Oleh Ir. Herlianto, M.Th.*
Di
tahun 1970-an sebagai chaplain*
UK Petra menghadiri lokakarya Bimbingan dan Penyuluhan (BP/Guidance
& Counseling)
di UKSW, pendekatan “non
directive”
yang menjadikan konseli sebagai pusat konseling melanda lokakarya
yang dihadiri wakil-wakil sekolah Kristen itu. (Dasawarsa itu
humanistic
psychology
dari Carl Rogers sedang digandrungi kalangan psikolog/konselor.)
Namun, masih banyak peserta BP yang ... menjadikan
Alkitab sebagai dasar konseling (Biblical
Counseling).
Ketika
menghadiri University
Chaplain Workshop di
Hongkong dalam acara morning
worship
(ibadah pagi) diadakan pembacaan Alkitab. Dari 20 chaplain
yang hadir hanya tiga yang membawa Alkitab, seorang dari Taiwan dan
dua dari Indonesia termasuk Dorothy Marx yang diminta membawakan
renungan pagi itu. Bacaan Alkitab terpaksa di fotocopy agar acara
berjalan! Kemudian dalam Guidance
& Counseling Workshop
di Manila beberapa waktu kemudian lebih lagi Alkitab, nama Tuhan
Yesus Kristus dan peran Roh Kudus dalam konseling tidak
disinggung.
Yang
mengherankan pertemuan yang diadakan para konselor universitas
beberapa negara itu sudah mengabaikan Alkitab, padahal itu
universitas Kristen! Memprihatinkan memang bahwa di kalangan guidance
& counseling
(bimbingan & konseling) universitas Kristen yang dihadiri para
chaplainnya,
Alkitab sudah kurang diperhatikan dan ada yang menganggapnya usang
dan menggantikannya dengan teori-teori psikologi sekuler/modern.
Biblical
Counseling & Secular Counseling
Apa
penyebabnya? Benarkah bahwa Biblical
Psychology/Counseling
sudah ketinggalan zaman dan perlu digantikan dengan Secular
Psychology/Counseling?
Psikologi adalah ilmu tentang jiwa manusia, dan berbeda dengan ilmu
pengetahuan hayat (misalnya Biologi) maupun ilmu pengetahuan alam
(misalnya Geologi) di mana obyek pengamatannya bisa diukur, diulang
penyelidikannya dan diuji kebenarannya, Psikologi dan agama
menyelidiki jiwa manusia yang abstrak, itulah sebabnya banyak yang
berpendapat bahwa Psikologi itu disebut agama juga.
Disebut
agama karena keduanya memiliki asumsi dasar yang bersifat imani,
yaitu bahwa hakekat jiwa itu dalam pemikiran Psikologi sekuler
dianggap baik bahkan berpotensi dan melalui kehendak bebas,
kreativitas dan aktualisasi diri dapat dicapai (Carl Rogers, Abraham
Maslow). Di sini hal-hal supranatural ditolak. Dalam
Psikologi/konseling alkitabiah hakekat jiwa itu diketahui melalui
penyataan Allah (revelational) bahwa jiwa itu telah jatuh dalam dosa
dan hanya bisa dipulihkan kembali melalui iman, pertobatan, penebusan
dosa, dan kelahiran baru oleh Roh Kudus. Di sini kita melihat ada
jurang imani yang memisahkan keduanya.
Sebenarnya
sejak abad-18 sudah ada buku-buku berjudul Biblical
Psychology,
dan selanjutnya Alkitab digunakan sebagai dasar iman di kalangan
psikologi/konseling Kristen. Namun, sejak Freud dan Jung, terutama
sejak tahun 1960/70-an, konsep kejiwaan Rogerian dijadikan primadona
dan lama-kelamaan azas Alkitab ditinggalkan.
Ada
usaha untuk mengintegrasikan keduanya. Keduanya memang bertumpang
tindih karena itu dipelajari di jurusan Psikologi maupun Teologi,
tetapi kalau menyangkut dasar iman dan nilai-nilai pendekatan yang
akan dipakai tentu mau-tidak-mau seseorang harus memilih antara
pendekatan yang “God
centered”
(Biblical)
atau yang “man
centered”
(sekuler/modern), kalau tidak kita biasanya jatuh ke dalam sikap
kompromistis, yaitu menerima keduanya tapi lebih banyak menghasilkan
produk sinkretis atau pemaksaan faham Psikologi sekuler ke dalam
ajaran Kristen, dan lambat laun Alkitab diabaikan. Kenyataan inilah
yang sekarang terjadi dalam pelatihan pengembangan diri yang diadakan
di gereja-gereja tertentu.
Di
Amerika pengaruh Psikologi sekuler/modern yang didasarkan dasar iman
Rogerian yang “self
centered”
memang sudah banyak melanda gereja dan seminari Kristen, bahkan
baru-baru ini akibatnya ada berita bahwa beberapa ratus pendeta
gereja arus utama menyeritakan bahwa “There
is no God.”
Yang menarik diamati adalah di kala keadaan gereja dan seminari arus
utama merosot, di kalangan gereja-gereja yang masih mengajarkan “born
again”
dan “Holy
Spirit”
terjadi peningkatan keanggotaan yang mengherankan.
Mengapa
demikian? Para ahli Psikologi pun banyak yang mengakui bahwa
Psikologi tepat disebut sebagai agama pula. Paul Vitz, profesor
Psikologi di New York University menulis buku Psychology
as Religion: The Cult of Self Worship.
Jeffry Satinover menyebutkan bahwa psikologi tidak ada maknanya di
luar kerangka nilai-nilai yang dibawanya, dan nilai itu bisa Alkitab
atau teori manusia karena sejak dasawarsa 60 dan 70-an nilai Alkitab
berangsur-angsur diabaikan dan diganti nilai “aktualisasi diri”
menjadikan Psikologi yang “God
centered’
digeser menjadi “man
centered”
(selfism). Namun apa akibatnya? Apakah kondisi manusia bertambah
baik? Paul Vitz dalam bukunya tersebut menyebut Psikologi
sekuler/modern sudah menjadi bagian dari masalah yang dihadapi
masyarakat dan bukan solusinya.
Jay
Adams sebagai mahasiswa hari pertama jurusan Psikologi diajar
profesor yang menyodorkan berita di koran mengenai
kejahatan-kejahatan yang meluas di masyarakat Amerika. Profesor itu
berkata: “Psikologi adalah satu-satunya harapan bagi manusia untuk
melepaskan diri dari kekacauan itu.” Namun hari berjalan dan
kondisi masyarakat di Amerika bertambah parah dan kejahatan
menjadi-jadi. Patologi sosial meningkat, keluarga cenderung
berantakan dan porak poranda. Ini menunjukkan bahwa optimisme teori
“Self
Actualization”
yang beranggapan bahwa manusia itu pada dasarnya baik ternyata keliru
dan manusia ternyata pada dasarnya sudah terjatuh dalam dosa.
H.J.
Eysenick, Direktur Departemen Psikologi Universitas London
mengatakan: “Sukses Revolusi Freudian kelihatannya sudah lengkap.
Hanya satu hal berjalan keliru, para pasien tidak menjadi makin
baik.” Jay Adams juga menambahkan bahwa “etika yang disodorkan
Freud telah menyebabkan merosotnya tanggung jawab dalam masyarakat
Amerika dan dikenalkannya dasar moral baru (new
morality).”
Kesaksian
kembali kepada Alkitab
Menarik
mendengarkan kesaksian para psikolog/psikiater yang sudah
bertahun-tahun berkecimpung dalam praktek Psikologi/Psikiatri
sekuler/modern kemudian menyadari keterbatasannya seperti Vitz dan
Eysenick, bahkan banyak yang kemudian menemukan kembali mutiara dalam
Psikologi/Psikiatri yang berlandaskan Alkitab.
Psikiater
asal Bandung yang sudah 17 tahun belajar dan bekerja di rumah sakit
jiwa di Australia sebagai hasil pendidikan sekulernya tidak lagi
percaya akan hakekat jiwa manusia yang diberitakan Alkitab khususnya
mengenai keberadaan dan kerasukan setan. Di rumah sakit yang
dilayaninya, 5 spesialis termasuk dirinya menangani pasien yang
sering marah-marah, menjerit-jerit, mengeluarkan caci-maki dan
cenderung bunuh diri dengan membenturkan kepalanya ke tembok atau
melompat bila ada jendela terbuka. Segala ilmu dan peralatan modern
telah diupayakan untuk menyembuhkan pasien itu tapi gagal. Kemudian
keluarga si pasien mengajak seorang pendeta dan setelah si pasien
dinyanyikan dan didoakan dalam “nama Yesus” si pasien menggelepar
dan terjatuh. Pelayanan dalam nama Yesus dan peran Roh Kudus telah
melepaskan si pasien dari kuasa gelap yang mengikatnya yang diakui
tidak dipercaya olehnya sebelumnya.
Ketika
meninjau Presbyterian
Hospital
yang besar di Philadelphia, chaplain
yang memandu menceritakan bahwa dulu waktu untuk penyembuhan pasien
terjadi cukup lama dan banyak kematian terjadi, namun setelah diambil
kebijakan baru di mana siaran radio di kamar-kamar rumah sakit diisi
pembacaan firman dan pemutaran lagu-lagu rohani, rata-rata kesembuhan
pasien terjadi lebih cepat dan angka kematian merosot.
Eta
Linnemann, asisten Rudolf Bultmann yang biasa mengajarkan teologi
modern (historis kritis), kemudian menyadari bahwa ada nilai-nilai
dalam Alkitab yang tetap diperlukan manusia modern yang telah
meninggalkannya. Ia kemudian bertobat menjadi injili dan menjadi
utusan misi ke Indonesia dan berkata: “Teologia modern tidak
berdaya menghadapi okultisme.” Kurt Koch adalah psikiater selama
puluhan tahun dan ia kemudian menyadari bahwa psikiatri memiliki
banyak keterbatasan. Ia kemudian mendalami Biblical
Theology
dan melayani dengan nama Yesus dan kuasa Roh Kudus khususnya
menghadapi kasus-kasus okultisme. Ia kemudian menulis banyak buku
mengenai okultisme a.l. Christian
Counseling & Occultism
dan berceramah ke seluruh dunia.
Pendidikan
Psikologi masa kini memang cenderung berazas sekular/modern dan
pengajaran Alkitab tidak dibahas sekalipun jurusan itu milik
universitas Kristen, apalagi kalau dosen-dosennya non-kristen dan
yang Kristen bukan termasuk “devoted
Christian,”
dan
buku-buku yang dicerna umumnya dari kalangan sekuler. Buku-buku
kalangan Kristen konservatif yang dikategorikan “Biblical
Psychology,”
tidak menjadi koleksi/referensi perpustakaan jurusan.
Jay
Adams adalah psikolog yang gemar melakukan penelitian kemasyarakatan,
setelah belajar dan berpraktek sebagai psikolog sekular ia mulai
menyadari keterbatasan psikologi sekuler yang selama ini
dipelajarinya. Kemudian ia mempelajari teologi dan kemudian dalam
praktek konselingnya ia mengutamakan Biblical
Psychology
dan bukunya Competent
to Counsel sarat
dengan ayat-ayat Alkitab sebagai jawab atas kemelut kejiwaan manusia
sebagai hasil pengalaman praktek barunya. Ia kemudian diangkat
menjadi profesor psikologi dan teologi di Westminster
Seminary
dan menulis lebih dari 50 buku dan berkeliling ke seluruh dunia.
Salah satu hasilnya adalah pertobatan Richard Ganz.
Richard
Ganz adalah seorang psikolog sekuler yang setelah bertahun-tahun
dalam prakteknya mulai menyadari bahwa psikoanalitis sekuler yang
dipelajari dan dipraktekkannya menolak konsep yang mutlak dan
nilai-nilai yang transendental. Dalam pencariannya akan kebenaran
yang lebih utuh ia mengunjungi L’Abri
Fellowship
di negeri Belanda dan setelah membaca buku Jay Adams ia kemudian
bertobat menjadi Kristen dan masuk ke sekolah teologi dan tertarik
salah satu konsep pemikiran Adams bahwa tujuan konseling psikologi
seharusnya menghasilkan manusia yang mengalami:
“buah
Roh ialah: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan,
kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Galatia
5:22-23).
Ia
kemudian menjadikan Psikologi sebagai kendaraan untuk memperkenalkan
Biblical
Psychology
yang sekarang menjadi keyakinannya. Setelah kembali dari L’Abri
dan mendalami Alkitab, ia menemui seorang pasien sakit jiwa di rumah
sakit di mana ia bekerja yang menghujat Tuhan dan bahkan mengaku
dirinya sebagai ‘tuhan'. Ia mulai memperkenalkan Injil dengan
membacakan ayat-ayat Alkitab sambil mendoakan si pasien sebagai
penghiburan kepadanya karena ia sekarang percaya bahwa firman Tuhan
itu berkuasa! Usahanya tidak sia-sia karena ayat-ayat Alkitab yang
didengar melalui telinga si pasien telah mengubah hidup si pasien
yang kemudian sembuh, dan si pasien menerima Yesus sebagai Tuhan dan
Juruselamat hidupnya.
Pemimpin
rumah sakit jiwa di tempat ia bekerja itu bukannya mengapresiasi dan
membuka diri terhadap penyembuhan pasien itu malah melarang Ganz
mempraktekkan pembacaan Alkitab di rumah sakit jiwa itu. Ini
menunjukkan kembali bahwa ilmu jiwa sekuler/modern telah menjadi
agama yang cenderung menolak agama Kristen. Ganz kemudian menulis
buku The
Failure of Modern Psychology
di mana ia mendikotomikan “Psikologi/Konseling Sekuler” dengan
“Psikologi/Konseling Alkitabiah” dan mengingatkan pembaca akan
bahaya mengkorporasikan keduanya. Ia sekarang menjabat direktur
Biblical
Psychology and Counseling Center di
Ottawa.
Manusia
adalah mahluk rohani yang bagaimanapun membutuhkan Tuhan sebagai
pembimbing hidupnya di dunia ini, bergantung pada Psikologi
sekuler/modern yang mengandalkan kemampuan diri sendiri (self)
dan menjadikan manusia sebagai penentu masalah kebenaran dan
moralitas (humanisme sekuler) akan berakhir pada jalan tanpa ujung,
dan melihat pengalaman di Eropa dan Amerika bahwa eforia
rasionalisme, liberalisme dan sekularisme telah mengabaikan Alkitab,
kita harus merenung ke mana mereka akan mencari solusi kalau
teori-teori Psikologi sekuler/modern yang diandalkannya gagal?
Sebagai umat yang takut akan Tuhan tentunya kita harus kembali dan
berpegang teguh pada ajaran Alkitab!
A
m i n ! ***
-------
Bpk Herlianto merupakan ketua Yayasan
Bina Awam (Yabina) yang bergerak dalam bidang penerbitan buku rohani,
Makalah Sahabat Awam, Seri Buku Saku Yabina, CD eBook, dan pelayanan
melalui internet (situs www.yabina.org,
dan milis mimbar-maya@yabina.org).
Beliau meraih gelar S1 (Ir - arsitek) dari Institut Teknologi Bandung
(ITB, 1968). Bachelor of Theology (B. Th.) dari Seminari
Alkitab Asia Tenggara (SAAT) Malang (1976) dan Master of Theology
(M.Th.) dari Princeton Theological Seminary, USA, 1982. Profil
selengkapnya dapat dilihat di situs tokohindonesia.com. Artikel di atas dikutip dari Facebook dengan judul "Alkitab yang Semakin Diabaikan" dan telah melalui revisi teknis penulisan dari
redaksi tanpa merubah arti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar