Sabtu, 04 Agustus 2012

Wanita di garis depan: Upaya untuk menyelamatkan anak-anak di Sri Lanka

Protes perempuan Sri Lanka menuntut
ketegasan pemerintah terhadap tindak
kejahatan pelecehan anak
(foto: passionparade.blogspot.com/
DushiYanthini)
SRI LANKA, Colombo (4/8/12).
Menanggapi meningkatnya kejahatan pelecehan terhadap anak-anak, Departemen Kehakiman Sri Lanka telah mengambil langkah untuk mendirikan sebuah pengadilan tinggi terpisah di Colombo dalam rangka mempercepat sidang-sidang kasus pelecehan anak.

Sekretaris Departemen Kehakiman, Kamalini de Silva, mengatakan bahwa semua kasus menyangkut pelecehan anak akan ditangani lewat pengadilan ini, di antaranya untuk mengurangi penundaan dalam proses hukum terhadap tindak kejahatan pelecehan anak dan membawa pelaku kejahatan ke pengadilan seawal mungkin. Hal ini akan mempercepat penyediaan pertolongan bagi korban dan mengurangi kejadian menyedihkan yang sama, ungkapnya seperti dilansir ColomboPage.
Tanggal 20 Juli lalu perempuan Sri Lanka mengadakan demonstrasi menuntut pemerintah menetapkan hukuman mati bagi penjahat pelaku pelecehan terhadap perempuan dan anak. Hal yang sama dituntut oleh National Child Protection Authority (NCPA [otoritas perlindungan anak nasional]), sebuah lembaga pemerintah yang didirikan pada tahun 1998 untuk melindungi anak-anak.

(passionparade.blogspot/DushiYanthini)
Sampai sejauh ini NCPA telah menerima lebih dari 20.000 keluhan pelecehan anak di tahun 2012.
Polisi mengatakan adanya 975 kasus dalam enam bulan pertama tahun 2012 menunjukkan peningkatan yang cukup besar pada tingkat kejahatan pelecehan anak, dan hal ini turut dipengaruhi oleh peningkatan penggunaan komputer, Internet, dan HP di Sri Lanka, demikian dilaporkan Xinhua-ANI. 

Ketua NCPA, Anoma Dissanayake, menyarankan bahwa satu-satunya cara untuk mengontrol meningkatnya pelecehan terhadap anak-anak saat ini adalah dengan memberikan hukuman yang paling berat.

Serangkaian kekerasan seksual terbaru mendorong aksi protes akhir bulan lalu oleh lebih dari 1.000 orang termasuk anak-anak dan 100 pemimpin Kristen. Banyak dari para demonstran juga menyerukan hukuman mati terkait kasus pelecehan seksual anak, demikian dilaporkan UCANews.

Pastor John Salomo dari Gereja Bala Keselamatan mengatakan menghukum para pelaku itu tidak cukup untuk membendung gelombang kekerasan seksual terhadap anak. Gambar-gambar porno yang mengeksploitasi anak di televisi dan media online perlu dikontrol.
“Kasus pelecehan seksual anak ini dilakukan oleh mereka yang memegang tanggung jawab untuk melindungi anak-anak muda,” katanya.
Ebenezer Joseph, Sekretaris Jenderal Dewan Kristen Nasional Sri Lanka, mengatakan sudah saatnya masyarakat Sri Lanka diberikan kembali pendidikan moral dasar berdasarkan ajaran agama.
Ada kebutuhan mendesak untuk mendidik masyarakat kita tentang bahaya terkait kebutuhan ekonomi dengan mengorbankan anak-anak kita,” ungkapnya.
(passionparade.blogspot/
DushiYanthini)
Pada Maret 2006 lalu Tamil Center for Human Rights (TCHR) mempublikasikan data yang mengejutkan tentang situasi anak-anak di Sri Lanka. Puluhan ribu anak menjadi korban perdagangan manusia dan prostitusi. Laporan itu turut mengutip pemberitaan IPS tahun 1998 yang mengatakan 5000-30.000 anak laki-laki dipakai oleh seks turis pedofilia dari Barat, hal mana yang memberikan Sri Lanka nama julukan “surga para pedofilia.”

Dengan situasi yang dialami anak-anak Sri Lanka baru-baru ini, anak-anak belum mendapat perhatian yang semestinya. Namun ada harapan baru saat ini. Semoga pemerintah dan masyarakat dapat benar-benar mengambil bagian dalam perlindungan anak-anak yang adalah masa depan. (MP)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar