Arab Saudi (wikipedia) |
Menurut sejumlah
website Arab Saudi
(termasuk UPI
Arabic), Kementrian
Urusan Islam Saudi telah mengirimkan
peringatan kepada para imam di masjid-masjid untuk tidak berdoa bagi
kehancuran bagi umat Kristen
dan umat Yahudi
dalam khotbah dan doa Jumat mereka, dengan catatan bahwa doa yang
“benar” adalah hanya untuk para “penyerang.” (ElderofZiyon)
Berita ini telah
diklarifikasi
oleh Dr. Taufik Al-Sudairy,
pejabat setempat, bahwa Kementrian tidak pernah mengeluarkan
peringatan demikian. Bahwa media hanya mengacu pada sebuah surat
edaran dari Kementrian yang mengatakan bahwa doa yang benar adalah
melawan “penyerang” karena kemungkinan adalah keliru memukul rata
semua [Kristen dan Yahudi] yang dalam kebajikannya mengetahui bahwa
Allah ada.
Surat itu juga
berisi himbauan supaya pembacaan Kitab Suci dan doa tidak dilakukan
keras-keras supaya tidak menyakitkan telinga dan membuat persaingan
dengan suara di masjid-masjid lainnya.
Jurnalis Sabria
Jawhar menulis:
Akibat perang di Afghanistan
dan Irak,
khotbah Jumat yang berisi kemarahan terhadap non-Muslim semakin
meningkat dilakukan oleh beberapa imam di Arab Saudi. Mereka
menganggap orang Yahudi dan Kristen bertanggung jawab atas kerusakan
akibat perang-perang ini. Hal ini belum merupakan suatu upaya sengaja
untuk membusukkan umat beragama lainnya, melainkan sebagai reaksi
terhadap perasaan terancam masyarakat.
Khotbah-khotbah
semacam ini adalah salah satu tantangan terbesar bagi pemerintah
Saudi yang ingin mengubah imej Kerajaan Arab Saudi.
Ungkapan-ungkapan bernuansa kebencian terhadap berbagai kelompok
masyarakat lainnya itu tidak lagi hanya didengar oleh jemaat di
masjid lokal, karena disiarkan di seluruh dunia dengan adanya
Internet sekarang ini.
Secara
historis, penghasutan melawan non-Muslim dilarang dan bertentangan
dengan Islam. Sesuai keyakinan iman Islam,
Nabi Muhammad
berkata ia tidak dikirim kepada orang-orang sebagai
seorang yang mengkhotbahkan kutukan tetapi sebagai seorang yang
membawa belas kasihan.
Pada kenyataannya, umat Muslim diajarkan untuk
menunjukkan kebaikan kepada non-Muslim yang tidak menindas atau
meneror komunitas Muslim. Dalam kitab suci agama Islam, Al-Qur'an,
ditulis, "Allah melarangmu bukan mereka yang tidak berperang
melawanmu karena agama dan memaksamu keluar dari rumahmu, bahwa kamu
harus menunjukkan kepada mereka kebaikan dan secara adil berurusan
dengan mereka. Sesungguhnya! Allah mengasihi orang yang
adil"(60:8).
Ungkapan-ungkapan
dari imam lokal membawa pengaruh cukup besar di antara umat, yang
banyak di antaranya memiliki sedikit pendidikan formal dalam studi
Islam dan menganggap para pengkhotbah sebagai yang paling tahu jalan
Islam yang benar.
Raja Abdullah
tidak hanya ingin para imam menghentikan khotbahnya
kebenciannya, namun juga telah mengambil langkah-langkah untuk
menjangkau agama lain. Tahun 2007 lalu ia bertemu dengan Paus
Benediktus XVI dan pada tahun 2008
mengadakan konferensi di Mekkah untuk mendesak para pemimpin Muslim
supaya bergabung dengan para pemimpin Yahudi dan Kristen untuk
berbicara dalam satu suara, toleransi dan berkomitmen untuk dialog
antar agama. Inilah Arab Saudi dan esensi Islam yang sebenarnya.
Dalam semangat yang sama, Raja
Abdullah memelopori pendirian King
Abdullah University of Science and Technology
(KAUST), yang memungkinkan pria dan wanita dari berbagai agama untuk
bekerja dan belajar bersama-sama dalam satu kelas. Dengan KAUST, Raja
Abdulah telah meninggalkan pendekatan lama dalam pendidikan di Saudi
dengan menarik pelajar dan pengajar Muslim dan non-Muslim, dan
menerapkan kurikulum dan model seperti Universitas di Barat. Meskipun
hal ini masih merupakan sumber perdebatan di Arab Saudi, KAUST
merupakan sebuah percobaan dalam hal toleransi ketika siswa dan
instruktur meninggalkan hambatan-hambatan bersifat keagamaan untuk
bekerja bersama-sama.
Lebih jauh Sabria Jawhar menulis
bahwa ia tidak lagi mau menganggap
bahwa pemerintah Amerika Serikat "anti-Muslim" dan Arab
Saudi "anti-Kristen." Menurutnya, di kalangan Islam maupun
Kristen ada para pengkhotbah yang intoleran terhadap pemeluk agama
lainnya. Dan bahwa apa yang dikatakan di mimbar agama seringkali
berbeda dengan kebijakan pemerintah [atau sebaliknya] dan kerinduan
hati orang-orang banyak, seperti adanya toleransi, jarang diberitakan
oleh media. (MP)
Tulisan terkait: Pluralitas dan Pluralisme (agama-agama)
Tulisan terkait: Pluralitas dan Pluralisme (agama-agama)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar