Kamis, 03 Mei 2012

Pendeta dari Yerusalem: Orang Kristen perlu belajar Alkitab untuk terlibat dalam proses perdamaian di Timur Tengah

Pdt. Steven Khoury, pria berlatar-belakang Israel-Arab yang melayani di wilayah Palestina mengungkapkan bahwa supaya orang Kristen dapat terlibat dalam proses perdamaian di Timur Tengah mereka perlu “belajar Alkitab” dan apa yang dikatakan di dalamnya mengenai pelayanan Yesus, demikian dilaporkan oleh The Christian Post.

Pdt. Steven Khoury (foto: ahavisrael)
Pdt. Khoury yang lahir di Yerusalem saat ini merupakan wakil presiden dari organisasi Holy Land Missions (Misi di Tanah Suci) dan juga merupakan penulis Diplomatic Christianity. Ia menjadi pembicara dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Family Research Council (FRC) untuk menyoroti kesukaran yang dialami oleh masyarakat Kristen Palestina.

“Mereka perlu mempelajari Alkitab. Kembali mempelajari akar iman, yaitu dengan mempelajari Alkitab," ungkap Pdt. Khoury kepada The Christian Post.

“Saya pikir penting untuk menyebarkan pesan yang dibagikan Kristus dan pesan itu adalah kasih, pengampunan, dan penerimaan.”

Pdt. Khoury juga mengatakan bahwa ia merasa orang Kristen seharusnya lebih fokus pada pesan-pesan positif dalam melakukan penginjilan termasuk dalam menyikapi hal-hal yang bersifat kontroversial.

“Saya merasa risih ketika orang Kristen mengambil sikap anti ini atau itu. Saya bisa tidak sependapat dengan Anda, tapi itu tidak harus berarti saya ini anti-Anda,” ungkapnya.

Pernyataannya disampaikan pada sebuah iven bertemakan “Sudut Pandang seorang Pendeta berlatar-belakang Israel-Arab terhadap Penganiayaan dan Pelayanan di Tanah Suci.”

“Membagikan berita Injil di bagian dunia ini menuntut harga yang sangat besar,” ungkap Tony Perkins, president dari FRC, menanggapi keberadaan gereja yang dilayani oleh Pdt. Khoury dan ayahnya di Yerusalem dan Betlehem.

“[Pdt. Khoury] telah menyaksikan anggota jemaat diserang, mengalami diskriminasi, kehilangan sumber penghidupan, semuanya demi Injil Yesus Kristus. Beberapa orang percaya yang bernaung di bawah pelayanannya telah menjadi martir, termasuk pamannya sendiri.”

Pdt. Khoury memberikan gambaran dari pengalamannya sendiri tentang penganiayaan yang terjadi. Tumbuh besar di wilayah yang dihuni oleh warga Muslim yang di dalamnya terdapat penganut garis keras, ia mengungkapkan adalah hal yang biasa melihat ibadah gereja terhenti oleh seseorang yang membawa batu atau bom molotov. Ia mengingat ruang ibadah dijejeri dengan air sebagai persiapan kalau terjadi serangan.

Masalah lain kadang datang ketika berurusan dengan pejabat pemerintahan dari PLO (Organisasi Pembebasan Palestina), yang seringkali menganggap dokumen gereja yang dimiliki olehnya dan ayahnya tidak berlaku, sehingga membuat pelayanannya sulit. Baik ia dan ayahnya telah mengalami dipukuli oleh sekelompok orang yang menentang usaha penginjilan mereka.

Acara di mana Pdt. Khoury diundang sebagai pembicara dilaksanakan tidak lama sesudah program televesi CBS berjudul “60 menit” disiarkan, dalam mana Bob Simon berpendapat bahwa pendudukan Israel dan kebijakannya telah memaksa orang Kristen keluar dari Tanah Suci. Hal ini mendapat reaksi keras dari Jewish Federation of North America dan Christian United for Israel.

Pada sesi tanya-jawab dalam even ini, seorang Muslim Sunni dari Jalur Gaza hadir dan bertanya tentang apa tanggapannya mengenai Zahi Khouri, yang ketika diwawancarai dalam program “60 menit” itu mengatakan bahwa tidak ada penganiayaan orang Kristen dilakukan oleh kelompok Palestina.

“Saya tidak bisa bicara atas nama [Zahi Khouri]. Yang bisa saya katakan adalah berdasarkan pengalaman saya sendiri,” katanya menanggapi. “Saya telah mengalami penganiayaan, tapi saya juga telah mengalami kasih baik dari kalangan Muslim maupun orang Yahudi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar