Kota Yerusalem (foto: Marianne Medlin/CNA). |
Palestina membatalkan perundingan setelah sebuah serangan Israel ke kamp pengungsi
TEMPO.CO, Tepi Barat (27 Agustus 2013) - Juru runding Palestina membatalkan rencana pembicaraan perdamaian dengan Israel menyusul serangannya terhadap kamp pengungsi di daerah pendudukan Tepi Barat, Sabtu 24 Agustus 2013. Serangan pasukan Israel tersebut menyebabkan tiga warga Palestina tewas termasuk seorang pekerja PBB.
Perdana Meteri Palestina, Rami Hamdallah, mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Selasa 27 Agustus 2013, "Kejahatan semacam itu membuktikan bahwa perlunya perlindungan internasional terhadap rakyat kami."
Pasukan Israel acap kali menahan warga Palestina yang dituduh terlibat dalam gerakan teroris. Israel dan Otoritas Palestina baru-baru ini -melalui mediasi Amerika Serikat - melakukan pembicaraan setelah selama tiga tahun berhenti.
Kekerasan di Tepi Barat terus meningkat sejak awal 2013. Dalam kurun waktu delapan bulan, pasukan Israel telah membunuh 14 rakyat Palestina di daerah pendudukan. Hampir seluruh korban pembunuhan itu tewas setelah bentrok dengan serdadu Israel. Bandingkan dengan periode yang sama pada 2012, tiga warga Palestina tewas dalam kasus serupa.
Menurut PBB, pria yang dibunuh tentara Israel itu berusia 34 tahun, ayah empat orang anak. Dia tewas ditembak di bagaian dada oleh Israel saat sedang menuju ke tempat kerjanya. PBB mengutuk insiden pembunuhan ini.
Juru bicara kepolisian Israel mengatakan kepada kantor berita AFP, sejumlah petugas menggeruduk daerah pendudukan di Tepi Barat guna menangkap "seseorang yang diduga teroris" ketika lebih dari 1.500 warga Palestina turun ke jalan dan menyerang mereka dengan lemparan bom molotov dan batu cadas.
"Pasukan Israel menggunakan peluru karet," ujar juru bicara. Tak begitu jelas, apakah tentara Israel dalam aksi penyerbuan itu menahan warga Palestina atau tidak.
-------
AMERIKA SERIKAT, Washington DC (MP) -- Ketua tim perunding
Israel, Menteri Kehakiman Tzipi Livni, Selasa (30/7/2013), memuji suasana
positif dalam pembicaraan damai dengan Palestina di Washington DC. Ini adalah perundingan pertama setelah tiga tahun terhenti oleh sebab pendudukan Israel di Tepi Barat yang dilihat sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.
"Atmosfir pembicaraan sangat positif," kata Menkeh
Livni kepada Radio Israel, Selasa (30/7/2013), setelah jamuan makan malam
dengan juru runding Palestina Saeb Erakat yang digelar Menteri luar negeri AS, John Kerry.
"Semua isu sudah di atas meja, namun kami memutuskan semua
akan ditentukan di dalam ruang negosiasi dan tidak akan bocor keluar," ungkap Menkeh Livni.
Menkeh Livni menambahkan, pembicaraan damai ini dilanjutkan
bukan sebagai respon atas desakan AS namun juga merupakan kepentingan kedua
negara. (kompas.com)
Hari Rabu (31/7/2013) juru runding Erakat
menyampaikan terima kasih kepada pemerintah AS atas “upaya mereka yang tidak
kenal lelah” dan mengatakan tidak seorang pun yang memperoleh manfaat lebih
besar dari suksesnya perundingan selain rakyat Palestina.
“Saya gembira bahwa semua isu-isu status akhir di bahas di meja
perundingan dan akan diselesaikan tanpa kecuali. Sudah waktunya bagi rakyat
Palestina memiliki negara mereka sendiri yang merdeka dan berdaulat,” ujarnya. (kompas.com)
Pertemuan akan kembali diadakan dalam dua minggu.
Pihak-pihak yang tidak mendukung
Seperti yang diberitakan Reuters, selama setidaknya dua dekade terakhir, negosiasi di konferensi
tingkat tinggi gagal menyelesaikan konflik Israel-Palestina dan
pertemuan-pertemuan lain hanya meninggalkan draf perdamaian yang akhirnya tak
terpakai. (lih. kompas.com)
Dengan latar belakang yang kurang mendukung tersebut, tampak pula ada pihak yang tidak menyukai perundingan saat ini.
Salah satu faksi terbesar Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yaitu Front Rakyat Untuk Kemerdekaan Palestina, Senin (29/7/2013), telah menyuarakan penolakan terhadap perundingan damai tersebut.
Salah satu faksi terbesar Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), yaitu Front Rakyat Untuk Kemerdekaan Palestina, Senin (29/7/2013), telah menyuarakan penolakan terhadap perundingan damai tersebut.
"Kami pergi ke PBB untuk melepaskan diri kami dari
AS," ungkap Khaleda Jarar, salah satu pemimpinnya. Ia merujuk kesuksesan
Palestina mendapatkan kenaikan status di PBB. (kompas.com)
Hamas, yang mengusai wilayah Palestina di Gaza, mengatakan dalam
sebuah pernyataan bahwa mereka "menolak Otoritas Palestina kembali ke
pembicaraan damai dengan pemerintah pendudukan Israel".
Dipihak lain, Menkeh Livni mengungkapkan, "Ada beberapa
menteri Israel yang tak sepakat dengan negosiasi ini."
Para menteri garis keras secara terbuka menentang pembentukan
negara Palestina dan bersumpah akan terus membangun permukiman Yahudi di tanah
pendudukan. (kompas.com)
Menlu AS John Kerry (tengah) bersama perunding Israel
Tzipi Livni (kanan) dan perunding Palestina Saeb Erakat di Washington (30/7) (foto: Reuters via Kompas). |
Pujian untuk itikad baik
Namun, itikad dari pemimpin kedua belah pihak mendapat pujian
dari Menlu Kerry. Ia menegaskan pujiannya untuk PM Israel Benjamin Netanyahu
dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Dalam pernyataannya hari Minggu kemarin ia mengatakan, "Kedua pemimpin itu telah menunjukkan kesediaan untuk membuat keputusan sulit yang telah berperan dalam mencapai titik ini. Kami berterima kasih atas kepemimpinan mereka."
Dalam pernyataannya hari Minggu kemarin ia mengatakan, "Kedua pemimpin itu telah menunjukkan kesediaan untuk membuat keputusan sulit yang telah berperan dalam mencapai titik ini. Kami berterima kasih atas kepemimpinan mereka."
Pihak pemerintah Israel telah mengambil langkah untuk
membebaskan 104 tahanan pejuang Palestina.
"Ini saat yang tidak mudah bagi saya. Ini hal yang tidak
mudah bagi para menteri," kata PM Netanyahu. "Hal ini tidak mudah
terutama bagi sejumlah keluarga, keluarga-keluarga yang berduka, yang suasana
hatinya saya pahami. Namun, ada saat-saat di mana keputusan-keputusan sulit
harus dibuat demi kebaikan negeri ini, dan ini adalah salah satu dari momen
itu."
Langkah tersebut lolos dengan raihan suara 14 berbanding 6. Dua
suara lain abstain. (kompas.com)
Salah satu menteri Israel garis keras adalah Naftali Bennett.
Menteri Perindustrian, Perdagangan, dan Tenaga Kerja Israel yang
juga Pemimpin Partai Rumah Yahudi ini dilaporkan mengeluarkan pernyataan
insensitif Minggu kemarin.
"Jika Anda menangkap teroris, anda cukup membunuh
mereka," katanya, menurut sebuah laporan edisi cetak harian Yedioth
Ahronoth berbahasa Ibrani.
Dukungan umat beragama
Sementara itu, CNA
melaporkan bahwa sejumlah pemimpin lintas agama di AS telah mengirimkan sebuah
pernyataan berisi dukungan terhadap perundingan damai ini kepada Menlu
Kerry.
Pernyataan yang ditanda-tangani oleh sejumlah pemimpin Yahudi,
Muslim dan Kristen ini, selain memberikan penghargaan juga mengungkapkan doa mereka
bagi upaya menghadirkan perdamaian yang diakui merupakan hal yang tak
mudah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar