit
menghubungiku.
“Imelda, bukunya di terima ya, kami terbitkan.”
Aku seakan tidak percaya, “Buku… penerbit.. buku yang mana ya?”
Itulah cerita bagaimana akhirnya buku pertamaku akhirnya diterbitkan.
Aku merasa sangat senang lagi, ternyata memang janji Tuhan itu tidak
pernah gagal. Kini semua nubuatan itu telah menjadi kenyataan.
Aku melihat karya Tuhan begitu ajaib, apa yang tidak pernah aku
pikirkan, tidak pernah timbul dalam hati, Tuhan melakukan itu dalam
hidupku. Hal itulah yang membuatku merasa Tuhan itu begitu luar biasa.
Jika orang heran bagaimana aku bisa menulis buku, akupun juga heran.
Tapi semua itu terjadi karena Tuhan. Dari semua yang terjadi itu, aku
tahu bahwa hidupku penting, bagi Tuhan dan juga bagi sesama. Aku
bersyukur untuk apa yang Tuhan lakukan dalam hidupku, apa yang terlihat
buruk dapat Tuhan ubahkan menjadi kebaikan, bukan hanya untukku namun
juga untuk orang lain.
Sumber: jawaban.com via kisahnyatakristen.com
0 komentar :
Posting Komentar