Sabtu, 28 April 2012

Presiden Gambia: Kami tidak akan pernah menerima “pernikahan gay yang tidak patut”

Dr. Yahya Jammeh (foto: access Gambia)
Di tengah luasnya sikap mengutuk pemaksaan nilai dan norma Barat yang asing di Afrika dengan alasan hak asasi manusia, pemimpin Gambia menyatakan sikapnya dengan jelas, menolak dengan ungkapan yang paling keras apa yang disebutnya “pernikahan gay yang tidak patut,” demikian dilaporkan oleh The Daily Observer.

“Jika Anda ingin membuat kami mendurhaka supaya mendapat bantuan, silahkan tarik bantuan Anda, kami akan bertahan hidup. Lebih baik kami makan rumput daripada menerima sikap tidak patut yang anti-Tuhan, anti-manusia, dan anti-ciptaan,” ungkap Presiden Gambia, Dr. Yahya Jammeh.

Statemen keras ini disampaikannya dalam Ruang Sidang Legislatif ketika memimpin Pembukaan Sidang Nasional 2012 Gambia, Sabtu lalu, yang dihadiri oleh duta besar dari Inggris dan Amerika. Sikap Gambia terhadap praktek homoseks semakin menarik perhatian sejak adminstrasi pemerintah Amerika saat ini mengungkapkan Desember lalu bahwa mereka akan mempertimbangkan bantuan luar negerinya berdasarkan penerimaan suatu negara terhadap praktek homoseks. Hal senada diungkapkan Perdana Menteri Inggris, David Cameron, Oktober lalu, yang menuai kecaman keras dari beberapa negara Afrika, seperti Ghana, Uganda, dan Tanzania.

Presiden Jammeh menekankan bahwa di Gambia seseorang tidak diperlakukan berdasarkan warna kulit atau agama melainkan dari cara seseorang berperilaku. Ia menekankan bahwa satu hal yang tidak akan mereka kompromikan untuk alasan apapun adalah “integritas budaya kami, martabat dan kedaulatan kami.” Ia menyatakan negaranya tidak bermaksud untuk menjajah siapapun, tidak dengan alasan balas dendam sekalipun, tetapi juga menegaskan bahwa Gambia juga tidak bisa dijajah dan diperbudak untuk kedua kali.

Ia menunjukkan bahwa setiap masyarakat dengan sendirinya mempunyai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, sambil menekankan bahwa sebagai bagian dari komunitas internasional, pemerintahannya akan mengikuti konvensi internasional yang telah mereka tanda tangani. “Tetapi sebagai sebuah negara,” tambahnya, “kami akan meluluskan undang-undang yang akan melestarikan budaya dan kemanusiaan kami, martabat kami, dan identitas kami sebagai satu Afrika, Afrika Barat dan masyarakat Gambia.” Ia menyatakan bahwa sebagai bagian dari komunitas global, mereka akan menghargai apa yang umum bagi semua manusia tidak peduli dari mana asal seseorang, sekaligus menekankan bahwa apa yang merupakan hal yang “tidak patut” tidak akan diterima.

“Kami akan menjaga apa yang membuat kami Afrika serta keyakinan agama kami secara seksama dan hukum akan ditetapkan untuk memastikan bahwa nilai-nilai budaya kami ditegakkan secara seksama pula. Sesekali Anda mendengar banyak suara mengenai pernyataan-pernyataan saya. Ijinkan saya membuatnya terang bagi Anda bahwa jika Anda ingin saya menghina Tuhan sebagai alasan bagi Anda untuk memberi bantuan kepada saya, Anda membuat kesalahan yang besar. Anda tidak bisa menyuap saya untuk melakukan apa yang jahat dan tidak patut,” ungkapnya.

“Kami telah kehilangan tradisi menggunakan serban kepala sebagai ganti sebuah dasi, tapi kami tidak akan kehilangan kemanusiaan kami untuk apa yang disebut hak asasi manusia,” katanya.

Ia melanjutkan: “Ada hal-hal tertentu yang terjadi yang tidak patut, jahat, dan menantang hikmat Tuhan yang Mahakuasa dalam menciptakan seorang perempuan dan seorang laki-laki...Kami tidak akan menerimanya. Lagi pula, saya punya beberapa keledai, saya punya beberapa kuda zebra yang kelihatan seperti keledai; saya menaruh mereka bersama-sama tetapi mereka tidak pernah menemui satu dengan yang lain karena mereka berbeda. Saya tidak melihat alasan mengapa kita manusia yang diciptakan Tuhan tidak bisa melihat perbedaannya, hal itu tidak akan terjadi di negara ini. Kami akan menghormati hak asasi manusia di mana manusia berperilaku seperti manusia.

Saya punya lebih dari 5000 ternak termasuk sapi jantan, sapi jantan berkelahi kalau yang satu coba naik di atas yang lain. Apakah Anda mau mengatakan kepada saya bahwa ternak dan sapi jantan lebih pintar dari manusia? Di negara Anda seorang laki-laki bisa menikahi seorang laki-laki dan seorang perempuan jika ia seorang perempuan, tetapi di Gambia, kami tidak menerimanya.”

Ia menyimpulkan dengan mengatakan “Anda bisa menamai saya apa saja, tapi kami tidak akan mengkompromikan martabat kami, kami tidak akan menghina agama kami, dan kami tidak akan menghina Tuhan dengan melakukan sesuatu atas nama hak asasi manusia.”

Gambia memperoleh kemerdekaannya dari Inggris pada tahun 1965, dan membentuk sebuah republik pada tahun 1970. Tahun 1994 Jammeh yang berpangkat letnan pada waktu itu melakukan coup d'etat dan kemudian menjadi presiden melalui pemilihan umum. Gambia terus melalui pergolakan politik, teakhir adalah sebuah percobaan coup pada April 2006. Sekitar 90 persen penduduknya beragama Islam dan 8 persen Kristen.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar