Nelson Mandela ketika muda (foto: Wikipedia). |
Mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Rolihlahla Mandela, berpulang pada Kamis 5 Desember 2013, dalam usia 95 tahun. Kelebihan hidupnya mewarnai berbagai media, sebagian turut memuat apa yang dinilai sebagai kekurangannya.
Banyak hal yang telah dilakukan Tata Madiba, demikian panggilan akrabnya (tata berarti Bapak dan Madiba adalah nama klan suku Xhosa), dan banyak orang yang ingin menghitungnya sebagai pahlawan di pihaknya.
Ia adalah seorang figur besar yang memberi inspirasi.Seperti kata pepatah: Tak ada gading yang tak retak. Namun, Mandela tetaplah seorang guru besar. Ia akan diingat sebagai figur yang mengakhiri sistem yang menodai kesakralan etnisitas (apartheid) dan martabat manusia secara keseluruhan.
Tak terhitung ungkapan penghargaan yang diutarakan untuk mengenang pemimpin besar Afrika ini; di antaranya datang dari seorang pemimpin gereja dari Afrika Selatan (Afsel), Pastor PJ Smyth. Dalam tulisannya, yang dimuat oleh Christianity Today, ia memberi enam alasan mengapa ia menjunjung tinggi mendiang Nelson Mandela:
Yang pertama adalah “kerendahan hati dan belas kasih seperti Yesus” yang dimiliki Tata Madiba. Menurut Ps Smyth, Tata memperlakukan anak jalanan dan presiden dengan penghargaan yang sama.
Kedua adalah pemikirannya yang melampaui generasinya.
Ketiga adalah komitmennya untuk memperjuangkan keadilan sosial dan keharmonisan etnik/ras di Afsel.
Keempat rasa humornya di tengah tanggung jawab yang berat.
Kelima teladannya dalam menyikapi penderitaan.
Dan “lebih dari semua itu” tulis Ps Smyth, “kami menghormati Mandela untuk menunjukkan teladan pengampunan dengan cara yang sama seperti Kristus.”
Jalan kehidupan
Nelson Mandela dijatuhi hukuman penjara seumur hidup karena menentang sistem yang meminggirkan masyarakat Afrika di tanahnya sendiri.
Setelah 27 tahun menjalani masa hukuman yang dijatuhkan padanya, ia dibebaskan, dan lewat pemilihan umum ia menjadi presiden orang Afrika pertama di Afrika Selatan.
Ia pun merangkul lawan-lawan politiknya (yang didominasi oleh settlers) untuk membangun Afsel bersama.
“Nelson Mandela memiliki semua alasan untuk membenci. Tapi sebaliknya, ia mengajarkan dunia bagaimana mengampuni,” demikian kata-kata di sampul belakang sebuah DVD dari Discovery Channel yang dikutip oleh Ps Smyth.
Namun Mandela kemudian tidak hanya dikenal sebagai seorang yang “mengampuni,” ia juga berupaya untuk membela hak-hak orang miskin, yang mengambil bagian dalam perang terhadap HIV/AIDS, termasuk advokasinya untuk hal-hal yang menjadi kritik baginya.
Misalnya dalam isu pembunuhan bayi tak bersalah (aborsi).
Uskup Rhode Islands Thomas Tobin berucap, “Kami mendoakan istirahat yang damai bagi jiwa abadi Presiden Mandela dan pengampunan dosa-dosanya, kami hanya menyayangkan pekerjaan mulia yang ia lakukan dalam membela martabat manusia tidak menyertakan anggota termuda dari keluarga manusia kita, yaitu anak-anak yang belum lahir,” demikian dikutip LSN.com.
Tahun 1996 ketika menjabat sebagai Presiden Afsel, Mandela mengusulkan dan menandatangani UU yang mengijinkan praktek aborsi yang menurut laporan resmi, sejak disahkan, telah menelan korban hampir setengah juta bayi dalam kandungan.
Ia juga dikritik (namun dipuji oleh aktivis homoseksualisme) untuk dukungannya terhadap legalisasi pasangan sejenis di Afsel pada tahun 2006. Enam tahun setelah Belanda, yang adalah negara pertama yang mengambil langkah ini (Afrika Selatan mempunyai hubungan khusus dengan Belanda di antaranya karena hubungan kolonialisme di masa lalu).
Sikapnya sebagai seorang pemimpin politik serupa dengan mantan Uskup Agung Desmond Tutu sebagai seorang pemimpin agama dalam isu ini.
Yang juga dianggap sebagai kekurangannya adalah Mandela dituduh sebagai seorang komunis/marxis. Hal ini karena idealisme ekonominya serta afiliasinya di masa lalu. Namun sepertinya Mandela bukan seorang anti-agama, melainkan ia ingin meningkatkan taraf hidup banyak orang miskin, terutama rakyat asli Afrika sendiri.
Ia sempat ingin menasionalisasi ekonomi Afsel, namun tidak dilaksanakan karena alasan "investor.”
Sampai sekarang kebanyakan masyarakat asli Afrika masih terus bergumul dengan kemiskinan.
Di dalam diri setiap manusia ada pijar kebaikan yang menunjukkan siapa pemilik hidup kita, dan dosa akan terus berupaya untuk mengaburkannya.
Sama seperti Tata Madiba kita semua akan berpulang. Karena itu, kita perlu belajar meneladani apa yang baik dan menghindari apa yang tidak baik di mata Sang Pemilik Kehidupan. (+)
--------
PJ Smyth, “A South African Pastor Shares Why South Africans Honour Nelson Mandela,” Christianity Today.com, December 5, 2013. (Subscription)Andrew Ross Sorkin, “How Mandela Shifted Views on Freedom of Markets,” The New York Times, December 9, 2013 http://finance.yahoo.com/news/mandela-shifted-views-freedom-markets-015848071.html
PJ Smyth, “A South African Pastor Shares Why South Africans Honour Nelson Mandela,” Christianity Today.com, December 5, 2013. (Subscription)Andrew Ross Sorkin, “How Mandela Shifted Views on Freedom of Markets,” The New York Times, December 9, 2013 http://finance.yahoo.com/news/mandela-shifted-views-freedom-markets-015848071.html
John Henry Westen, “U.S. Catholic bishop calls Mandela’s support of abortion ‘shameful’, black leaders concur,” Lifesitenews.com,December 9, 2013,http://www.lifesitenews.com/news/u.s.-catholic-bishop-calls-mandelas-support-of-abortion-shameful-black-lead
Tidak ada komentar:
Posting Komentar