Ketika beban hidup menjadi mustahil untuk dipikul, ibu empat orang anak ini mencari pertolongan Tuhan.
Martha Erika tahu kegiatan suaminya,
baik ketika pergi dinas atau pun pulang malam, karena mereka selalu
berkomunikasi. Namun entah kenapa, suaminya berubah menjadi orang
yang temperamen dan kasar.
Tahun 2008, suaminya mulai
sakit-sakitan. Hal itu terbilang aneh, mengingat suaminya sering
olahraga dan punya badan kekar.
"Saya tidak pernah berpikir kalau
dia temperamen gitu karena merasakan sakit dalam tubuhnya," ujar
Martha.
Sejak kejadian itu suaminya langsung
terkena penyakit paru-paru dan infeksi kulit. Suaminya pun kemudian
diantar ke rumah sakit. Dari hasil pemeriksaan dokter didapati bahwa suami
Martha terkena HIV/AIDS.
"Itu rasanya dunia jungkir balik
gitu. Saya ga bisa berkata-kata di situ. Ingin berteriak, ingin
marah, di situ apapun rasanya ga karu-karuan," cerita Martha
lagi.
Ketika ditanya dari mana sang suami
bisa mendapat penyakit tersebut, suaminya hanya menjawab, "Ma,
maafin papa ya…"
Suaminya meminta agar Martha dan
anaknya yang terkecil diperiksa dokter. Hasil pemeriksaan menunjukkan
bahwa Martha pun terkena HIV/AIDS.
"Tuhan, Kau ijinkan ini terjadi,
apa dosa saya? Apa salah saya, Tuhan?" Bayi mereka sendiri belum
bisa dideteksi sampai berusia dua tahun.
Martha sempat mendiamkan suami sejak
mengetahui keadaan dirinya. Saat yang sama, suaminya bolak-balik
rumah sakit. Dua minggu diopname, dua minggu pulang dan kemudian
kembali lagi ke rumah sakit.
Di saat seperti itu, lama-lama timbul
belas kasih Martha kepada suaminya.
Dalam hitungan bulan, maut merenggut
nyawa sang suami. "Padahal saya sudah ikhlas, apapun keadaan
suami, walaupun dia di kursi roda sekalipun, kami akan hidup di jalan
Tuhan." Namun, kenyataannya berbeda. Selain itu, Martha pun
perlu memikirkan sisi ekonomi keluarganya sejak ditinggal suami.
"Hidup di Jakarta, punya anak
empat dengan tiga yang bersekolah, itu rasa-rasanya ga memungkinkan
saya untuk bertahan hidup. Belum lagi saya harus memikirkan penyakit
HIV/AIDS positif yang ada dalam tubuh saya. Sampai-sampai saya
berkata, 'Tuhan, sungguh tak adil Tuhan sama saya',"
tutur Martha.
Pernah suatu kali fisik Martha menurun
dan terkena infeksi paru-paru serta kulit membuatnya terpuruk.
"Dengan melihat anak saya empat yang masih kecil-kecil, saya
berjuang untuk anak-anak saya dan di situ saya mencari tempat
ibadah.”
"Suatu hari dia datang di rumah doa, di tempat ibadah," ujar Pdp Kumala, orang yang kemudian menjadi pembimbing rohani Martha. "Dan kebetulan saya sebagai koordinator di sana, dia datang dengan keadaan sepertinya bimbang," lanjutnya lagi.
"Di situ mereka tidak menjauhi
saya, mereka membimbing saya, merangkul saya dan benar-benar
memotivasi saya untuk bisa membuat saya semangat kembali,"
ungkap Martha. Melalui teman-teman komunitasnya yang baru ini, Martha
merasa dirinya diterima.
"Teman-teman komsel [kelompok sel]
saya itu mengajarkan pada saya untuk melepaskan pengampunan pada
suami saya, walaupun dia sudah tidak ada tapi saya harus melepaskan
pengampunan. Mereka membimbing terus menuntun saya, mengenal pribadi
Yesus," kata Martha.
Virus HIV itu masih ada dalam tubuhnya,
namun kebenaran yang dia dapat membuatnya bangkit dan terus
berjuang.
"Hati yang gembira adalah obat,
dan itu yang menguatkan saya, di mana kala ketika saya gembira maka
itu adalah obat dari sakit penyakit saya." ujar Martha. "Yang
tadinya kondisi saya sakit-sakitan, tidak bisa melakukan apapun,
sekarang saya mampu melakukan," katanya lagi.
Ketika Martha fokus pada Tuhan dan
bukan penyakitnya, mujizatpun terjadi. Anak terkecilnya setelah
berusia 2 tahun, ternyata tidak terinfeksi HIV.
"Di situ saya melihat kasih Yesus
yang luar biasa, di mana ketika kita benar-benar berserah kepada
Yesus dan ketika mengatakan beban kita pada Yesus, dan Dia yang
memulihkan kita. Jadi saya, tidak mau fokus dengan penyakit saya ini.
Saya mau fokus bagaimana Yesus bekerja dalam kehidupan saya.
“Karena semua diijinkan terjadi dalam
kehidupan saya, semua agar saya merasakan kasih Yesus yang luar
biasa, supaya saya bisa merasakan mujizat-Nya yang luar biasa.
“Membuat saya semakin mengerti, apa
kehendak-Nya di dalam kehidupan saya, buat teman-teman sependerita
yang lain, agar bisa semangat lagi dan berbagi kasih Yesus yang luar
biasa dalam kehidupan kita," kata Martha menutup kesaksiannya.
Sumber: www.jawaban.com
Judul asli: Kisah Nyata Wanita yang
Terkena HIV Akibat Selingkuhan Suaminya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar