“Orang Kristen Palestina sudah dalam beberapa waktu lamanya berpindah dalam jumlah besar,” ungkap Bob Simon memulai laporannya mengenai orang Kristen di Tanah Suci. “Sekarang jumlah mereka tinggal kurang dari 2 persen, dan kemungkinan situs-situs suci – seperti Yerusalem dan Betlehem – menjadi tempat tanpa lagi orang Kristen semakin mendekati kenyataan.”
Bob Simon mengungkapkan bahwa, sekalipun mereka menyadari bagian dunia yang disebut “Tanah Suci” sangat diperdebatkan, ketika hendak meliput cerita ini tahun lalu “kami tidak menyadari bahwa halnya akan menjadi begitu kontroversial.”
Bob Simon mewawancarai seorang pemimpin Gereja Makam Suci (the Church of the Holy Sepulcher) di Kota Yerusalem. Beliau mengatakan bahwa hanya tinggal sedikit orang Kristen yang menetap di Kota Lama. Simon mengungkapkan kekuatiran dari para pemimpin lokal bahwa Yerusalem tak lama lagi akan menjadi “taman bertemakan rohani” dan sebuah “museum” di mana hanya turis Kristen yang datang berkunjung tetapi tidak ada lagi yang menetap.
Bob Simon melanjutkan dengan mengatakan bahwa orang Kristen Palestina sedang ditekan hilang dari keberadaan mereka, tak bisa bersaing dengan mayoritas Muslim yang terus bertumbuh dan pemukiman masyarakat Israel di Tepi Barat.
Program 60 Menit menyoroti tembok Tepi Barat yang pada satu sisi telah mengurangi tindakan terorisme sampai 90 persen, tetapi pada sisi lain membuat Betlehem, yang merupakan bagian dari Palestina, seperti sebuah “penjara terbuka.”
60 Menit kemudian menampilkan Michael Oren, Dutabesar Israel untuk Amerika.
“Kami harus melindungi negara kami, tapi kadang kala Anda harus melakukan apa yang harus Anda lakukan untuk bertahan hidup,” ungkapnya. “Menurut saya masalah utama di Tepi Barat, seperti halnya di tempat-tempat lain di Timur Tengah, adalah bahwa penduduk Kristen hidup di bawah tekanan.”
“Dan bahwa tekanan itu datang dari pihak Muslim dan bukan pendudukan Israel,” tanya Simon. Oren mengiyakan.
Beberapa orang Palestina yang diwawancarai dalam 60 Menit mengatakan bahwa alasan itu hanya sebagai cara untuk mendapatkan dukungan rakyat Amerika dan adalah hal yang tidak benar.
Bob Simon memperkenalkan sebuah gereja Kristen yang terlibat dalam penolakan tanpa kekerasan terhadap pendudukan Israel dan upaya gereja ini didukung oleh 13 denominasi Kristen.
“Denominasi-denominasi [gereja-gereja] ini sangat kritis terhadap negara Israel, kadang kala melampaui titik kekritisan yang sah,” ungkap Oren. Ketika dimintakan untuk menjelaskan tuduhan itu, Oren mengatakan bahwa mereka dituduh dengan kejahatan yang secara historis berkaitan dengan sikap anti-Semit dan karena telah di luar batas pemerintah Israel tidak pernah secara resmi menanggapi.
Bob Simon menanyakan kepada warga Palestina apakah mereka melihat bahwa tindakan Israel yang memberi dampak negatif terhadap orang Kristen akan mematikan dukungan dari pendukung utamanya, Amerika. Mereka menyetujuinya, termasuk warga Israel sendiri demikian, sekalipun secara tersembunyi.
Bob Simon mengungkapkan bahwa Dutabesar Oren menghubungi editor berita CBS dan eksekutif produser program 60 Menit, Jeff Fager, ketika mereka sedang melaporkan liputannya dan mencoba menekan mereka supaya jangan menyiarkan bagian itu, dengan alasan bahwa ia yakin liputan itu adalah suatu upaya penyerangan.
Dalam kesempatan lain, Michael Oren, mengungkapkan bulan lalu (4/17) di Columbia Law School bahwa Israel adalah “sekutu utama” Amerika, yang memiliki nilai dan komitmen terhadap demokrasi yang sama. Ia menunjukkan ikatan spritual, persekutuan strategis, dan hubungan dagang antara kedua negara. Tak berhenti di situ, Oren juga mengumbar bahwa Israel adalah negara liberal yang mendukung hak-hak gay dan Tel Aviv baru-baru ini dipilih sebagai kota yang paling ramah terhadap kaum gay di seluruh dunia. Ia menulis “Ketika pemimpin-pemimpin agama – Yahudi, Kristen dan Islam – bersama-sama menuntut penghentian parade Gay Pride tahunan di Yerusalem, negara memastikan bahwa itu terlaksana.”***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar