foto: hurriyetdailynews |
“Pada beberapa waktu baru lalu saya berkesimpulan bahwa, bagi saya pribadi, penting bagi saya untuk selanjutnya menegaskan bahwa saya melihat pasangan sesama jenis harus bisa menikah,”
ungkapnya dalam wawancara dengan ABCNews.
Media menyebutnya “evolusi” Obama karena sebelumnya ia mengatakan bahwa ia belum mempunyai sikap resmi menyangkut masalah ini. Namun pernyataan Obama ini datang bukan sebagai suatu kejutan besar seperti yang diakui Tony Perkins, pemimpin dari Family Research Council, dan bagi publik Amerika bahkan dunia yang telah mengikuti perkembangan di negeri Paman Sam hal ini bisa diprediksi.
Wakil Presiden AS, Joe Bidden, telah mengungkapkan hal senanda dalam acara “Meet the Press” (Bertemu dengan Pers) di stasiun TV NBC hari Minggu yang lalu, namun jauh di bulan Desember lalu Sekneg Hillary Clinton dalam pidatonya dalam pertemuan PBB di Geneva telah terang-terangan mengatakan bahwa Amerika (maksudnya adminstrasi pemerintahnya saat ini) berkepentingan untuk melindungi 'hak-hak kaum gay' lewat seluruh perwakilan-perwakilannya dan penerimaannya turut menentukan bantuan luar negeri AS. Kebijakan serupa diusung oleh pemerintahan Inggris sekarang ini, dengan Perdana Menteri David Cameron Oktober lalu mengungkapkan bahwa untuk menerima bantuan Inggris negara-negara persemakmuran di Afrika harus menghargai 'hak-hak kaum gay'.
Beberapa pemimpin di negara-negara Afrika telah dengan keras menantang bentuk neo-kolonialisme ini dengan menyatakan bahwa setiap masyarakat mempunyai nilai-nilai budayanya sendiri yang harus dihormati. Contoh baru-baru ini adalah presiden Gambia, Yahya Jammeh.
Pernyataan Obama di atas sempat menimbulkan tanda tanya pada lawan-lawan politiknya. Ada yang melihatnya sebagai kejatuhan Obama dengan merujuk pada voting sehari sebelumnya di negara bagian North Carolina (Karolina Utara), yang merupakan asal dari penginjil terkenal Billy Graham, dimana kelompok pro-pernikahan tradisional berhasil mempertahankan definisi pernikahan sebagai persekutuan satu orang laki-laki dan satu orang perempuan menang dengan prosentasi 61:39.
Namun sebuah kelompok advokasi nilai hidup manusia, keluarga, dan kebebasan beragama yang telah mencetuskan sebuah piagam yang disebut Manhattan Declaration menyebutnya sebagai “manuver politik yang ditujukan untuk menggerakkan pendukung [Obama] dalam menghadapi pemilihan presiden November nanti.”
Jika langkah Obama ini, yang sudah ditunggu-tunggu oleh kebanyakan media arus utama yang cenderung menempatkan isu gay di posisi yang menguntungkan, ternyata terukur dan dapat membawanya ke kursi kepresidenan AS yang kedua kali, maka ada kemungkinan bahwa di satu sisi orang Kristen akan mengalami banyak tekanan dari kelompok sekuler karena sikap moral mereka, dan di sisi lain akan menjadi target dari Islam radikal karena disamakan dengan Barat yang sekuler.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar