Syalom!
Bukan hanya orang Papua yang merasa
sedih dengan keadaan di Papua. Tidak hanya masalah kemiskinan dan
ketertinggalan, tapi juga kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh oknum polisi atau militer tertentu. Itu semua menyakitkan hati
kami.
Kami juga merasa prihatin dengan
perkembangan saat ini, yaitu mengenai apakah Papua Barat akan memilih
untuk tetap di tumpah darah Indonesia atau mau berdiri sendiri dengan
bantuan negara-negara Barat.
Kami tahu ada juga rakyat Papua yang
memeluk agama Islam, tapi sebagian besarnya adalah pemeluk agama
Kristen, sama seperti kami di sini. Muslim dan Nasrani banyak kali
diadu domba, dan ini juga yang menjadi keprihatinan kami.
Saya pribadi mempunyai keyakinan bahwa
hati manusialah yang mendorong kelakuannya, apakah baik atau buruk.
Fungsi agama sebenarnya adalah menerangi hati manusia itu supaya ia
melakukan apa yang baik bagi sesamanya, bagi negerinya, bagi
keluarganya, dan bagi dirinya sendiri.
Surat ini bukanlah untuk berceramah
tentang agama, melainkan untuk memberi pertimbangan, sekiranya dapat
membantu kita semua menghindari bencana yang lebih besar.
Kita semua berada di atas sebuah kapal
yang telah dirompak dan masih terus dirampasi. Sejarah penjajahan itu
kita semua alami, sekalipun cerita kita bisa berbeda-beda. Yang tak
perlu saya tuliskan adalah apa akibatnya bagi kita semua.
Setelah penjajah angkat kaki (bukan
oleh niatnya sendiri), kita semua berhadapan dengan kenyataan sejarah
berdirinya negara-bangsa Indonesia, adanya kepentingan politik dan
ekonomi global, dan kerinduan masing-masing daerah dan kelompok untuk
maju dan sejahtera dengan budaya, agama, dan dengan sumber daya yang
dimilikinya.
Ada berapa generasi bangsa Indonesia
yang membayar harga mahal untuk sebuah kemerdekaan dan semua tragedi
yang mengikutinya? Tapi seperti ungkapan para pejuang dulu: Merdeka
atau mati! Kita semua ingin hidup dalam kemerdekaan, itu hak asasi.
Karena itu, kita perlu memahami arti dari kemerdekaan kita sekarang
ini dalam perdamaian dan keadilan.
Kekayaan tanah Papua dapat membuat
seluruh rakyat Indonesia hidup berkecukupan. Namun, jangankan rakyat
Papua sendiri, sebagian besar rakyat Indonesia masih hidup dalam
kemiskinan yang parah.
Padahal ada banyak lagi sumber daya
alam di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Jawa, Maluku dan di ribuan
pulau lainnya. Kita semua pernah dijajah, kalau sekarang sepertinya
kita semua sedang dibodohi.
Siapa yang membodohi kita adalah
pertanyaan penting. Apakah pembodohan datang dari diri kita sendiri,
dari saudara sebangsa-negara kita sendiri, ataukah kita semua
ternyata belum sungguh-sungguh merdeka?
Untuk mencapai kemerdekaan yang
sesungguhnya, tak hanya bagi rakyat Papua tapi juga bagi seluruh
rakyat Indonesia, sepertinya ada dua alternatif:
- Memajukan daerah masing-masing sedemikian memajukan Indonesia secara keseluruhan, atau
- bekerja sama dengan negara-negara tertentu yang menunjukkan niat ingin memajukan daerah tertentu dengan melepaskan diri dari Indonesia secara keseluruhan.
Mencari kemajuan lewat negara-negara
tertentu yang mengatakan ingin memajukan Papua, terutama yang selama
ini menghisap kekayaan sumber daya alam di Papua (dan di daerah-daerah lainnya), mempunyai resiko
yang sangat tinggi. Hal ini juga berlaku untuk daerah-daerah lainnya
di seluruh penjuru Nusantara.
Langkah ini dengan sendirinya akan
men-destabilisasi Indonesia yang berarti seluruh rakyat Indonesia,
termasuk rakyat Papua, akan masuk dalam krisis dan resesi. Itu berarti menghambat
pembangunan di seluruh negeri, termasuk di Papua sendiri.
Kemudian, sebuah konsekuensi yang kita
harapkan akan segera hilang dari peradaban manusia, yaitu perang,
akan menghantam seluruh rakyat Indonesia, termasuk di dalamnya rakyat
Papua.
Perang tak hanya berarti pelegitimasian
pelanggaran HAM yang lebih berat terhadap rakyat, pihak pemerintah
maupun mereka yang mengangkat senjata untuk cita-cita berdiri
sendiri. Itu berarti sebuah tragedi kemanusiaan di Tanah Air
Indonesia.
Hal ini akan berpengaruh langsung
terhadap komunitas Kristen di Indonesia, di Asia Tenggara dan di
Kepulauan Pasifik.
Tidak itu saja, krisis dan resesi
berarti membuka jalur intervensi dari mafia-mafia global untuk
mendiktekan kepentingannya, dan demikian terus menguasai semua
sendi-sendi perekonomian negara-bangsa ini.
Mungkin sebagai hasilnya akan ada
orang-orang tertentu yang kekayaannya menjadi melimpah, tapi
bagaimana dengan rakyat Papua dan rakyat Indonesia lainnya di seluruh
penjuru Tanah Air.
Kalau ada kepercayaan di antara seluruh
rakyat Indonesia bahwa kita bisa betul-betul merdeka bersama-sama,
tidak hanya secara politis dan ekonomi; dan bahwa kita bisa bekerja
lebih keras lagi supaya Pancasila dihormati, kebebasan beragama
dijamin, saling menghargai antar umat beragama bertumbuh, mungkin
kita semua bisa menciptakan Indonesia yang lebih baik, dengan Papua
Barat dan seluruh daerah lainnya yang lebih baik pula.
Sebagai masyarakat awam, saya melihat
bahwa ada upaya untuk menggiring rakyat Papua Barat untuk memilih
disintegrasi. Bagi saya ini merupakan ekspresi frustrasi yang
beralasan. Namun, jika melihat situasi yang ada serta konsekuensi
yang harus dihadapi jika langkah tersebut dimaterialisasi, maka hemat
saya itu bukan pilihan yang terbaik.
Saya juga melihat bahwa ada upaya untuk
memajukan tanah dan rakyat Papua. Format yang ada dan yang terus
dikembangkan itu harus dilaksanakan oleh orang Papua sendiri dan
melibatkan rakyat Papua untuk mengejar ketertinggalan di wilayah
Papua Barat dan menegakkan martabat orang Papua.
UU Otonomi Daerah telah memberi ruang
yang lebih luas bagi masing-masing daerah untuk mengembangkan
potensi, mengolah sumber daya alam dan sumber daya manusia, dan
memajukan masyarakatnya menurut kaidah-kaidah yang berlaku di
masyarakat itu.
UU ini tidak semerta-merta
menyelesaikan semua masalah yang ada, dan pada kenyataan ada pula
masalah-masalah yang muncul karena ketidak-bijaksanaan dalam
penerapannya.
Namun, kehadirannya hendaklah menunjukkan bahwa cita-cita para
pendiri negara-bangsa ini adalah untuk mensejahterakan setiap warga
negaranya, melaksanakan demokrasi berdasarkan hikmat/kebijaksanaan
dalam musyawarah, menjaga persatuan karena bersatu kita teguh,
berjuang untuk kemanusiaan yang adil dan beradab secara global, dan pengakuan
terhadap Yang Mahakuasa.
Tidak ada sistem atau filosofi
kenegaraan yang lebih baik dari rumusan Pancasila. Adalah tugas
kemanusiaan untuk menjaga, melindungi dan menghidupinya.
Demikian surat ini dengan kerendahan
hati saya sampaikan kepada saudara-saudaraku di Papua Barat, dengan
memohonkan tuntunan Tuhan bagi setiap warga dan pemimpin rakyat
Papua. Apapun yang menjadi keputusan rakyat Papua biar kiranya Tuhan
mengarahkannya untuk maksud-maksud-Nya yang terbaik, terutama bagi
rakyat Papua Barat sendiri.
SS, Manado
Nama dan alamat ada pada redaksi.
Surat Pembaca dapat dikirim di alamat email menarapenjaga[a]gmail.com. Redaksi berhak mengedit surat pembaca tanpa mengubah arti. Surat Pembaca yang dimuat di MP tidak semerta-merta menunjukkan persetujuan MP dengan isi surat tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar