Rabu, 27 Maret 2013

Berjuang Bersama Dalam Kasih: Pernyataan Konferensi Para Pemimpin Agama Muslim-Kristen Asia

Common Word adalah inti dari ajaran  Kitab Suci Alquran dan Alkitab tentang Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, yang sering disebut Golden Rule, yang menyediakan sebuah tempat umum bagi umat Muslim dan Kristen untuk bekerja sama bagi perdamaian dan kerukunan dalam dunia yang penuh dengan kekerasan saat ini.


Pernyataan Konferensi Para Pemimpin Agama Muslim-Kristen Asia
Solidaritas dan Kerjasama di Asia
“Mengasihi Tuhan, Mengasihi Sesama, Mengasihi Seluruh Ciptaan”


Pendahuluan

Tuhan yang Mahakuasa, dimuliakan nama-Nya karena Dia telah menuntun kami, 134 pemimpin Kristen-Muslim Asia, bersama untuk konferensi yang bersejarah ini di Jakarta, yang berlangsung pada 25 Februari-1 Maret 2013.

Kami menggunakan empat hari penuh dengan saling mendengarkan satu sama lain dan merefleksikan secara mendalam tentang peran yang agama bisa melakukan saat ini akibat berbagai kesulitan dalam percaturan Global, khususnya di kawasan Asia.

Kami mengakui bahwa kami terkesan dengan surat terbuka dari 138 ulama dan cendikiawan Muslim terkemuka pada 13 Oktober 2007 yang disampaikan kepada semua pemimpin Gereja-gereja Kristen  dengan tema A Common Word atas insiatif Pangeran Ghanzi ibn Muhammad dari Yordania. Surat ini telah berhasil membuktikan berbagai prakarsa dialog di masa-masa kita, dan mendapat sambutan luas oleh para pemimpin agama dari berbagai tradisi.

Common Word adalah inti dari ajaran  Kitab Suci Alquran dan Alkitab tentang Kasih kepada Allah dan kasih kepada sesama, yang sering disebut Golden Rule, yang menyediakan sebuah tempat umum bagi umat Muslim dan Kristen untuk bekerja sama bagi perdamaian dan kerukunan dalam dunia yang penuh dengan kekerasan saat ini.

Dengan mengenang kembali konferensi yang diadakan di Manila tahun 2003 tentang “Peace and Development”, kami para peserta konferensi ini mengambil tema konferensi tahun ini “Bringing Common Word to Common Action”. Tema ini adalah sebuah ungkapan komitmen kami bagi perdamaian di Asia pada Millenium Ketiga melalui upaya bersama untuk keadilan dan solidaritas di kalangan semua masyarakat dan negara di benua ini. Upaya keras ini juga memungkinkan agama melayani sebagai agen untuk mengantarkan umat manusia dalam sebuah “keadaban baru” dari kasih dan perdamaian.

Keprihatinan Asia saat ini  bukan hanya kemiskinan dan ancaman lingkungan hidup,    tapi juga bahaya bahwa sebuah visi realitas manusia didasarkan pada Keyakinan Agama sedang terkikis di era yang cepat berubah ini. Hal serupa, ketika ekonomi Asia semakin kuat di dunia, ketidaksetaraan juga meningkat di dalam masyarakat kita. Ini menimbulkan ketegangan di antara kelas-kelas dan komunitas serta mengancam stabilitas di kawasan ini.

Kami, para pemimpin Muslim dan Kristen Asia, menegaskan komitmen kami untuk membawa common word ke dalam common action dengan mengintensifkan upaya kami untuk perdamaian dan keadilan dengan mencegah kekerasan dan memfasilitasi dialog atau menjadi mediator kesepakatan damai dalam situasi konflik.

Resolusi-resolusi

Oleh karena itu, kami para pemimpin Muslim dan Kristen Asia menegaskan bahwa: 

1. Kami akan melakukan segala yang bisa untuk membantu saudara-saudari kami untuk memahami bahwa agama yang benar adalah wadah untuk mencerahkan umat beriman dengan menganggap anugerah Tuhan dan tugas mereka demi sesama manusia dan memelihara ciptaan. Sebuah tragedi besar jika orang salah menggunakan agama demi tujuan mereka sendiri.  Konflik-konflik yang terjadi berkaitan dengan agama telah melahirkan berbagai ketidakseimbangan dalam masyarakat atau, akibat menganut agama secara eksklusif tanpa memahami implikasi iman mereka. Mereka mungkin perlu dibimbing dan dibantu ketimbang dikecam dan dimarginalisasikan.  

2. Ajaran tentang mengasihi Allah dan mengasihi sesama berasal dari Common Word yang kami sebut sebagai Golden Rule, juga membantu kita menyatukan nilai-nilai yang diterima secara universal karena nilai-nilai itu juga dijunjung tinggi dalam tradisi lokal. Di masa-masa ketidakpastian atau kekhawatiran tentang interaksi antarbudaya, memperdalam keyakinan agama umat,  dan memperkuat keyakinan mereka dapat membantu mereka mengembangkan pandangan hidup yang holistik. 

3. Proses globalisasi dan perubahan masyarakat yang sedemikian cepat adalah berkat bagi manusia, tapi mereka bisa juga menuntun kelompok agama atau etnis di negara-negara terkait hubungan. Konsekuensinya, hal ini harus ditata ulang sesuai kebutuhan.  Tapi, kita yakin bahwa jika martabat manusia dihormati, mempromorsikan nilai-nilai kemanusiaan, tetap terbukanya dialog, maka konflik dapat dihindari. Kebebasan beragama adalah hak asasi manusia yang mendasar yang menyerukan untuk mendapat perhatian khusus dalam konteks Asia. 

4. Penerimaan tanpa kritik terkait Kapitalisme Liberal bisa mengarah kepada ketidakseimbangan, khususnya jika hal itu mengarah kepada monopoli-monopoli  yang tak terkontrol dan mekanisme pasar yang tidak teratur. Pasar bebas harus direspons secara sosial. Berbagai masalah termasuk kemiskinan, buta huruf, gizi buruk atau HIV/AIDS adalah semua keprihatian umum. 

5. Bahkan ketika konflik-konflik berkaitan dengan agama, hampir dalam semua kasus, konflik-konflik itu dapat  ditelusuri sebagai akibat dari politik, ekonomi atau sosial. Inilah misi para ulama dan pemimpin agama Kristen dan Muslim untuk menjaga sambil belajar skenario sosial, menginterpretasi tren dan mewaspadai masyarakat tentang pelaksanaan berbagai kebijakan demi kepentingan umum. Kekuatan antisipasi ke masa depan bisa membantu untuk mencegah pecahnya kekerasan dan keterampilan mereka yang memadai bisa membangun dialog yang konstruktif  dan menyarankan solusi-solusi yang relevan. Para tokoh agama juga bisa menyebarkan konsep-konsep dan relasi yang inklusif. 

6. Ada sebuah kesadaran yang bertumbuh akan masalah lingkungan hidup di Asia saat ini, misalnya bahaya polusi air dan udara,  emisi karbon atau kerusakan sumber daya alam. Keterlibatan masyarakat diwajibkan untuk menjamin bahwa alam dihormati dan gaya hidup dan tata kelola yang ramah lingkungan. 

7. Migrasi tenaga kerja massal menuju pusat-pusat perkotaan di negara mereka atau ke negara lain yang lebih maju secara ekonomi untuk mencari pekerjaan adalah keluarga-keluarga atau komunitas-komunitas yang kurang mampu di Asia. Selain itu, perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak-anak, menambah masalah komunal dan sosial yang tak terhitung jumlahnya. Para pemimpin agama dari dua komunitas itu harus menemukan cara-cara untuk membantu keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas yang miskin atau bagi para pekerja yang dieksploitasi atau yang hak-hak mereka dilanggar. 

8. Korupsi pada setiap level masyarakat menjadi kekhawatiran serius di banyak negara Asia. Baik umat Muslim maupun Kristen harus bersatu, memperteguh iman dan memperkokoh pemerintahan yang baik dan mekanisme yang efisien serta membasmi kejahatan dalam masyarakat. Umat beragama adalah kekuatan moral dalam masyarakat. Bagi generasi lebih muda menjadi tantangan utama dalam bidang ini. 

9. Kami tahu bahwa tujuan-tujuan yang dikemukakan di atas bisa maju hanya jika  semua komunitas agama melestarikan nilai-nilai yang dianggap berharga dalam budaya Asia seperti religiusitas, rasa hormat kepada yang sakral, hormat kepada kehidupan, memelihara tradisi, serta peduli terhadap kebaikan bersama. Sebuah jalan moderasi dan pedagogi yang lebih sesuai dengan pemikiran Asia ketimbang penggunaan kekuatan atau saling menuduh. 

10. Cara yang sama adalah penting untuk memulihkan memori dari peristiwa-peristiwa yang menyakitkan yang telah ditempatkan dalam sejarah dari kedua komunitas dan memaafkan semua luka-luka masa lalu.  Sebagai pemimpin agama kami berjanji berperan aktif dalam saling menghormati.

Kesimpulan

Kami mengakui bahwa akibat sejarah yang memecah belah kami yang membuat kami saling curiga ketimbang hidup berdampingan secara harmonis. Kami sering salah paham satu sama lain dan ini telah menghasilkan praduga dan kurang komitmen yang positif. Oleh karena itu, ajakan ini akan mewujudkan perintah ganda yakni mengasihi Tuhan dan mengasihi sesama adalah sebuah langkah untuk menyegarkan presepektif dalam relasi Kristen-Muslim. Hal itu juga mejadi tolok ukur untuk berbagai prakarsa baru bergerak melampaui toleransi dan koeksistensi semu untuk menerima orang lain dalam kasih dan rasa hormat.

Maka kami menutup konferensi ini, kami berkomitmen untuk berbagi buah diskusi-diskusi kami dengan kerabat para agamawan kami di tempat kami masing-masing dan menjalankannya dengan aksi yang diperlukan. Kami juga melestarikan dan menyebarkan semangat kerja sama, saling hormat, saling memahami di kalangan masyarakat demi keuntungan semua manusia dan seluruh ciptaan. Seruan ini fokus pada generasi yang lebih muda untuk melakukan misi ini.

Kepada Tuhan yang Maha Kuasa, yang telah memampukan kami secara bersama-sama berkumpul selama beberapa hari dengan refleksi dan doa yang intens dan semoga Tuhan membimbing kami dalam aksi dan pelayanan.

Jakarta, 28 Februari 2013



Sumber: UCANews via PGI.OR.ID

Tidak ada komentar:

Posting Komentar