Lord Carey (foto: The Telegraph) |
Lord Carey mengatakan bahwa orang-orang Kristen “difinah” oleh pengadilan, diperlakukan sebagai ”fanatik” dan dipecat semata-mata karena mengekspresikan kepercayaan agama mereka. Pernyataan ini adalah bagian dari upaya banding langsung ke Pengadilan HAM Eropa menyangkut kasus-kasus berkaitan dengan kebebasan beragama, demikian dilaporkan The Telegraph.
Dalam sebuah penyampaian tertulis, Lord Carey, mantan pemimpin dari 70 juta anggota gereja Anglican, memperingatkan bahwa pengekspresian nilai-nilai tradisional Kekristenan secara efektif telah “dilarang” di Inggris di bawah preteks “penyesuaian dengan kepercayaan dan tindak tanduk yang bersifat sekuler.”
Orang Kristen akan menghadapi “penghalang bersifat keagamaan” jika pemberlakuan larangan memakai salib sebagai ungkapan kepercayaan agama tidak dibatalkan.
Lord Carey mengatakan bahwa dalam “kasus demi kasus” pengadilan Inggris telah gagal melindungi nilai-nilai Kekristenan. Ia mendesak hakim-hakim di Eropa untuk bisa memperbaiki hal ini.
Hearing, yang akan dimulai di Strasbourg pada tanggal 4 September, akan melibatkan dua kasus pekerja yang dikeluarkan dari pekerjaan mereka karena mereka memakai salib sebagai ekspresi keagamaan mereka. Termasuk juga kasus dari Gary McFarlane, seorang konselor yang dipecat karena mengatakan bahwa ia barangkali akan merasa kurang nyaman memberi terapi seks kepada pasangan homoseks, dan seorang pegawai pencatat Kristen yang tidak bersedia melakukan penyatuan sipil bagi pasangan sesama jenis.
Lord Carey, uskup agung gereja Anglican tahun 1991-2002, memperingatkan akan “gerakan untuk menghilangkan nilai-nilai Judeo-Kristen dari ranah public.” Pengadilan-pengadilan di Inggris telah “secara konsisten menerapkan hukum kesetaraan untuk mendiskriminasi orang-orang Kristen.”
Mereka menunjukkan pemahaman yang “mentah” tentang iman dengan memperlakukan beberapa orang Kristen sebagai ”fanatik.”
“Hal ini mempengaruhi pandangan moral dan etika di Inggris. Orang-orang Kristen tidak diterima di berbagai sektor pekerjaan semata-mata karena kepercayaan mereka; kepercayaan yang tidak bertentangan dengan kebaikan masyarakat umum.”
Ia menunjukkan berbagai kasus di mana ia melihat bahwa hakim-hakim Inggris telah menggunakan hukum kesetaraan dengan keras untuk melucuti hak-hak yang telah ditetapkan mengenai kebebasan beragama berkaitan dengan “semua yang berpengaruh secara mendasar.”
“Sekarang ini orang-orang Kristen sedang dianiaya; seringkali dicari dan dijebak oleh aktivis kelompok homoseks,” ungkapnya. ”Kekristenan ditekan masuk ke bawah tanah. Tampak ada sikap permusuhan yang jelas terhadap iman Kristen dan nilai-nilai Judeo-Kristen. Teranglah bahwa pengadilan-pengadilan di Inggris memerlukan tuntunan.”
Ia mengatakan bahwa kampanye hak asasi manusia sudah melampaui batas dan menjadi agenda politik.
Di lain pihak, Keith Porteous-Wood, direktur eksekutif dari organisasi National Secular Society, mengatakan, “Pemikiran bahwa ada penekanan agama di Inggris adalah hal yang konyol. Bahkan dalam Konvensi HAM Eropa, hak kebebasan beragama tidaklah mutlak – itu bukan surat izin untuk menginjak-injak hak orang lain,” ungkapnya.
Sementara itu sebuah laporan baru-baru ini menunjukkan bahwa orang Kristen di Eropa mengalami penekanan yang lebih parah dibanding dengan penganut agama lain. “'Christianophia' (ketakutan pada orang Kristen) atau 'Christophobia' (Ketakutan terhadap Kristus) sekaligus 'anti-Christianism' (sikap bermusuhan terhadap yang berbau Kekristenan) adalah istilah umum yang menggambarkan masalah yang sama,” ungkap laporan tersebut (lihat berita terkait di sini.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar