Sabtu, 30 November 2013

Hidup dengan HIV positif: Hati yang gembira adalah obat

Ketika beban hidup menjadi mustahil untuk dipikul, ibu empat orang anak ini mencari pertolongan Tuhan.



Martha Erika tahu kegiatan suaminya, baik ketika pergi dinas atau pun pulang malam, karena mereka selalu berkomunikasi. Namun entah kenapa, suaminya berubah menjadi orang yang temperamen dan kasar.

Tahun 2008, suaminya mulai sakit-sakitan. Hal itu terbilang aneh, mengingat suaminya sering olahraga dan punya badan kekar.

"Saya tidak pernah berpikir kalau dia temperamen gitu karena merasakan sakit dalam tubuhnya," ujar Martha.

Sejak kejadian itu suaminya langsung terkena penyakit paru-paru dan infeksi kulit. Suaminya pun kemudian diantar ke rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan dokter didapati bahwa suami Martha terkena HIV/AIDS.

"Itu rasanya dunia jungkir balik gitu. Saya ga bisa berkata-kata di situ. Ingin berteriak, ingin marah, di situ apapun rasanya ga karu-karuan," cerita Martha lagi.

Ketika ditanya dari mana sang suami bisa mendapat penyakit tersebut, suaminya hanya menjawab, "Ma, maafin papa ya…"

Suaminya meminta agar Martha dan anaknya yang terkecil diperiksa dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa Martha pun terkena HIV/AIDS.

"Tuhan, Kau ijinkan ini terjadi, apa dosa saya? Apa salah saya, Tuhan?" Bayi mereka sendiri belum bisa dideteksi sampai berusia dua tahun.

Martha sempat mendiamkan suami sejak mengetahui keadaan dirinya. Saat yang sama, suaminya bolak-balik rumah sakit. Dua minggu diopname, dua minggu pulang dan kemudian kembali lagi ke rumah sakit.

Di saat seperti itu, lama-lama timbul belas kasih Martha kepada suaminya.

Dalam hitungan bulan, maut merenggut nyawa sang suami. "Padahal saya sudah ikhlas, apapun keadaan suami, walaupun dia di kursi roda sekalipun, kami akan hidup di jalan Tuhan." Namun, kenyataannya berbeda. Selain itu, Martha pun perlu memikirkan sisi ekonomi keluarganya sejak ditinggal suami.

"Hidup di Jakarta, punya anak empat dengan tiga yang bersekolah, itu rasa-rasanya ga memungkinkan saya untuk bertahan hidup. Belum lagi saya harus memikirkan penyakit HIV/AIDS positif yang ada dalam tubuh saya. Sampai-sampai saya berkata, 'Tuhan, sungguh tak adil Tuhan sama saya'," tutur Martha.

Pernah suatu kali fisik Martha menurun dan terkena infeksi paru-paru serta kulit membuatnya terpuruk. "Dengan melihat anak saya empat yang masih kecil-kecil, saya berjuang untuk anak-anak saya dan di situ saya mencari tempat ibadah.”


"Suatu hari dia datang di rumah doa, di tempat ibadah," ujar Pdp Kumala, orang yang kemudian menjadi pembimbing rohani Martha. "Dan kebetulan saya sebagai koordinator di sana, dia datang dengan keadaan sepertinya bimbang," lanjutnya lagi.

"Di situ mereka tidak menjauhi saya, mereka membimbing saya, merangkul saya dan benar-benar memotivasi saya untuk bisa membuat saya semangat kembali," ungkap Martha. Melalui teman-teman komunitasnya yang baru ini, Martha merasa dirinya diterima.

"Teman-teman komsel [kelompok sel] saya itu mengajarkan pada saya untuk melepaskan pengampunan pada suami saya, walaupun dia sudah tidak ada tapi saya harus melepaskan pengampunan. Mereka membimbing terus menuntun saya, mengenal pribadi Yesus," kata Martha.

Virus HIV itu masih ada dalam tubuhnya, namun kebenaran yang dia dapat membuatnya bangkit dan terus berjuang.

"Hati yang gembira adalah obat, dan itu yang menguatkan saya, di mana kala ketika saya gembira maka itu adalah obat dari sakit penyakit saya." ujar Martha. "Yang tadinya kondisi saya sakit-sakitan, tidak bisa melakukan apapun, sekarang saya mampu melakukan," katanya lagi.

Ketika Martha fokus pada Tuhan dan bukan penyakitnya, mujizatpun terjadi. Anak terkecilnya setelah berusia 2 tahun, ternyata tidak terinfeksi HIV.

"Di situ saya melihat kasih Yesus yang luar biasa, di mana ketika kita benar-benar berserah kepada Yesus dan ketika mengatakan beban kita pada Yesus, dan Dia yang memulihkan kita. Jadi saya, tidak mau fokus dengan penyakit saya ini. Saya mau fokus bagaimana Yesus bekerja dalam kehidupan saya.

“Karena semua diijinkan terjadi dalam kehidupan saya, semua agar saya merasakan kasih Yesus yang luar biasa, supaya saya bisa merasakan mujizat-Nya yang luar biasa.

“Membuat saya semakin mengerti, apa kehendak-Nya di dalam kehidupan saya, buat teman-teman sependerita yang lain, agar bisa semangat lagi dan berbagi kasih Yesus yang luar biasa dalam kehidupan kita," kata Martha menutup kesaksiannya.


Sumber: www.jawaban.com
Judul asli: Kisah Nyata Wanita yang Terkena HIV Akibat Selingkuhan Suaminya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar