Selasa, 01 Oktober 2013

Memperingati Hari Kesaktian Pancasila: Asal usul Pancasila dan hubungannya dengan umat beragama di Indonesia

Asal usul Pancasila 

Pohon sukun itu, yang berdiri kokoh di atas bukit, menghadap ke laut. Di situlah, pada tahun 1934 hingga 1938, Soekarno banyak merenung. Beberapa saksi sejarah menuturkan, salah satu hasil perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun itu adalah Pancasila.

Pohon sukun itu kemudian diberi nama “pohon Pancasila”. Lalu, lapangan—dulunya bukit—tempat sukun itu berdiri di beri nama “Lapangan Pancasila”.

Di Ende, sebuah kota indah di Pulau Flores, Soekarno menjahit ide-ide besarnya mengenai Indonesia masa depan, termasuk ideologi Pancasila.

Akan tetapi, kita belum tahu seberapa besar pengaruh pengalaman Soekarno di Ende dalam perumusan Pancasila. Fakta-fakta soal ini masih sangat minim.Yuke Ardhiati, seorang arsitek yang penelitiannya sempat menyinggung soal ini, mengatakan, pemikiran Soekarno di Ende sudah meliputi semua sila Pancasila. Saat itu, katanya, Soekarno menyebut sebagai Lima Butir Mutiara.

Dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengatakan:
“Di pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah.”

Dengan demikian, banyak yang menyebut Ende sebagai tempat “penyusunan gagasan-gagasan Pancasila”. Setelah itu, seiring dengan proses di Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, BPUPKI), Soekarno makin mematangkan gagasan tersebut.

BPUPKI resmi dibentuk tanggal 29 April 1945. Badan ini, yang beranggotakan 63 orang, memulai sidang pertamanya pada tanggal 29 Mei 1945. Nah, di sini ada kontroversi: ada yang menyebut Mohammad Yamin menyampaikan pidato tanggal 29 Mei 1945 dan isi pidatonya sama persis dengan Pancasila sekarang ini.

Dalam pidatonya Yamin mengusulkan 5 azas:
  1. peri kebangsaan, 
  2. peri kemanusiaan, 
  3. peri ke Tuhanan,
  4. peri kerakyatan,
  5. kesejahteraan rakyat.

Karena itu, banyak orang yang menyebut Muhamad Yamin sebagai penemu Pancasila. BJ Boland dalam bukunya, The Struggle of Islam in Modern Indonesia, secara terang-terangan menyebut Muh Yamin sebagai penemu Pancasila, bukan Bung Karno.

Tesis ini makin diperkuat di jaman Orde Baru. Ini juga dalam kerangka de-soekarnoismeNugroho Notosusanto, salah seorang ideolog orde baru, banyak menulis tentang sejarah kelahiran Pancasila dengan mengabaikan sama sekali peranan Soekarno.

Dengan penelitian yang sudah bisa ditebak hasilnya, Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa penemu Pancasila bukanlah Soekarno, melainkan Mohammad Yamin dan Soepomo. Itu menjadi pegangan dalam buku-buku penataran P4 dan buku-buku sejarah Orde Baru.

Nugroho Notosusanto, seorang yang anti-marxisme, menuding sila kedua Pancasila  versi Bung Karno, yaitu Peri Kemanusiaan/Internationalisme, sangat identik dengan semangat internasionalisme kaum komunis.

Suatu hari, ketika Bung Hatta memberi ceramah di Makassar, seorang mahasiswa mengeritik Bung Hatta karena menyebut Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Si mahasiswa itu, entah dicekoki oleh kesimpulan Nugroho Notosusanto, menyebut Mohammad Yamin sebagai penemu Pancasila.
Hatta pun bertanya ," dari mana kalian tahu?"
Dijawab oleh sang mahasiswa, “Dari buku Yamin”.
Hatta segera mengatakan, “Buku itu tak benar!”

Rupanya, menurut versi Bung Hatta, Mohamad Yamin tidak berpidato tentang 5 azas itu pada 29 Mei 1945. Pidato itu, kata Bung Hatta—yang saat itu anggota BPUPKI dan panitia kecil—mengingat Pidato Yamin itu disampaikan di Panitia Kecil.

Menurut Bung Hatta, yang saat itu juga anggota BPUPKI, penemu Pancasila itu adalah Bung Karno. Saat itu, kata Bung Hatta, di kalangan anggota BPUPKI muncul pertanyaan:
"Negara Indonesia Merdeka” yang kita bangun itu, apa dasarnya?
 Kebanyakan anggota BPUPKI tidak mau menjawab pertanyaan itu karena takut terjebak dalam perdebatan filosofis berkepanjangan.

Akan tetapi, pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno menjawab pertanyaan itu melalui pidato berdurasi 1 jam. Pidato itu mendapat tepuk-tangan riuh dari anggota BPUPKI. Sesudah itu, dibentuklah panitia kecil beranggotakan 9 orang untuk merumuskan Pancasila sesuai pidato Soekarno.

Panitia kecil itu menunjuk 9 orang:
  1. Soekarno, 
  2. Hatta, 
  3. Yamin, 
  4. Soebardjo, 
  5. Maramis, 
  6. Wahid Hasyim, 
  7. Abikusno Tjokrosuyoso,
  8. Abdul Kahar Muzakkir.

Panitia kecil inilah yang mengubah susunan lima sila itu dan meletakkanKetuhanan Yang Maha Esa di bagian pertama. Pada tanggal 22 Juni 1945pembaruan rumusan Panitia 9 itu diserahkan kepada Panitia Penyelidik Usaha–Usaha Kemerdekaan Indonesia dan diberi nama “Piagam Jakarta”.

Pada 18 Agustus 1945, saat penyusunan Undang-Undang Dasar, Piagam Jakarta itu mengalami sedikit perubahan: pencoretan 7 kata di belakang Ketuhanan, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat islam kepada penduduknya.”

Begitulah, Pancasila masuk dalam pembukaan UUD 1945.

Apa yang dikatakan Bung Hatta mirip dengan penuturan Bung Karno. Dalam Buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, Bung Karno mengatakan, selama tiga hari sidang pertama terjadi perbedaan pendapat. Artinya, jika sidang dimulai tanggal 29 Mei 1945, maka hingga tanggal 31 Mei belum ada kesepakatan.

Terkait tanggal 29 Mei itu, seorang pakar UI, Ananda B Kusuma, menemukan Pringgodigdo Archief. Dokumen ini cukup penting, sebab memuat catatan-catatan tentang sidang itu.
Menurut dokumen itu, orang-orang yang berpidato pada tanggal 29 Mei 1945itu:
  1. MRM. Yamin (20 menit), 
  2. Tn. Soemitro (5 menit), 
  3. Tn. Margono (20 menit), 
  4. Tn. Sanusi (45 menit), 
  5. Tn. Sosro diningrat (5 menit), 
  6. Tn. Wiranatakusumah (15 menit).

Sidang itu diberi alokasi waktu 130 menit. Akan tetapi, yang cukup aneh, Yamin disebut berpidato 120 menit. Padahal, saat itu ada lima pembicara lain yang juga harus menyampaikan pidatonya.

G. Moedjanto, seorang sejarahwan, juga menemukan kejanggalan pada pidato Yamin—yang disebut tanggal 29 Mei 1945 itu. Pada alinea terakhir berbunyi:
“Dua hari yang lampau tuan Ketua memberi kesempatan kepada kita sekalian juga boleh mengeluarkan perasaan”.
Dua hari yang lampau” itu berarti tanggal 27 Mei 1945, sedangkan sidang baru dibuka pada tanggal 29 Mei 1945. Artinya, seperti dikatakan Bung Hatta, pidato Yamin itu memang disampaikan di Panitia Kecil—pasca Soekarno menyampaikan pidato tanggal 1 Juni 1945.

Mohammad Yamin sendiri mengakui Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Itu dapat dilihat di pidato Yamin pada 5 Januari 1958 :
“Untuk penjelasan ingatlah beberapa tanggapan sebagai pegangan sejarah: 1 Juni 1945 diucapkan pidato yang pertama tentang Pancasila…, tanggal 22 Juni 1945 segala ajaran itu dirumuskan di dalam satu naskah politik yang bernama Piagam Jakarta … dan pada tanggal 18 Agustus 1945 disiarkanlah Konstitusi Republik Indonesia, sehari sesudah permakluman kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam konstitusi itu pada bagian pembukaan atau Mukadimahnya dituliskan hitam di atas putih dengan resmi ajaran filsafat pancasila.”

Roeslan Abdulgani, yang sempat menjadi Menteri Penerangan di era Bung Karno, juga menyebut Bung Karno sebagai penggali Pancasila. Dua pemikiran besar di dalam pancasila, yaitu Sosio-nasionalisme(penggabungan sila ke-2 dan ke-3) dan Sosio-demokrasi (penggabungan sila ke-4 dan ke-5), sudah ‘digarap’ oleh Bung Karno sejak tahun 1920-an. Dalam konteks ini, Hatta juga punya peranan ketika menaburkan ide-ide tentang demokrasi kerakyatan.

Dari mana datangnya istilah Pancasila itu?
Dalam buku “Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia (Civic)” dikatakan, kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta:
  • Panca berarti lima
  • sila berarti dasar kesusilaan.

Sebagai kata majemuk, kata “Pancaҫila” sudah dikenal dalam agama Budha. Bila diartikan secara negatif, ia berarti lima pantangan:
(1) larangan membinasakan makhluk hidup,
(2) larangan mencuri,
(3) larangan berzinah,
(4) larangan menipu,
(5) larangan minum miras.

Dalam karangan Mpu Prapantja, Negarakretagama, kata “Pancaҫila” juga ditemukan di buku (sarga) ke-53 bait kedua: “Yatnanggegwani Pancaҫila Krtasangskarabhisekakrama (Raja menjalankan dengan setia kelima pantangan itu, begitu pula upacara ibadat dan penobatan).

Akan tetapi, jika diperhatikan dengan seksama, tidak ada keterkaitan antara Pancaҫila dalam Budha dan Negarakretagama dengan Pancasila yang menjadi dasar atau ideologi bangsa kita itu.

Bung Karno, dalam kursus Pancasila di Istana Negara, 5 Juni 1958, membantah pendapat bahwa “Pancasila (dasar negara kita) adalah perasan dari Buddhisme. Katanya, Pancasila itu tidak pernah congruent dengan agama tertentu, tetapi juga tidak pernah bertentangan dengan agama tertentu.

Soekarno sendiri menolak disebut sebagai “penemu Pancasila”. Baginya, lima mutiara dalam Pancasila itu sudah ada dan hidup di bumi dan tradisi historis bangsa Indonesia. Soekarno hanya menggalinya setelah sekian lama tercampakkan oleh kolonialisme dan penetrasi kebudayaan asing. (Kusno)



Sumber Artikel:

Artikel penting lainnya di Berdikarionline:



==============================================================================

Soekarno Tentang Pancasila, Demokrasi, Islam


Prakata:

Untuk menambah wawasan kita mengenai problem Pancasila, bersama ini saya postingkan fragment pidato Soekarno "Negara Nasional dan Cita-Cita Islam" di Universitas Indonesia, Jakarta 7 Mei 1953, sebagai penjelasan yang diminta oleh Dahlan Ranuwihardjo mengenai probleemstelling tersebut diatas.
Wassalam,
Kartaparawira


SOEKARNO:

Kita mengadakan proklamasi 17 Agustus 1945, apa sebab?

Proklamasi itu disambut oleh segenap rakyat Indonesia yang 80 juta? Tidak ada satu orang pun yang terkecuali pada waktu itu, ialah karena proklamasi ini didasarkan kepada hal-hal yang cocok yang sesuai dengan fase. Didasarkan kepada nasional, didasarkan kepada Pancasila, didasarkan kepadademokrasi. Pada waktu itu kita bersatu padu. Semuanya menyambut ini proklamasi dengan gembira.
Bahkan semuanya pada berjuang, bahkan semuanya pada sedia mengorbankan jiwa dan hartanya, terhadap keperluan proklamasi, ialah karena fase kita geresoneerd (bergema - adm).

Saudara-saudara maka jikalau kita diajak kembali kepada hal itu saya kira Saudara-saudara mengerti, bahwa saya sampai kepada pokok uraian saya ini. Ditanyakan oleh Saudara Ranuwihardjo, bagaimana hubungannya Pancasila dengan Islam.

Saudara-saudara tahulah. Pancasila ini sudah satu kompromis yang laksana meminta kita punya darah dan air mata. Siapa yang membuka sejarah kita terutama sekali pada bulan Juli 1945, satu bulan sebelum proklamasi Indonesia berkumandang di angkasa. Siapa yang membuka riwayatnya kita punya musyawarat-musyawarat, kita punya perdebatan-perdebatan, kita punya pertikaian satu sama lain, bahkan kita punya pada waktu itu hampir menjadi kita punya kebencian satu sama lain, akan mengerti bahwa Pancasila sudah satu kompromis.

Pada waktu itu di dalam sidang Badan yang dinamakan Dokuritsu Zunbi Cosakai. Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia, pada waktu itu pemimpin Islam duduk dengan pemimpin-pemimpin nasional dengan pemimpin-pemimpin Sosialis. Pada waktu itu mula-mula bicara tenang-tenang, pada waktu makin berkobar kobar, pada waktu itu hampir pecah persatuan Nasional kita.

Pada waktu itu kalau pecah, tidak mungkin proklamasi 17 Agustus 1945. Pada waktu ITU aku ada, Kiai Maskur ada, Ki Bagus Hadikusumo ada, pemimpin-pemimpin Islam lain-lain ada, Saudara Abdul Kahar Muzakir ada, Saudara Chaerul Saleh ada, Muhammad Yamin ada, pemimpin-pemimpin seluruh Indonesia berkumpul membicarakan akan dasar-dasar negara yang diproklamirkan.

Alangkah berbahayanya situasinya pada waktu itu. Tetapi Allah SWT Saudara-saudara memberi ilham, memberi taufik hidayat akan persatuan kita. Memberi, menjelma satu dasar yang bisa disetujui oleh semuanya yaitu dasar Pancasila, yang sampai di dalam tiga Undang-undang Dasar RI tidak akan pernah terangkat.

Undang-undang Dasar RI Yogyakarta, Undang-undang Dasar RIS, Undang undang Dasar Sementara RI, sekarang ini, Pancasila tetap terpegang teguh, ialah oleh karena Pancasila adalah sudah satu kompromis yang dapat mempersatukan golongan golongan ini. Maka oleh karena itu Saudara-saudara insaf dan sadarlah akan keadaan yang berbahaya di dalam bulan Juli 1945 itu. Jangan kita, Saudara-saudara mengalami lagi keadaan yang demikian itu. Jangan pecah persatuan kita. Dan jikalau kukata "pecah persatuan kita", kalau aku berkata demikian, itu berarti pecah, gugur, meledak, musnah negara kita yang telah kita perjuangkan bersama ini dengan penderitaan dengan segenap korban yang hebat-hebat. Kembalilah kepada persatuan. Aku sama sekali - sebagai tadi berulang-ulang kukatakan -tidak pernah melarang sesuatu orang memprogandakan ideologinya.

Tetapi ingat, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, persatuan mutlak, ACCENTEN LEGGEN (menekankan - adm) kepada persatuan. Jangan diruncing-runcingkan. Aku ingat kepada kaum Kristen, kaum Kristen bukan satu, bukan dua, bukan tiga, bukan seratus, bukan dua ratus, ribuan kaum Kristen mati gugur di dalam pertempuran mempertahankan kemerdekaan ini. Apakah yang menjadi harapan kaum Kristen itu,Saudara-saudara, yang kita pantas juga menghargai korban-korban mereka itu? Harapan mereka ialah bahwa mereka bisa bersama-sama dengan kita semuanya menjadi anggota kesatuan bangsa Indonesia yang merdeka.

Jangan memakai istilah minoritas, jangan kaum Kristen tidak mau disebut dirinya minoritas. WIJ HEBBEN GEVOCHTEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN. (kami berjuang untuk tidak menjadi minoritas - adm)

Kaum Kristen berkata, "WIJ HEBBEN ONZE ZONEN PRIJSGEGEVEN NIET OM EEN MINORITEIT TE WORDEN."  (Kami memberikan anak kami untuk dikorbankan bukan untuk menjadi minoritas - adm)


Apa yang engkau kehendaki?

Yang dikehendaki ialah sama-sama menjadi anggota warga negara satu negara merdeka: Republik Indonesia Kesatuan. Sama dengan aku, sama dengan alim ulama, sama dengan pemuda-pemudi, sama dengan pegawai, semua, sonder (tanpa - adm) ada minoritas minoritas atau mayoritas-mayoritas.

Tidakkah Islam, Saudara-saudara, malahan sebenarnya di dalam hal iniACCENTEN LEGGEN (ditekankan -adm) kepada "musyawarah".

Aku menjawab pertanyaan-pertanyaan Saudara Dahlan Ranuwihardjo,"Bagaimana duduknya dengan demokrasi?"

Kembali aku minta tolong kepada alim-ulama. Aku belum pernah menjumpai perkataan demokrasi di dalam istilah Islam. Aku sekedar menjumpai "musyawarah". Apalagi aku tidak pernah menjumpai istilah stem-stem di dalam istilah Islam.
Memang yang dianjurkan oleh Islam adalah musyawarah, berunding. Tidak dianjurkan stem-steman, sehingga satu pihak berkata: ya, aku lebih besar jumlah, aku yang mesti menang, tidak!

"Demokrasi" memang sebenarnya - demokrasi yang kita maksudkan bukanlah GRAADMETER (Indikator - adm) sesuatu WAARHEID (Kebenaran - adm). Demokrasi bagi kita ialah musyawarah. Kita mengadakan demokrasi untuk menunjukkan dengan terang ke dunia luaran untuk menginsyafkan diri kita dengan terang ke dalam, bahwa kita tidak menghendaki otokrasi. Bahwa kita tidak menghendaki teokrasi, tidak menghendaki sesuatu golongan menghikmati, menguasai golongan lain.
Di dalam istilah itulah kita memakai perkataan demokrasi. Bukan DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK (Kesepakatan merupakan kebenaran),bukan DE HELFT PLUS EEN IS ALTIJD (bukan mayoritas merupakan kemutlakan yang) menang, tidak, tidak!

Islam memerintahkan musyawarah. Musyawarah Saudara-saudara, di dalam kebijaksanaan. Demokrasi, bukan DOEL (tujuan - suatu kelompok).
Demokrasi adalah sekedar alat, alat kebijaksanaan; cara untuk menyampaikan sesuatu dengan cara yang bijaksana di dalam urusan kemasyarakatan dan kenegaraan. Satu cara dan cara yang kita kehendaki semuanya.

Demokrasi" kita, ialah sebagai sering kukatakan: satu demokrasi MET LEIDERSCHAP (dengan kepemimpinan). Satu demokrasi dengan kebijaksanaan, bukan sekedar stem-steman. Kalau sekedar stem-steman, buat apa diadakan musyawarah, buat apa diadakan debat-debatan. Lebih baik kumpulkan. Kumpulkan! Sudah.

Sekarang isunya misalnya Islam atau tidak? Stem! Itu: DE HELFT PLUS EEN HEEFT ALTIJD GELIJK (Kesepakatan merupakan kebenaran).

Sekarang isunya komunisme, stem sonder (tanpa) bicara lagi, terus stem saja.

Tetapi Saudara-saudara, itu bukan yang dikehendaki oleh kita dan itu bukan pula yang dikehendaki oleh Islam. Islam menghendaki musyawarah, musyawarah di dalam alam persaudaraan, musyawarah agar mencapai apa yang kita kehendaki bersama dengan cara yang sebijaksana-bijaksananya dan dapat memuaskan segala pihak.

Inilah Saudara-saudara apa yang saya maksud di sini borong-borong.Demokrasi bukan berarti mayorikrasi, atau lebih tegas demokrasi kita bukan berarti mayorikrasi oleh karena kita diwajibkan bermusyawarah bukan sekedar stem-steman, mana suara yang terbanyak adalah benar.

Inilah jawabanku kepada Saudara Dahlan Ranuwihardjo mengenai kedudukan demokrasi tadi.

Tentang kedudukan Pancasila dan Islam, aku tidak bisa mengatakan lebih daripada itu dan mensitir Saudara Pemimpin Besar Masyumi Mohammad Natsir. Di Pakistan, di Karachi, tatkala beliau mengadakan ceramah di hadapan PAKISTAN INSTITUTE FOR INTERNATIONAL RELATION (Pakistan lembaga untuk Hubungan Internasional) beliau mengatakan bahwa Pancasila dan Islam tidak bertentangan satu sama lain. Bahkan sama satu sama lain. Ditulis di dalam "Islamic Review", March 1953.

Coba dengarkan. Saudara Natsir menjawab pertanyaan Saudara Ranuwihardjo:

Pakistan is a moslem country. So is may country Indonesia. But though we recognize Islam to be the faith of the Indonesian people. We have not made an expressed mention of it in our Constitution. Nor have we excluded religion from our national life Indonesia has expressed its creed in the Pancasila, or the five principles, which have been adopted as the spiritual , moral and ethical foundation of our nation and our state. Your part and our is the same. Only it is differently stated.

(Pakistan adalah Negara Islam. Demikan juga Negara Indonesia. Tapi meskipun kami mengakui Islam sebagai kepercayaan dari penduduk Indonesia. Kami tidak boleh menuliskan di dalam perundang-undangan kami. Kami juga tidak mengkecualikan agama dari kehidupan nasional kami, Indonesia telah menyatakan keyakinan dalam Pancasila, atau lima prinsip, yang telah diadopsi sebagai landasan spiritual, moral dan etika bangsa dan negara kita. Bagian Anda dan kami adalah sama. Hanya itu berbeda dinyatakan.)

Ceramah saya ini tidak lain tidak bukan, ialah agar supaya jangan kita salah paham satu sama lain.
Dengan dihilangkannya salah paham itu kita bisa mengadakanUNDERSTANDING (pengertian) satu kepada yang lain yang lebih baik agar supaya bisalah tersusun kembali kita punya persatuan nasional yang seerat-eratnya untuk menyelesaikan revolusi nasional kita ini, yaitu mendirikan satu negara nasional yang meliputi segenap wilayah NATIE (bangsa) Indonesia seluruhnya dari Sabang sampai ke Merauke.

Sekian ceramah saya.

(Fragment ceramah Presiden Soekarno "Negara Nasional dan Cita-cita Islam" dicuplik dari buku "Bung Karno dan Islam", Jakarta: Haji Masagung,1990, h.26-29)
===========================================================
Publikasi No.30/1997
LABORATRIUM STUDI SOSIAL POLITIK INDONESIA
Motto: Membela Pancasila dan UUD'45
Email: LSSPI@hotmail.com, LSSPI@theoffice.net
===========================================================



Artikel di atas dimuat di group Kumpulan Dongeng dan Cerita Rakyat



(MP tidak mempunyai kaitan dengan situs-situs sumber artikel-artikel di atas. Artikel-artikel itu kami nilai bermanfaat dan mempunyai nuansa kekritisan terhadap keadaan nasional Indonesia. MP turut berupaya meningkatkan wawasan politis santun dan etis masyarakat Indonesia.)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar